Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Catatan Pemilu Mas Romo 02: #CalonTitipan

17 Januari 2014   14:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:44 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siang itu matahari terik, setelah seharian kemarin disaput mendung dan hujan bercampur angin. Andai berkendara tanpa kaca penutup mata, bakal terasa sedikit perih karena lumpur yang menempel di aspal telah kering dan berhambur ditiup angin.

Kalau tidak terpaksa karena harus membeli kran air, Mas Romo tidak akan sudi berkeliaran di jalanan dalam kondisi yang bakal membuat kulitnya semakin legam. Belum begitu lama menyusuri jalan saja, rambutnya sudah terasa gatal karena kepala yang tertutup helm standar mulai berkeringat. Meski gatal setengah mati, Mas Romo tetap bertahan untuk tidak menepi, membuka helm dan menggaruk kepalanya. Akibatnya, jin di kepala naik sehingga sepanjang jalan andai wajah Mas Romo direkam pasti bakal kelihatan ada dua sunggut keluar dikanan-kiri kepalanya.

Ketika melewati jalan poros menuju balai kota, Mas Romo melihat serombongan orang berbaju seragam, rapi berbaris dengan diawali oleh mobil yang mengangkut sound system. Nampaknya rombongan itu hendak berunjuk rasa ke kantor Walikota. Sebagai orang yang terkenal punya penyakit GU (Gila Urusan), Mas Romo memelankan motor yang dikendarai sembari mencari tempat berputar untuk mendekati rombongan guna mencari tahu apa yang akan dan sedang disoal. Tidak sulit bagi Mas Romo untuk mencari tahu karena beberapa orang berbaju seragam itu dikenalnya.

“Demo apa pak bro?” tanya Mas Romo pada seseorang yang dikenalnya.

“Eh, Mas Romo ... ah demo kecil-kecilan saja, mau tuntut polisi untuk membebaskan kawan yang ditahan”

“Lho kok di kantor Walikota?” tanya Mas Romo heran karena jawaban orang yang ditanyanya kurang nyambung.

“Iya, Mas, kemarin kawan ditangkapnya disini.... oleh satpol PP lalu diserahkan ke Polisi”

“Oh, kenapa kawan itu ditangkap satpol PP”.

Orang itu kemudian menceritakan kronologis kejadian. Kisahnya kemarin berbagai elemen kaum muda di kota ini, mengadakan aksi bersama. Mereka menuntut agar pemilihan anggota KPU berjalan dengan netral. Para pendemo menenggarai, seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah tidaklah bersih. Tercium aroma bahwa kepala daerah ikut campur, untuk menentukan siapa yang akan lolos dan siapa yang tidak. Campur tangan dimulai dengan penentuan anggota tim seleksi yang jelas-jelas berafiliasi pada pemimpin daerah.

“Oh, bagus itu ... tapi kenapa ada yang ditangkap?”

“Begitulah Mas, saking semangatnya, ada yang tak sengaja menyepak kerikil dan melayang menerjang kaca pintu depan sehingga rontok. Akibatnya anak muda itu disangka anarkis”

Merasa tidak terlalu penting untuk mengetahui lebih lanjut, Mas Romo balik kanan dan kembali memacu kendaraan menuju toko perkakas. Sepanjang perjalanan dalam kepala Mas Romo terus terngiang kata-kata calon titipan. Mas Romo tak habis pikir kalau anggota Komisi Pemilihan Umum adalah oknum titipan.

“Untuk apa coba titip-titip?, apa kepentingan kepala daerah dengan pileg atau pilpres?” tanya Mas Romo dalam hati.

Mas Romo kemudian mulai mereka-reka sangka. Pertama barangkali kepala daerah adalah juga ketua partai sehingga kalau bisa menguasai Komisi Pemilihan Umum maka bisa mendapat keuntungan untuk partainya. Kedua adalah untuk balas jasa. Kepala daerah berhasil naik karena dukungan partai tertentu, maka dengan menguasai Komisi Pemilihan Umum, kepala daerah bisa mengarahkan agar komisi itu membantu partai-partai yang dulu mendukungnya. Ketiga, mungkin kedudukan komisioner adalah hadiah dari kepala daerah kepada orang-orang tertentu yang bukan berasal dari partai namun berjasa besar untuk dirinya.

Tapi semua itu hanya sangka reka reka Mas Romo saja. Tidak cukup bukti yang meyakinkan sekurangnya bagi Mas Romo untuk kemudian mengamini bahwa apa yang disangkakan oleh para demonstran memang benar adanya. Hanya saja persoalan titip mentitip di negeri ini memang sudah kronis. Bukan cuman urusan jadi pegawai negeri sipil, untuk jadi pegawai swastapun banyak yang harus menempuh jalan titip mentitip. Pun demikian dengan calon legislatif, tidak sedikit calon wakil rakyat termasuk dalam kategori calon titipan, kalau tidak titipan partai ya titipan para pembesarnya. Tak heran jika sebuah daerah pemilihan, wakil yang masuk dalam daftar calon tetap adalah orang yang sama sekali tak kenal daerah itu, bukan tinggal disitu atau bahkan tak terkait sedikitpun dengan daerah itu.

“Ah, sudahlah” bisik Mas Romo pada dirinya sendiri.

“Kalau saya protes, jangan-jangan nanti juga dianggap protes titipan”

Pondok Wiraguna, 16 Januari 2014

@yustinus_esha

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun