Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Catatan Paska Pencoblosan 05: Butuh Gandengan

13 April 2014   19:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:43 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada pepatah lawas mengatakan besar pasak daripada tiang, atau pepatah lain dalam bahasa Jawa yang berbunyi Cecak ngunthal Cagak. Pepatah yang mengungkap kegagalan-kegagalan fatal, dimana ada niat besar tapi sumber daya kecil, dimana sesuatu butuh tenaga atau upaya besar tapi yang ingin melakukannya loyo.

Kisah itu kini bisa dilihat dari para caleg yang gagal dan tidak bisa menerima kegagalannya sehingga butuh bantuan baik medis maupun non medis untuk menenangkan keguncangan jiwanya. Banyak caleg yang habis-habisan berjuang termasuk menjual segala macam harta dan kekayaan, lalu perolehan suaranya tidak cukup untuk duduk di kursi dewan terhormat, hingga berakhirlah menjadi melarat atau bahkan sampai terjerat hutang. Anak-anak alay, mungkin akan menyebut para caleg gatot (gagal total) sebagai orang yang gede rasa, kurang ngaca, karena jor-joran tanpa melihat kekuatan.

Di antara kisah yang memprihatinkan sekaligus menggelikan soal keguncangan jiwa dan ekonomi caleg gagal ada perbicangan lain yaitu soal pasangan presiden, siapa hendak bersanding dengan siapa. Perbincangan urusan gothak-gathuk itu menjadi menarik karena tidak ada satu partaipun yang berhasil lolos dari angka minimal dalam pemilu legislatif sehingga bisa mencalonkan pasangan presiden sendiri.

Padahal jauh-jauh hari sudah ada partai yang gencar mengiklankan pasangannya sendiri untuk maju dalam pilpres 2014.  Tapi lagi-lagi niat itu urung karena perolehan suaranya jauh dibawah harapan. Namun toh pasangan itu tidak gagal sendirian, calon-calon presiden yang sebelumnya sudah diumumkan atau digadang-gadang oleh partai lainnya juga tidak bisa melenggang sendiri untuk bertarung dalam pilpres 2014.

Maka ditengah kesibukan PPS dan kemudian PPK menghitung suara untuk menghasilkan angka-angka yang bisa menunjukkan siapa yang hendak duduk sebagai wakil rakyat dan wakil daerah, baik partai maupun para komentator dan konsultan politik mulai melempar-lempar isu soal siapa hendak mengandeng siapa. Ya, gandengan kemudian menjadi perbincangan yang maha penting.

Geliat untuk menjadikan gandengan siap melaju dalam pilpres 2014, juga mulai terasa. Ada pimpinan partai mulai mengunjungi partai lainnya, ada pimpinan partai mulai mengucapkan selamat pada pimpinan partai lainnya, meski hanya berdasar pada hitung-hitungan quick count yang tidak bisa dipakai sebagai patokan resmi.

Jadi urusan gandengan ini menjadi penting bukan hanya untuk partai yang hendak mengusung presiden maupun yang diajak untuk mendukungnya. Syukur-syukur juga dikasih jatah kursi wapresnya. Buat masyarakat pemilih juga penting, karena kalau gandengan itu terwujud maka masyarakat mulai bisa menghitung-hitung siapa yang hendak menjadi pilihan.

Dalam urusan pemilu presiden, pepatah membeli kucing dalam karung tak lagi berlaku, mereka yang digadang-gadang jadi presiden bukanlah orang yang tidak dikenal. Sebagian juga sudah berkeinginan jadi presiden dari pemilu yang lalu-lalu. Tercatat dalam deretan calon para jendral yang terus memegang teguh slogan berjuang sampai titik darah penghabisan.  Jadi biar kalah, tetap berani menunggu untuk kemudian bertarung lagi dalam kesempatan berikutnya. Sekali menjadi calon presiden maka akan terus menjadi calon hingga kemudian kursi kepresidenan diduduki.

Jadi buat mereka yang akan mengusung pasangan presiden dan calon presiden tantangannya bukan soal pengetahuan masyarakat, tetapi sejauh mana pasangan yang disandingkan mampu menarik hati masyarakat untuk memilih dibanding dengan pasangan calon yang lain. Dalam konteks ini maka pilihan siapa yang akan menjadi capres akan sangat menentukan keterpilihan.

Calon yang hingga hari ini dianggap paling meyakinkanpun akan bisa gagal jika salah gandengannya, tapi calon yang barangkali kurang meyakinkan atau bahkan sedikit ditolak publik mungkin bisa memberi perlawanan anda gandengannya meyakinkan.

Atas kenyataan buat saya membuahkan sedikit harapan dimana pasangan capres dan wapres yang kemudian terpilih nanti akan mempunyai kedudukan yang cukup seimbang. Wakil bukan hanya ban serep, tapi juga punya peran dan kekuatan yang bisa turut aktif membantu kerja-kerja presiden. Wakil presiden bukan membonceng presiden, melainkan gandengan, yang tanpa kehadirannya maka kerja-kerja presiden akan menjadi timpang.

Selamat mencari gandengan dan semoga bukan hanya untuk cinta satu malam.

Pondok Wiraguna, 12 April 2014
@yustinus_esha

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun