[caption id="attachment_314926" align="aligncenter" width="672" caption="Jadwal KA Lokal di Daop VI (koleksi pribadi)"][/caption]
Saka nyepur dadi sedulur.....(bermula dari berkereta, kita menjadi saudara)
Jargon itulah yang selama ini diyakini oleh kami-kami yang tergabung dalam komunitas pelaju di Daop VI (Yogyakarta-Solo dan sekitarnya), baik yang dari Kutoarjo, Yogyakarta maupun Solo. Kesamaan nasib harus menempuh perjalanan kerja, sekolah, kuliah dan sebagainya, telah merekatkan kami hingga menjadi saudara, karena nyaris setiap hari, kita selalu bertemu dengan orang-orang yang sama. Kedekatan emosional seperti ini membawa keuntungan tersendiri bagi kami : informasi keterlambatan atau macetnya kereta, perubahan jadwal, perubahan tarif dan sebagainya dengan mudah tersebar melalui komunitas kami ini. Pun kami berkeyakinan, keberadaan kelompok-kelompok komunitas ini, akan memudahkan otoritas Daop VI dalam menyusun kebijakan kereta di tingkat lokal, karena jumlah kami yang cukup banyak, aksesibel dan loyal dalam menggunakan kereta.
Tapi nampaknya, keyakinan kami sebagai penumpang loyal, dalam hal penyusunan jadwal saja pun, harus jauh panggang dari api. Memang pembuatan jadwal harus disesuaikan Gapeka (Grafik perjalanan kereta) dan harus mendapatkan persetujuan dari otoritas pusat. Dan bukankah jadwal bekerja serta statistik (data) jumlah penumpang diketahui betul oleh Daop VI? Lantas, yang menimbulkan pertanyaan, mengapa jadwal perjalanan justru "tidak ramah" dengan pelanggan kereta?
Dahulu, sebelum ada kecelakaan kereta di perlintasan Kalasan bulan Oktober tahun 2012, jadwal kereta cukup mengakomodasi pelaju. Setelah jadwal kereta pagi yang berangkat kurang lebih setengah enam dari Yogyakarta, lalu ada kereta trip kedua yang diberangkatkan pukul 06.45. Bagi kami, jadwal trip ini betul-betul pas, jika perlu berangkat pagi, ya gampang dan seterusnya, bila ingin berangkat selanjutnya, juga belum terlalu kesiangan, karena umumnya, jam kerja kantor adalah jam 8 pagi, sehingga sudah diperhitungkan dengan baik, karena waktu tempuh Yogyakarta-Solo tidak lebih dari 1 jam perjalanan.
Tapi bila menyimak jadwal perjalanan kereta lokal diatas, bisa diamati, bahwa trip kereta paling pagi dari Yogyakarta Tugu adalah KA Sriwedari AC bernomor kereta 208 yang berangkat 05.25 pagi. Baru ada lagi trip berikutnya adalah kereta Sriwedari 210A yang berangkat pukul 08.00. Disinilah penyebab ketidaknyamanan itu. Jadwal kereta 06.45 dari Yogyakarta tiba-tiba dihilangkan pasca kecelakaan itu. Lucunya, ketika disusun jadwal baru, tidak disesuaikan lagi dengan waktu-waktu keberangkatan para pelaju itu. Jam 08.00 sudah terlalu siang, karena kereta tiba di Solo sudah jam 09.00. Rangkaian kereta yang digunakan untuk jam ini adalah rangkaian KA ARS (Airpot Railing Service) yang dulunya digunakan di Bandara Kualanamu, Medan. Rangkaian yang didominasi warna biru ini juga paling sering bermasalah : pendingin ruangan tidak berfungsi! Indikator suhu di dalam kereta pernah menunjukkan angka 37 C, panas sekali, sementara jendela didalam rangkain ini adalah model paten yang tidak bisa dibuka!
[caption id="attachment_314936" align="aligncenter" width="480" caption="Rangkaian KA Sriwedari ARS, eks Bandara Kualanamu Medan. Kereta bertarif 20 ribu per trip ini sering bermasalah dengan pendingin ruangannya (foto : Dhannie Setiawan)"]
Bahkan saat ini, rangkaian kereta ARS ini, sejak libur Lebaran tidak beroperasi, dan beberapa pekan lalu masuk ke Balai Yasa Yogyakarta untuk perbaikan dan belum ada kejelasan, sampai kapan bisa beroperasi kembali. Sebagai penggantinya, tersedia KRD eks Jepang yang karena juga sudah uzur, jadwal perjalanan kereta ini sering sekali mendadak dibatalkan.
Akhirnya, jadwal kereta menjadi amburadul. Setelah kereta paling awal, baru ada lagi perjalanan ke Solo pada pukul 09.15.....! Alamak, ini betul-betul bukan jam pekerja lagi...! Saat-saat ini adalah masa-masa sulit bagi pekerja yang harus melaju dari Yogyakarta ke Solo. Beberapa teman bahkan memilih berpindah tempat kerja, terutama yang kantornya memiliki cabang di Yogyakarta. Mengandalkan perjalanan dengan berkereta, saat ini susah, sementara, menumpang bus AKAP juga tidak mudah dan butuh waktu perjalanan yang lebih lama (Yogyakarta-Solo bisa mencapai 2 jam) sehingga melelahkan dan bukan pilihan. Tarif kereta saat ini juga mahal, 20 ribu per tripnya, jadi dalam sehari, untuk PP Yogya-Solo minimal 40 ribu. Kadang pun tetap kita jalani demi kemewahan waktu tempuhnya.
[caption id="attachment_314947" align="aligncenter" width="240" caption="Sticker "]
Jika diluar sana, ada Komunitas Edan Sepur, sebuah komunitas yang memiliki minat dan kecintaan terhadap kereta, maka bisa saja, kami yang tergabung dalam komunitas pelaju Yogyakarta-Solo-Kutoarjo ini mencanangkan diri sebagai komunitas yang jadi edan karena sepur.......D: