“The struggle for the summit itself, is enough to fill the human heart; one must imagine Sisyphus happy.”
Dalam perspektif saya pribadi, perluasan dari kalimat tersebut adalah;
"Perjuangan menuju puncak itulah kehidupan--meski nantinya kita harus mengulang lagi. Meski tampaknya sia-sia, tapi sesungguhnya kehidupan itu sendiri yang sebenarnya didamba oleh Sisyphus. Kita harus membayangkan Sisyphus bahagia, menikmati 'hidup' meski berat. Tapi setidaknya Sisyphus tidak di neraka dalam kematian."
Kira-kira begitu.
Kurang lebih pada dasarnya seperti itu pula kehidupan kita. Dimana kita dibekali kemampuan untuk mendorong sebongkah batu menuju puncak, meski kita tahu satu saat batu tersebut akan menggelinding ke bawah, dan kita harus mendorongnya kembali seperti awal.
Ya hidup memang begitu. Sepertihalnya roda yang berputar. Terkadang kita di atas, terkadang di bawah. Meski... hanya dibedakan jangka waktunya saja. Sukur-sukur pas di atas agak lebih lama daripada di bawah hehe...
Dalam hidup kita juga akan tetap menemukan masalah, meski sebelumnya kita sudah menyelesaikan masalah. Meskipun kemasan dan beratnya permasalahan tersebut berbeda, tetap saja kita harus menyelesaikannya. Tidak bisa kita memprotes para Dewa dengan pertanyaan;
"Lah, kemarin kan saya sudah menyelesaikan masalah? Kenapa dikasih masalah lagi sih? Mestinya kan dikasih Give Away!"
Tidak.
Bukan begitu konsep hidup.
Maka kembali lagi pada pilihan yang sudah dituliskan Albert Camus di awal tulisan ini;
“Should I kill myself or have a cup of coffee?”