Narsis dulu ah, sebelum mandi. Narsis bareng teman-teman sekampus dan narsis-narsis lainnya. Begitu kerap kali caption twitpic dari orang-orang yang gemar memfoto wajahnya sendiri dan kemudian disebarkan di account media sosialnya.
Narsis adalah istilah yang lazimnya dikenal dalam dunia psikologi sebagai kecenderungan seksual tertentu. Sebuah istilah yang sebenarnya cenderung negatif namun kemudian berubah makna ketika masuk dalam konteks potret memotret dengan gadget. Orang tak lagi malu mengatakan dirinya narsis, karena narsis berarti potret wajah oleh dirinya sendiri dengan kamera depan mobilephonenya.
Kebiasaan memotret diri sendiri bukanlah perihal yang baru, namun dulu sebelum muncul kamera HP, ritualnya berbeda dan merepotkan. Kamera harus dilengkapi dengan tripod dan disetel timernya. Butuh waktu dan ketelitian agar hasilnya bagus. Perkembangan kamera hp yang pesat kemudian memungkinkan orang jeprat-jepret dalam waktu yang singkat dan lebih mudah. Narsis menjadi lebih mudah dan variatif dengan munculnya produk tongsis, atau tongkat narsis, semacam monopod yang dipakai untuk menempatkan gadget dalam berbagai posisi.
Kini istilah narsis perlahan luntur digusur oleh selfie. Istilah yang mungkin lebih cocok karena berdasar pada kata self. Selfie menjadi populer karena para pesohor yang biasanya diburu oleh para juru potret ternyata ikut-ikutan memotret dirinya sendiri maupun ramai-ramai dalam kesempatan tertentu.
Narsis dan kemudian selfie adalah sebuah fenomena desakralisasi potret. Ritual memotret terutama potret wajah tak lagi melalui proses yang rumit. Kini semua orang bisa melakukannya. Revolusi potret wajah dimulai dengan penemuan kamera digital. Sebuah kamera yang menjadi lebih mudah dioperasikan dan menyimpan gambar bukan pada pita film. Hasilnya pun dengan cepat bisa dilihat tanpa menunggu roll film dicuci dan dicetak.
Fungsi kamera digital kemudian disematkan dalam mobilephone yang kini lebih dikenal dengan sebutan smartphone. Telepon pintar mulai dari yang termurah sampai yang termahal, tercanggih hingga biasa-biasa saja, ORI maupun KW semua dilengkapi dengan fungsi digicam yang semakin baik. Kalau dulu kamera disematkan di bagian belakang, kini kebanyakan smartphone telah dilengkapi dengan fungsi kamera depan, yang bukan hanya untuk kepentingan video chat melainkan juga jeprat-jepret wajah sambil memonyongkan bibir.
Memotret kini bisa dilakukan oleh semua orang. Tak perlu belajar mengenali dasar-dasar fotografi seperti diafragma, kecepatan rana, tingkat pencahayaan, sudut pengambilan gambar, framing dan lain sebagainya. Memotret kini bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja.
Kehadiran aplikasi khusus untuk berbagi foto semakin meyuburkan kegemaran banyak orang untuk mengabadikan bukan hanya moment melainkan juga obyek yang semakin meluas. Ritual makan kini tidak lagi didahului dengan doa, melainkan lebih dulu dengan klik dan kemudian dishare lewat instagram yang bisa disikronisasi dengan account twitter dan facebook. Satu kali klik maka gambar akan muncul di halaman instagram, dinding facebook dan linimasa twitter.
Dulu situs berbagi video youtube mampu memunculkan orang-orang tertentu, orang biasa yang kemudian menjadi selebritis. Twitter kemudian memunculkan fenomena yang sama dimana seseorang dengan kicauannya kemudian dikenal sebagai selebtwit. Pun demikian instagram telah juga memunculkan sosok tertentu menjadi selebfoto.
Di tweetland muncul istilah alter, account-account anomim yang menampilkan ekpresi pemiliknya dalam bentuk foto-foto ‘polos’ namun dengan wajah tersembunyi. Account-account ini meyakinkan pihak lain dengan sebutan realava, avatar real dari pemiliknya yang memotret bagian tubuh yang biasanya tersembunyi dibalik balutan pakaian.
Namun perlahan wajah-wajah yang tersembunyi itu kemudian memunculkan diri dan accountnya tidak lagi menjadi alter, karena wajah pemiliknya benar-benar bisa dikenali. Dan account-account ini tak lagi hanya menampilkan foto pemiliknya yang polos, melainkan juga foto-foto aktivitas seksualnya. Dengan demikian foto bukan hanya tidak sakral lagi, melainkan juga nakal.
Memotret dan berbagi potret semakin mudah serta murah. Namun sebenarnya tidak banyak yang menyadari isu keamanan di dunia maya. Konvergensi, sinkronisasi antar perangkat dan account memungkinkan semua yang dipotret dalam kondisi gadget online akan tersimpan di dunia maya. Sekali beredar akan sulit untuk dihentikan. Potret bisa jadi bukan hanya akan menghasilkan kekaguman dari mereka yang melihatnya namun juga bisa memancing orang untuk menggunakannya dengan tujuan yang tidak benar.