Mohon tunggu...
Yustinus Sapto Hardjanto
Yustinus Sapto Hardjanto Mohon Tunggu... lainnya -

Pekerja akar rumput, gemar menulis dan mendokumentasikan berbagai peristiwa dengan kamera video. Pembelajar di Universitas Gang 11 (UNGGAS)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memes: Lelucon dan Ironi Pilpres 2014

3 Juli 2014   18:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:39 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam perbincangan disela sebuah pertemuan, seorang teman mengungkapkan keprihatinannya terhadap dinamika yang terjadi menjelang pilpres 2014. Teman yang termasuk eksponen gerakan mahasiswa pada tahun 1998 itu mengatakan bahwa “kita akan tetap memilih, namun dalam keprihatinan”.  Kemudian teman itu menanyakan tanda apa yang bisa dipakai untuk menunjukkan bahwa kita memilih dalam keprihatinan.

Saat itu saya tidak bisa menjawab, namun ide memilih dalam keprihatinan itu tertanam dalam benak. Tanpa direncanakan sebelumnya saat berselancar di internet kemudian saya menemukan sebuah hastag #selfiefingerproject. Hastag ini menurut saya mampu menerjemahkan keinginan teman saya soal tanda yang menyatakan keprihatinan. Seorang teman yang lain kemudian mengupload gambar jempol terbalik dengan ujung berwarna ungu.

Untuk mereka yang menghabiskan banyak waktu beraktivitas dengan media sosial akan sangat mudah menemukan betapa pemilu presiden 2014 menghasilkan banyak memes atau ide yang menyebar luas dari “mulut ke mulut” di media sosial. Bentuknya macam-macam namun terutama lelucon dan ironi dalam bentuk gambar.

Misalnya saja saat pencalonan Jokowi oleh PDIP, yang dipandang tidak lebih dari ‘amanat’ Megawati kepada Jokowi, banyak beredar gambar Jokowi berada dalam gendongan Megawati dengan memakai dot. Jokowi digambarkan sebagai anak kecil yang hanya disuruh-suruh oleh Megawati.

Gambar lelucon lain adalah sindiran terhadap Prabowo yang jomblo. Muncul gambar sepasang pengantin di mana Prabowo adalah pengantin laki-laki sementara Fadli Zon adalah pengantin perempuannya. Entah apa maksudnya tapi jelas ini hendak menyuburkan rumor seolah-olah kedekatan Prabowo dan Fadli Zon bukan urusan politik semata.

Untuk menyindir Jokowi yang memang gemar blusukan, ada seseorang yang meng-upload gambar seorang lelaki yang berendam di sungai yang penuh dengan sampah, gambar itu diberi caption “Kalo mau blusukan yang bener, berani kayak gini nggak?”.

Lelucon tidak selalu dalam bentuk gambar melainkan juga teks atau cerita lucu. Semisal cerita tentang capres yang berkunjung ke rumah sakit jiwa. Sang capres begitu bangga ketika banyak pasien mengacungkan jari sesuai dengan nomor urut sang capres. Sang capres menanyakan kepada direktur RSJ, apakah para pasien itu disuruh mengacungkan jarinya? Sang direktur menjawab tidak, itu ekspresi mereka sendiri.  Kemudian saat sang capres berjalan menyusuri kompleks RSJ bersama direktur, tak lama kemudian dia menemukan segerombolan orang mengacungkan jari dengan jumlah nomor urut lawannya. Kemudian sang capres bertanya, kenapa orang-orang ini mengacungkan jari berbeda dengan pasien lainnya. Sang direktur menjawab, bahwa yang tadi mengacungkan jari sesuai nomor urut sang capres adalah pasien yang belum sembuh, sementara segerombolan yang baru ditemui tadi adalah pasien yang sudah sembuh.

Cerita semacam ini tentu saja bukan sekedar olok-olok yang lucu namun juga mengandung pesan, bahwa siapa pun yang memilih capres yang tengah berkunjung ke RSJ itu adalah orang gila. Sementara yang memilih capres yang lainnya adalah orang waras.

Kita boleh saja terbahak atau tersenyum kecut dengan semua olok-olok yang kemudian menyebar secara meluas di sosial media. Dan sekali lagi para pembuat olok-olok ini banyak juga yang serius mengerjakannya. Bentuk iklan atau grafis tidak kalah dengan iklan-iklan yang beredar di media mainstream.

Bagi mereka yang tidak terkait secara emosional dengan para capres barangkali olok-olok semacam itu akan mengembirakan atau sekurang-kurangnya bisa menjadi hiburan tersendiri. Namun bagi para penggemar calon presiden yang fanatik bisa jadi olok-olok semacam itu akan meningkatkan tekanan darah di kepalanya. Apa yang bagi orang lain bisa mengerakkan bibir untuk tersenyum, untuknya akan membuat kepala berasap.

Saya tentu tidak berharap, memes (gambar atau cerita lelucon) yang beredar di media sosial akan membuat situasi politik semakin memanas dan berujung pada konflik manifest antar pendukung. Semoga apa yang beredar di media sosial menunjukkan semakin banyak netizen, aktivis informasi yang kreatif menghasilkan karya karikatural semacam Om Pasikom karya GM Sudharta yang termahsyur lewat harian Kompas. Semoga olok-olok itu tidak ditujukan untuk menistakan melainkan sebagai bentuk pandangan kritis atas fenomena politik yang terjadi pada tempat dan waktu hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun