Mohon tunggu...
Yustinus pstty
Yustinus pstty Mohon Tunggu... Relawan - Organisasi massa

Membangun komunitas

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Antara Hati dan Pikiran, Sebuah Krisis yang Lahir dari Politik Identitas

10 Maret 2019   07:55 Diperbarui: 10 Maret 2019   08:20 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Perjuangan menuju kekuasaan seperti memperebutkan sebilah pisau, jika yang memperebutkan seorang juru masak, tentu dapat diduga tujuan keduanya kira-kira ketika juru masak memegang pisau tentunya bertujuan akan membuat makanan yang enak! 

Bagaimana jika yang memperebutkannya seorang anggota keamanan dengan seorang perampok?  Prediksi yang munkin muncul  tentunya akan ada perkelahian hebat! Secara emosional kitapun terlibat berharap si perampok itulah yang kalah. Dalam teori krumunan banalitas sesaat dapat terjadi, munculnya tidakan brutal tanpa nalar dan hati. 

koki, petugas keamanan dan perampok, adalah metafora yang saya gunakan sebagai gambaran "identitas". Sayangnya dalam politik identitas pada pilpres 2019 buka metafora dua juru masak yang memperebutkan sebilah pisau untuk menyajikan makanan yang enak bagi negeri ini. Gambaran identitas yang dibangjn adalah perwbutan pisau antara si jahat dan si baik. 

Politik identitas seperti ini adalah gambaran masyarakat yang terpetakan lalu menjelma dalam metode politik praktis untuk mendulang suara. Semangat seperti memang menjadi kompetisi dan kontestasi yang meresahkan dan berpotensi menimbulkan gesekan pada arus bawah.

Emosi massa terbakar, kebencian kepada sesuatu yang dianggap "evil" bagi sebagaian masyarakat layak direspon dengan tindakan yang tidak perlu ada dalam mekanisme hukum.

Lalu siapa si Jahat dan si baik dalam kontestasi pilpres 2019? Tafsir, merebut tafsir dan mengabsolutkan tafsir telah mengkristal dalam dua kubu. Namun dalam tafsiran saya kontra multikultur dan afiliasi dengan gerakan primodialisme dan sektarian itulah si Jahat.

Afiliasi dengan kelompok radikal, bingkai negara kesatuan dengan semangat berbeda tapi satu diganggu bagi saya itulah yang si buruk atau si jahat! Hal ini menjadi indikator tegas bagi saya, jika afiklasi yang dibangun hanya untuk 5 tahun berkuasa mengabaikan sendi dasar kehidupan bernegara kontestasi pilpres yang dibangun hanya menggunakan logika dan strategi semata namun mengabaikan hati.... semoga dalam suasana seperti ini sebagai sebagai pemilih yang baik tetap jaga hati dan pikiran lakukukan perjuangan dalam koridor hukum... salam perjuangan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun