Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Penjaga Cendrawasih Bukit Yanpapir

18 Mei 2014   23:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:23 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Saya tak terlalu peduli pada dana otsus, respek, pnpm dan lain-lain. Saya kumpul uang sedikit demi sedikit untuk membangun usaha sendiri. Begitu kalau mau maju, tak boleh tergantung pada bantuan”.

Om Genes, begitu panggilan akrab laki laki bernama lengkap Orgenes Dimara, warga Saporkrenyang dikenal sebagai pemilik lokasi pengamatan burung Cendrawasih di bukit Yanpapir. Sudah sekitar dua tahun Om Genes menyediakan jasa mengantar wisatawan yangtertarik untuk menyaksikan burung Cendrawasih, burung khas Papua yang cantik itu.

Dengan bantuan Acho, sopir mobil sewaan yangmengantar saya dan teman-teman ke penginapan, Om Genes dihubungi untuk membuat janji. Om Genes setuju untuk mengantar kami besok paginya dengan mengutip tarif Rp. 150.000 per kepala. “Baik bapak, besok pagi saya tunggu di jalan buntu” sahut Om Genes ketika saya meneleponnya untuk memastikan kesediaannya.

Dengan diantar oleh Acho, pagi-pagi sekali kami meninggalkan penginapan menyusuri jalan aspal yang berakhir di Tanjung Komasasi. Tempat di ujung Kampung Sapokren itu yang semalam disebut oleh Om Genes sebagai jalan buntu. Hari masih gelap ketika kami sampai di ujung penghabisan jalan, begitu turun dari mobil dari kejauhan muncul sinar senteryang berjalan mendekat.Om Genes telah menunggu kami yang datang agak terlambatdari waktu yang dijanjikan.

Setelah berbasa-basi sejenak, Om Genes langsung mengajak kami untuk mulai berjalan, menapaki jalan tanah mendaki bukit Yanpapir.Nampakbenar langkah Om Genes terlihat ringan menapakijalan setapak yang terkadang sangat menanjak. Untuk yang tidak terbiasa menaiki bukit Yanpapir, kaki akan terasa berat untuk diayun. Lamat-lamat sinar mentari mulai kelihatan, suasananya sungguh menyegarkan, selain hijau dedaunan, tapak kaki menyusuri urat bukit diiringi dengan riuh suara burung bersahut-sahutan, seperti konser musik riang di pagi hari.

Meski lembab namun keringat tetap mengucur deras, beruntung di beberapa tanjakan yang tinggi, Om Genes telah memasang batang kayu kecil yang bisa dipakai sebagai pegangan. Untuk membantu jejakan agar semakin kuat, sebelum berjalan Om Genes juga memberikan sebatang kayu kecil, sebagai alat bantu layaknya tongkat para pendaki gunung.

Sinar mentari mulai menembus ranting dan dedaunan, hari semakin terang. Langkah Om Genes semakin pelan dan kemudian terhenti. Tangannya menunjuk ke arah puncak pohon, sambil memberi kode untuk mendekat agar pandangan bisa tertuju pada burung yang bertengger di ketinggian. Om Genes kemudian mengeluarkan binocular-nya, mengarahkan pada burung di kejauhan sana. Dan kemudian menyodorkan kepada kita agar bisa menikmati sosok burung di kejauhan agar terlihat jelas.

Setelah beberapa saat, Om Genes mengajak untuk berpindah ke lokasi lainnya. Kali ini dari ketinggian, Om Genes mengarahkan pandangan ke pucuk pohon besar. Terlihat lebih jelas ada dua burung, jantan dan betina. “Itu yang jantan, sedang bermain-main” kata Om Genes. Burung Cendrawasih jantan memang senang bermain-main dan menari-nari untuk menarik perhatian burung betina. Bulunya yang indah dipamerkan kepada burung betina agar mau dikawininya.

Karena bergerak kesana kemari, maka terkadang burung Cendrawasih tidak terlihat karena terhalang oleh dahan, ranting atau rimbun dedaunan. Sehingga untuk terus menyaksikannya perlu berkali-kali merubah posisi agar mendapat ruang pandang yang terbaik.

Sajian tarian burung Cendrawasih tidak berlangsung lama. Kedua burung itu terbang meninggalkan pohon tempat mereka bermain untuk pergi mencari makan. Dan selesailah pertunjukan tari-tarian Cendrawasih jantan yang memamerkan bulu-bulu indahnya. Namun jangan khawatir masih ada burung-burung jenis lain yang berterbangan dan kemudian singgah sejenak bertengger di dahan dan ranting pepohonan. Ada banyak burung sejenis Betet dan burung Nuri Putih dengan jambul kuning yang terbang bergerombol sambil berkoak-koak, ramai sekali.

Om Genes kemudian mengajak untuk pulang, mengakhiri sesi pengamatan burung. Kali ini jalan yang dilalui menurun semua, sehingga badan mesti menahan beban. Disepanjang jalan, Om Genes menerangkan beberapa jenis buah dan biji-bijian yang ditemui yang merupakan makanan dari burung-burung di bukit Yanpapir.

Pada sisi bukit yang menghadap ke laut, Om Genes mengajak berhenti dan menunjuk pos pengamatan, semacam panggung yang cukup tinggi disela batang pohon. “Silahkan naik” kata Om Genes menyilakan untuk menapaki tangga yang dibuat dari batang pohon. Dari atas panggung yang cukup untuk satu orang berdiri itu, terlihat pemandangan Teluk Kabui dan jajaran pulau di sekelilingnya. Pemandangan ke arah laut sesekali dihiasi oleh burung-burung yang terbang melintas sambil bersiul.

Di tempat itu, Om Genes berniat membangun pondok kecil agar tamunya bisa beristirahat menikmati pemandangan laut dari atas bukit. Di beberapa pohon yang ada di tempat itu, Om Genes menghiasinya dengan tanaman anggrek yang banyak ditemukan di bukit Yanpapir.

Tak lama kemudian Om Genes mengeluarkan buku tamu agar diisi. Buku tamu itu telah mencatat kurang lebih 800 orang mengunjungi bukit Yanpapir selama 2 tahun. Jadi kalau dirata-rata sekurangnya satu orang setiap hari. “Ini kaos, orang UGM”, kata Om Genes sambil memegang kaos putih yang telah berwarna coklat kehitaman diikat di pohon. “Dia meninggalkan kaos disini agar bisa kembali lagi kesini” sambung Om Genes sambil tersenyum.

Tak lupa Om Genes menunjukkan majalah Trubus yang berisi reportase tentang burung Cendrawasih dengan penuh bangga. Nampaknya majalah itu selalu menyertai Om Genes kala menemani tamunya pergi mengamati burung di bukit Yanpapir.

Handphone Om Genes berdering. “Sopir sudah sampai di jalan buntu”, kata Om Genes. Dan kami bergegas, namun sebelum sampai ke jalan buntu, Om Genes mengajak mampir sejenak ke Homestay yang hampir diselesaikannya. Homestay terdiri atas dua kamar dengan beranda yang agak luas dan berdiri di tepi pantai. Jika air surut di sekitar homestay itu akan terlihat aliran air setengah tawar keluar dari sela-sela bebatuan. Tak jauh dari Homestay yang dinamai Mandose itu ada juga gua yang cukup besar di dinding bukit karang.

Ketika hendak berpamitan pulang, Om Genes menitipkan pesan agar dibantu memperkenalkan wisata Bird Watching-nya. Dan tentu saja saya mengiyakan sebab sosok semacam Om Genes perlu didukung untuk menjaga Cendrawasih, burung surga yang karena keindahannya terus terancam oleh tangan-tangan kotor yang ingin menjadikannya sebagai hiasan. Inisiatif Om Genes juga perlu didukung sebagai bagian dari usaha pariwisata yang berbasis masyarakat lokal. Di banyak tempat atau bahkan di Raja Ampat sebagian besar masyarakatnya tidak memperoleh keuntungan dari kemahsyuran Raja Ampat dan jika dibiarkan dalam waktu ke depan akan menjadi bahaya yang mengancam keberlanjutan wisata di sana.

Terakhir tentu saja kita patut bersyukur akan keberadaan Om Genes dan juga beberapa orang lainnya yang membuktikan bahwa keindahan Raja Ampat bukanlah di lautan saja. Jadi untuk siapapun saja yang tak doyan atau tidak bisa snorkel atau diving tidak perlu mengurungkan niat dan langkah untuk pergi ke Raja Ampat. Sebab tak jauh dari Waisai, Ibukota Raja Ampat ada Om Genes yang siap mengantarkan anda untuk menyaksikan titisan dewi dari surga.

Pondok Wiraguna, 18 Mei 2014

@yustinus_esha

14010812771665480211
14010812771665480211

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun