Wacana elektrifikasi, yaitu pengoperasian KRL (Kereta Rel Listrik) di Daop 6 sebenarnya sudah lama bergulir (sejak 2014). Namun hingga menginjak pertengahan tahun 2017 ini belum ada tanda-tanda lagi keberlanjutannya, meski beberapa sarana sudah disediakan (tiang LAA di Stasiun Jebres Solo). Mengapa elektrifikasi? KRL dinilai lebih efektif daripada Kereta Rel Diesel (KRD) biasa. KRL memiliki keunggulan di kecepatan dan kapasitas. Selain itu pengoperasian KRL dianggap lebih hemat dibandingkan kereta rel diesel (KRD).
Kementrian Perhubungan menilai, bahwa jalur Yogyakarta dan Solo dinilai berpotensi dikembangkan menjadi jalur KRL karena pergerakan komuter yang cukup tinggi pada lintas tersebut dan frekuensi di sana cukup banyak. Saat ini, jalur ini dilayani KRD Prambanan Ekspres (Prameks) dengan jumlah trip yang belum optimal, belum sesuai dengan kebutuhan konsumen/penumpang.
Selain jumlah trip KA Prameks , penumpang juga mengeluhkan frekuensi kedatangan-keberangkatan KA Prameks. Saat ini, rata-rata waktu tunggu berkisar 1 jam, artinya, bila kita tertinggal kereta yang sedianya kita naiki, maka kita perlu menunggu sekitar 1,5 jam untuk menumpang kereta berikutnya. Kondisi seperti ini akan memperparah keterlambatan penumpang terutama bila mereka ini merupakan pekerja atau mahasiswa. Lebih tidak logis lagi, bahwa waktu tempuh dari Yogyakarta ke Solo atau sebaliknya hanya 60 menit. Maka diperlukan terobosan untuk perkeretaapian di Daop 6 meningat animo penumpang selalu naik. Dari tahun ke tahun, jumlah penumpang KA Prameks semakin meningkat. Saat ini rata-rata penumpang sekitar 3.500 orang/hari dan pada hari Minggu atau liburan mencapai 5.000 penumpang. Terlebih lagi, sejak mendapat PSO, kini tarif KA Prameks makin murah, hanya Rp.8.000,- per trip. Ini jauh lebih murah 40% dibandingkan dengan menumpang bus AKAP.
Dalam sepekan ini, terjadi 2 insiden KA Prameks yang dinilai bisa mengganggu keberlanjutan pengoperasian KA Prameks di masa depan. Insiden yang pertama terjadi pada hari Sabtu, 3 Juni 2017 kemarin, setelah KA Prameks menabrak truk boks di perlintasan tanpa pintu di dekat stasiun Brambanan. KRD Prameks ini mengalami kerusakan cukup parah sehingga harus mendapatkan perbaikan di Balai Yasa Pengok Yogyakarta, dalam waktu yang tidak sebentar. Insiden kedua terjadi hari Rabu, 7 Juni kemarin dimana rangkaian KRD Arjuno Ekspress (eks KA Madiun Jaya yang diperbantukan di Daop 6) mengeluarkan asap dari bagian mesinnya dan berhenti lama di dekat Stasiun Brambanan. Insiden ini menyebabkan ratusan penumpang dioper ke kereta selanjutnya agar tidak terlantar.
Berdasar fakta-fakta diatas, kini kebutuhan pengoperasian KRL makin mendesak dilakukan di Daop 6, dan sudah saatnya pemerintah, baik pusat maupun daerah memberikan perhatian serius terhadap angkutan berbasis rel ini. Memang dipahami bersama bahwa ada keterbatasan anggaran, tapi mestinya bila di"sengkuyung" bersama, maka bukan tidak mungkin persoalan ini bisa diselesaikan. Pemerintah daerah, terutama yang dilintasi KA Prameks, mestinya juga memberikan perhatian untuk KA Prameks ini mengingat kereta sudah menjadi andalan bagi warga di daerah-daerah tersebut. Dengan demikian, kereta sebagai solusi transportasi massal masa depan segera mendapat "tempat", demi mengurangi kepadatan kendaraan di jalan raya dan mengurangi resiko kecelakaan.
Salam pramekers
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H