Jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan pemilu legislatif 2014 di berbagai media telah muncul iklan-iklan calon presiden. Mereka seolah berparade untuk bertarung dalam konvensi pemilihan calon presiden dari Partai Demokrat. Ada nama Dahlan Iskan, Irman Gusman, Anies Baswedan, Pramono Edi, Gita Wirjawan dan Dino Pati Djalal. Munculnya banyak calon presiden dikarenakan beberapa orang diantaranya diundang untuk turut serta, salah satunya adalah Harry Sinyo Sarundajang, Gubernur Sulawesi Utara.
Pada sisi lain ada tokoh yang merasa seharusnya ikut diundang namun ternyata surat tak kunjung datang. Kadung sudah basah maka sang tokoh itu akhirnya mengadakan konvensi tandingan yang disebut sebagai konvensi rakyat. Entah apa muara dari konvensi rakyat itu, karena andai muncul seorang calon presiden dari konvensi itu, maka akan lewat mana pencalonannya. Pemilu presiden berbeda dengan pemilu bupati atau walikota yang mengakomodir calon independen. Seseorang bisa maju menjadi peserta pemilu presiden apabila dicalonkan oleh partai atau gabungan partai yang mencapai perolehan suara 20% atau lebih di dalam pemilu legislatif.
Dengan terlaksananya pemilu legislatif 9 April 2014 dan prosentase perolehan suara partai dengan cepat diketahui melalui quick count perlahan-lahan nama-nama yang sebelumnya disebut-sebut atau bahkan menyebut diri sebagai calon presiden berguguran satu persatu.
Tidak ada pemenang mayoritas dalam pemilu legislatif, perolehan suara semua partai dibawah 20% suara dari keseluruhan pemilih. Dengan capaian itu maka tak ada satupun partai yang bisa mengusung dan mendukung calon presiden secara sendirian.
Calon presiden sudah mengerucut, lewat peluang yang harus dibangun melalui koalisi. Mereka yang kemungkinan bisa maju sebagai calon presiden adalah Joko Widodo, Prabowo Subianto dan Abu Rizal Bakrie. Di luar nama itu, meski wajahnya masih terpampang di baliho atau iklan-iklan televisi peluangnya amatlah kecil.
Pun dengan demikian, konvensi untuk capres dari salah satu partai kemudian menjadi hilang maknanya karena partai itu juga sulit untuk mengajak koalisi partai-partai lain guna mengusung calon presiden yang dihasilkan melalui konvensi. Dengan demikian konvensi calon presiden hanya akan menjadi bunga-bunga atau serba serbi pemilu saja. Mereka yang menang dalam konvensi ini tak akan secara otomatis bisa mendapat tiket masuk sebagai peserta pemilu presiden 2014.
Satu-satunya kemungkinan bagi mereka yang telah menyatakan diri akan menjadi calon presiden adalah menurunkan levelnya untuk menjadi calon wakil presiden dari partai yang kemungkinan besar akan mampu mengalang koalisi dengan partai lainnya. Namun ruang untuk menjadi calon wakil presiden juga mulai menyempit. Mengingat partai-partai yang mau diajak koalisi oleh partai yang mengusung calon presiden juga bakal membawa nama calon wakil presidennya sendiri.
Meski begitu kita patut berterima kasih atas niat dari Isran Noor, Dahlan Iskan, Irman Gusman, Anies Baswedan, Surya Paloh, Rhoma Irama, Farhat Abbas, Yusriel Isra Mahendra dan lain-lain yang telah mewarnai atmosfer politik menuju pemilu presiden 2014.
Jika banyak tokoh berani menyatakan niatnya menjadi calon presiden berarti kita sebagai bangsa tidak kekurangan sosok potensial untuk memimpin negeri ini. Mereka yang merasa pantas membaktikan diri untuk memimpin negeri ini, namun kemudian tak mungkin melangkah maju sebagai peserta pemilu presiden sebaiknya tetap membaktikan dirinya untuk negeri ini lewat kepemimpinan dalam bentuk yang lainnya. Dalam kapasitas mereka sebagai ‘orang besar’ untuk membuat perubahan yang mendatangkan kebaikan bagi masyarakat banyak tidak selalu harus ditempuh dengan cara menjadi presiden.
Pondok Wiraguna, 9 Mei 2014
@yustinus_esha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H