Mohon tunggu...
yustha tt
yustha tt Mohon Tunggu... -

m just nothing....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Veronica Decided to Die *)

21 April 2010   09:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:40 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ve memegang botol kecil berisi cairan anti nyamuk di tangan kiri. Di tangan kanannya handphone miliknya. Dikenangnya kisah bersama Jo, kekasihnya (atau yang ia sebut kekasih), dengan membaca sms-sms yang masih tersimpan. Beberapa waktu lalu Jo telah menghapus semua sms yang dia kirim ke Ve di kotak masuk handphone Ve. Ve tidak bisa mencegah. Hanya sempat berkata: "Jangan mas!". Untunglah Ve menyimpan sms-sms yang ia kirim untuk Jo. Dibacanya satu per satu. Dari situ dia mengenang kejadian saat sms itu dikirim, perasaan saat itu, dan kedekatan mereka berdua. Ada bahagia, ada sedih, ada marah, ada kecewa, ada gelisah, semuanya pernah ada dalam hidup mereka berdua.

Mata Ve bengkak, dan air matanya masih mengalir. Dengan terisak Ve mengetik SMS untuk Jo, SMS terakhirku, pikir Ve saat itu. Ve ingin berpamitan pada Jo. Ve merasa hidupnya telah lengkap bersama Jo. Tapi saat Jo pergi dan tak ada kesempatan untuk kembali, Ve merasa tak ada lagi yang ia inginkan dalam hidup ini. Maka hidup hanya akan berjalan dengan sangat membosankan. Hari-hari akan selalu sama. Pagi, siang, sore, malam, gelap, lalu pagi lagi, begitu seterusnya. Tidak ada lagi yang Ve harapkan. Apa gunanya hidup jika tak ada lagi keinginan, tak ada lagi harapan??? Harapan Ve adalah membangun keluarga, punya anak-anak yang lucu dan cerdas, menikmati hari tua bersama suami dan anak-anak yang memperhatikan dia di usianya yang renta. Dan semua itu ia harapkan bersama Jo, lelaki yang selama ini selalu ada di sisinya, menemaninya, meskipun ternyata tak pernah mencintainya. Kenyataan itu membuat Ve sakit, sedih, dan tak punya semangat hidup lagi.

Ve ingin menyelesaikan hidupnya saja. Menyelesaikan peran yang Dalang berikan untuk dilakoninya di dunia ini. Ve ingin berhenti di sini, dan sang Dalang pasti punya skenario lain setelah pelaku peran memutuskan untuk keluar dari perannya. Jalan ceritanya mungkin berbeda, tapi pasti tetap dapat berjalan dengan indah. Pemain-pemain lain mungkin akan kehilangan, tapi pasti tidak lama karna jalan ceritanya bisa diatur selama dalam perjalanan... Ve memutuskan 'berhenti' hidup. Sang Dalang mungkin akan marah. Tapi Ve sudah sering membuat-Nya marah, dan ini akan jadi kesalahannya yang terakhir yang membuat sang Dalang marah. Ve merasa tenang dan merasa dapat persetujuan dari pemahamannya itu. Ve tinggal menenggak saja cairan di tangan kirinya itu. Mungkin akan sakit sebentar, tapi setelah itu tidak akan terasa apa-apa, hanya gelap, melayang, hilang...

Alasan apa yang akan kuberikan kepada keluargaku, kawan-kawanku, tetangga, dan orang-orang di sekitarku. Ve menghentikan niatnya. Banyak kemungkinan gagal jika sebuah niat diberi kesempatan untuk berpikir ulang. Ve mengambil novel karya Paulo Coelho "Veronica Decided to Die". Gadis di novel itu namanya sama dengan dirinya. Veronica dalam novel itu mengakhiri hidupnya dengan meminum racun. Alasannya karna dia telah merasakan semua yang bisa dirasakan dalam hidup. Dan dia ingin berhenti hidup jika hidup ini hanya sama dari hari ke hari. Dia telah tau rasanya bahagia, rasanya sedih, gelisah, ditinggalkan, mencintai, dicintai, hidup bersama lelaki, menghabiskan malam sendiri, dan semua yang ia ingin rasakan sudah dirasakannya. Karna itu veronica dalam novel itu memutuskan mati. Tidak ada masalah apapun yang mendasari keputusannya. Hanya bosan, itu saja. Tapi veronica mencari-cari alasan, dan akhirnya ia temukan satu alasan yang sangat tidak masuk akal untuk menjadikannya dasar mengakhiri hidup: menginginkan slovenia, tempatnya hidup tercatat dalam peta. Haih...sungguh tidak bisa diterima akal. Lalu apa alasanku? Ve masih belum menemukan. Sangat tidak prestise mengakhiri hidup karna tidak sanggup ditinggalkan kekasih. Tapi memang bukan itu masalahnya. Ve sudah tidak punya harapan... Itu alasannya....

Handphone berbunyi. Telepon dari Jo. Hanya menegaskan lagi bahwa tidak ada yang bisa kembali. Semua yang sudah terjadi tidak bisa lagi kembali, juga saat ini. Ve sangat lelah. Lelah menangis semalaman. Menerima telepon dari Jo dengan sangat lelah. Ve tidak mendengar lagi kata-kata terakhir Jo. Ve rebah... Tangan kirinya masih memegang botol berisi cairan anti nyamuk yang tinggal berisi sepertiganya, tangan kanannya terlipat dekat telinga dengan handphone tergeletak di dekatnya. Novel Paulo Coelho tertelungkup di perutnya. Ve merasa gelap.. Lalu hilang... Dan bermimpi bertemu Tuhan, sang Dalang kehidupan.....

*) pinjem judulnya ya Om Paulo Coelho... :)

[Jogja, 1 Agustus 2008]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun