Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Catatan Pemilu Mas Romo 24: : #PemiluBahari

1 Februari 2014   13:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:15 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ingatan Mas Romo melayang ke masa puluhan tahun yang lampau ketika masih duduk di bangku SD. Waktu itu pemilu selalu saja dimenangi oleh partai tertentu, seolah partai lainnya hanya pelengkap penderita. Seingatnya kantor partai yang jumlahnya tak banyak, berdiri berjajar tak jauh dari kantor Bupati. Bangunnya sama bentuk dan besarnya yang membedakan hanyalah warna catnya.

Suasana menjelang pemilu saat itu berbeda jauh dengan yang terjadi pada saat ini. Tidak banyak baliho yang memasang wajah kandidat wakil rakyat. Ya, waktu itu yang dipilih adalah partai sehingga gambar yang terpasang adalah lambang partai. Karena yang dipilih adalah partai dan jumlah pesertanya tidak banyak maka kalau kampaye relatif ramai.

Meski belum ikut memilih, waktu itu Mas Romo kerap ikut menghadiri kampanye partai tertentu yang selalu memenangi pemilu. Kampanye adalah hiburan, ramai-ramai yang menyenangkan. Belum lagi juru kampanye yang didatangkan adalah orang-orang ternama yang kerap disebut dalam pelajaran di sekolah. Salah satu yang Mas Romo ingat adalah Sri Sultan Hamengkubuana IX, sosok yang sangat dihormati oleh warga di tempat Mas Romo tinggal.

Saat itu belum dikenal istilah pemantau, bahkan sepanjang ingatan Mas Romo sewaktu kecil tak pernah sekalipun mendekati yang namanya TPS. Urusan pemilu adalah urusan orang dewasa begitu pikiran Mas Romo waktu itu.

Ketika tiba saatnya bagi Mas Romo untuk ikut memilih, hak itu justru tak digunakan. Mas Romo memilih untuk tinggal diam di rumah, tidak pergi ke TPS meski diingatkan oleh KPPS. Waktu itu sebagai orang muda, Mas Romo mau menunjukkan sikap untuk melawan regim yang tidak demokratis meski secara rutin menggelar pemilu.

Bapak dan ibu Mas Romo yang adalah PNS selalu uring-uringan. Mereka khawatir kalau sikap Mas Romo bakal membawa efek buruk pada keberadaan mereka sebagai pegawai negeri. Semua orang waktu itu tahu bahwa pegawai negeri tidak boleh ikut partai,namun mesti memilih golongan, yang menyebut diri bukan partai tapi ikut pemilu.

“Yang membuat kamu bisa makandan sekolah itu siapa?” begitu tanya orang tua Mas Romo yang tidak berniat mendapat jawaban. Pertanyaan itu hanya sebuah peringatan pada Mas Romo, bahwa pemerintahlah yang memberi jatah beras dan sekolah yang SPP-nya tidak mahal.

Ya, semua yang berbau kemajuan selalu diklaim sebagai hasil kerja keras dari pemegang pemerintahan waktu itu. Padahal kemampuan untuk membangun bukan karena yang mengendalikan pemerintah adalah orang pintar, melainkan karena Indonesia saat itu mendapat rejeki yang luar biasa dari kekayaan alam berupa minyak bumi. Dari minyak itulah pemerintah membagi sedikit pendapatannya untuk menyenangkan rakyat dengan berbagai bantuan.

“Jaman memang telah berubah” begitu guman Mas Romo.

“Jaman apa Mas?” tanya kawan yang heran karena tiba-tiba Mas Romo nyeletuk tanpa ketahuan ujung pangkalnya.

Mas Romo hanya tersenyum sesaatsetelah sadarbahwa dirinya hanyut dalam kenangan masa lalu.

“Saya ingat pemilu pada masa kecil dulu, berbeda jauh dengan yang terjadi saat ini” jawab Mas Romo singkat.

“Wah, masih kepenak jaman itu ya mas bro” ujar kawan Mas Romo menirukan kalimat yang sekarang banyak ditemui di bak truk atau baliho.

“Wah, kalau soal itu saya nggak tahu ... tapi yang jelas waktu itu nggak banyak yang bilangwani piro” sahut Mas Romo.

Kawan Mas Romo hanya tertawa mendengar jawaban Mas Romo. Ya, wani piro kini banyak diucapkan oleh orang dari Sabang hingga Merauke, saat ada kandidat peserta pemilu datang menemui untuk meminta dukungan.

Pondok Wiraguna, 27 Januari 2014

@yustinus_esha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun