Setelah perhitungan suara di TPS, kotak suara dan dokumen lainnya dibawa ke kelurahan atau kantor desa. Dan disana akan diadakan rekapitulasi suara dari berbagai TPS untuk tahapan yang pertama. Dan kantor lurah atau kepala desa yang biasanya hanya ramai dengan kedatangan orang untuk meminta surat pengantar membuat KTP, KK, atau surat keterangan miskin, kini banyak didatangi orang bermobil yang sibuk telepon kesana kemari.
Konon kedatangan orang-orang dekat caleg atau caleg itu sendiri adalah untuk mengamankan perolehan suaranya. Mengamankan dalam arti menjaga agar suaranya tidak diotak-atik, atau melobby pihak tertentu kalau-kalau bisa mengeser suara. Siapa tahu ada juga caleg lain yang sudah putus asa dengan perolehan suaranya, bisa diambil alih. Biar sedikit kalau ada beberapa kan lumayan juga.
Sebetulnya kalau dilihat format plano untuk menulis perolehan suara, akan sulit bagi siapapun untuk merubah-rubah perolehan suara. Tapi toh tetap saja bisa dilakukan. Misalnya saja dengan memanfaatkan kelenggahan orang. Atau memanfaatkan jangka waktu yang cukup panjang dari dokumen-dokumen yang diinapkan di kantor lurah atau kepala desa.
Secara tak sengaja saya mendengar perbincangan telepon dari seseorang ke seseorang lainnya. Intinya dia menyatakan bahwa kursi itu bisa didapat kalau ada sedikit tambahan. “Beli suara saja, nanti saya hubungan dengan seseorang yang akan mendanai”, begitu pesan orang itu pada seseorang di seberang sana. “Kamu koordinasikan ya”, begitu perintahnya.
Tak lama kemudian dia menelepon seseorang lainnya. “Eh, bang XX nggak aktif ya teleponnya, tolong dong katakan kita perlu bantuan dana untuk membeli suara”, katanya gamblang tanpa takut didengar orang lain di sekitarnya.
Ternyata berita tentang kartel suara memang ada. Sebutan kartel dulu hanya dikenal untuk kelompok geng besar dan terorganisir di Amerika Latin yang operasinya adalah produksi dan jual beli narkoba. Tapi di Indonesia yang marak diperdagangkan ternyata bukan hanya narkoba melainkan juga suara pemilih.
Untuk mereka yang mempunyai potensi menang, saat perhitungan atau rekapitulasi suara yang bertingkat akan menjadi kesempatan untuk mengamankan suara. Dan disitulah tim bekerja, meskipun tidak secara massif sebagaimana dalam masa sosialisasi, kampanye dan pencoblosan. Mereka yang bekerja terutama yang mempunyai akses atau koneksi baik dengan pendana maupun pelaksana perhitungan suara.
Akses ini sudah dibangun jauh-jauh hari, saat dimana para penyelenggara dan pengawas pemilu mulai diseleksi. Itulah yang menerangkan kenapa dalam seleksi KPU misalnya selalu ada tarik ulur. Lembaga yang sebetulnya harus menjadi lembaga independen itu ternyata sulit untuk bebas dari kepentingan. Organisasi-organisasi besar selalu bermain dalam penentuan komisioner KPU. Tujuannya adalah untuk memback-up anggota mereka yang mencalonkan diri.
Penyelenggara pemilu baik di tingkat PPK, PPS dan TPS juga tak luput dari pengaruh para tim pemenangan yang biasanya disokong oleh organisasi tertentu. Di tingkatan inilah suara paling memungkinkan untuk dimainkan. Tak heran jika kemudian petugas PPK, PPS dan TPS sebagian juga termasuk dalam tim sukses. Berbagai akal-akalan bisa digunakan oleh mereka untuk menguntungkan partai atau kandidat tertentu.
Akrobat para tim pemenangan ini masih akan terus berlangsung. Rekapitulasi suara di tingkat KPU Propinsi baru akan dilaksanakan sekurangnya tanggal 23 April 2014. Dan segala kemungkinan bisa saja terjadi termasuk tertangkapnya para pelaku kecurangan karena tindakan yang sungguh sangat keterlaluan. Cerita tentang gedung yang dirusak, kotak suara yang disandera atau bahkan dibakar mungkin saja masih akan kita dengar. Dan apapun alasannya semua itu adalah kejahatan pemilu.
Pondok Wiraguna, 15 April 2014
@yustinus_esha