Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Gelombang Pergerakan Kopi Keempat?

25 Mei 2015   14:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:37 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Barista Reza Siap Beraksi

“Perkenalkan nama saya.....................Kali ini saya akan menyajikan kopi dengan teknik ................ adapun kopi yang saya gunakan adalah Malabar natural proses ....... ,”

Begitu kira-kira yang disampaikan oleh setiap Barista yang mengikuti kompetisi Manual Brewing yang diselenggarakandi Second Floor Caffee, Minggu, 24 Mei 2015. Di sela mempersiapkan alat dan bahan untuk menyeduh kopi, para Barista terus menyampaikan perihal pilihan teknik atau metode seduh, jenis dan karakter kopi yang dipilih, komposisi bubuk kopi dan air. Ada beberapa hal yang sifatnya umum, namun ada yang bersifat subyektif. Dan kombinasi antara hal obyektif dan subyektif itulah yang membedakan antara barista yang satu dengan yang lainnya.

Kompetisi seduh manual yang diikuti oleh 12 Barista ini menjadi penanda penting bagi dunia kopi di Samarinda. Cara menikmati kopi yang disajikan dengan teknik seduh manual adalah ciri dari gelombang pergerakan kopi yang ketiga.

Istilah gelombang pergerakan sendiri diperkenalkan oleh Trish Rothgeb. Konsep ini memperkenalkan pendekatan yang lebih dalam terhadap kopi sehingga lebih bisa memahami budaya minum kopi dan sejarahnya.

Gelombang pertama dimulai pasca perang dunia I ketika kopi instan membanjiri pasaran. Pada masa itu kopi ditempatkan sebagai komoditas konsumsi belaka bukan untuk dinikmati. Yang utama pada saat itu adalah kopi diproduksi massal dan dipasarkan secara luas dengan harga ditekan serendah mungkin. Yang terpenting konsumen dapat memperoleh kopi dengan mudah, menyeduh dengan cepat namun tidak rewel terhadap kualitas.

Gelombang kedua ditandai dengan berkembangnya kedai kopi semacam Starbuck. Gelombang kedua dimulai sekitar tahun 1960-an. Dan Starbuck adalah salah satu ikon dari gelombang pergerakan kopi kedua. Pada gelombang kedua ini diperkenalkan kopi speciality dengan mutu yang lebih bagus dari sebelumnya.

Starbuck sendiri memperkenalkan kopi dengan roasting dark. Sementara kopi yang digunakan adalah kopi jenis arabika, mengeser kopi robusta yang umumnya dipakai sebagai bahan kopi instan. Selain perubahan teknik dan pilihan biji kopi, gelombang kedua juga memperkenalkan berbagai istilah seperti latte, cappucino dan lain sebagainya. Namun secara umum gelombang kedua melahirkan berbagai minuman espresso.

Gelombang ketiga, meninggalkan kebiasaan gelombang kedua dimana kopi dihargai karena kandungan kafeinnya, untuk kemudian ditambah krim, syrup, susu dan lain sebagainya.Gelombang ketiga mengembalikan kopi pada identitasnya, kopi dinikmati sebagai kopi.

Kopi sebagaimana anggur adalah buah yang mempunyai karakteristik berbeda-beda, tergantung pada variabel yang dipunyainya. Kopi dari perkebunan yang sama pun bisa berbeda jika melalui proses paska panen yang beda dan disajikan oleh barista yang berbeda.

Ciri utama gelombang ketiga adalah apresiasi terhadap kopi, kita menikmati kopi bukan hanya dengan tahu jenis kopi dan dihasilkan dari mana, melainkan oleh siapa, diolah dengan cara apa, disangrai oleh siapa dan disajikan dengan cara apa. Gelas kopi ibarat kanvas seorang pelukis, penikmat kopi tidak saja mencari apa yang diinginkan melainkan juga berbincang soal bagaimana menghasilkan segelas kopi terbaik.

Ciri lain dari gelombang ketiga adalah derajad sanggrai. Kita umum menyebut kopi sebagai hitam, itu dikarenakan kita terbiasa mengkonsumsi kopi dengan derajad sanggrai tertinggi atau dark. Citarasa kopi pahit lebih karena gosong. Gelombang ketiga ditandai dengan derajad sanggrai light atau medium untuk mengeluarkan karakter rasa dari berbagai jenis kopi.

Namun gerlombang pergerakan kopi tidak selalu linear. Perkembangan konsumen kopi juga berbeda-beda. Dengan demikian ketiga gelombang itu masih saling beririsan atau bahkan sebagian sudah memasuki gelombang keempat yang entah seperti apa.

Namun pertumbuhan kedai kopi manual brewing di Samarinda dan kompetisi barista patut disyukuri karena membuktikan Samarinda tidak tertinggal dalam gelombang pergerakan kopi. Satu hal lagi yang mengembirakan ternyata yang menjadi juara dalam kompetisi barista ini bukanlah barista dari kedai kopi melainkan seorang pecinta kopi. Jadi bagi saya jangan-jangan Samarinda sudah memasuki gelombang keempat, dimana kopi terbaik bukan lagi disajikan secara publik di caffee atau kedai kopi melainkan secara private, di rumah.

14325373351460375681
14325373351460375681
Rifki Ramadhan Jawara Samarinda Barista ThrowDown 2015

Dan sebagai tim hore, saya hanya bisa mengatakan wow, ajib, mantap dan pertamax untuk Rifki Rhamadan. Dari dia saya pertama mendengar istilah gelombang ketiga dalam urusan kopi. Tapi kini di batin saya bisa mengatakan “Rifki, kita sudah memasuki gelombang pergerakan kopi yang keempat”.

@yustinus_esha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun