Mohon tunggu...
Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra Mohon Tunggu... profesional -

Lawyer, Professor of Constitutional Law, Former Minister of Justice, Former Minister/Secretary of State, Republic of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Atasi Kevakuman Hukum Pilpres, Presiden Terbitkan Perpu

17 Juni 2014   21:19 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:21 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasal 6A UUD 1945 maupun Pasal 159 UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden (selanjutnya ditulis UU Pipres) mengandung kevakuman pengaturan jika capres dan cawapres hanya 2 pasangan. Kevakuman itu terkait apakah ketentuan perolehan suara sedikitnya 20% di setengah plus 1 provinsi berlaku atau tidak jika hanya 2 pasangan. Kalau berlaku maka meski pasangan hanya 2, tetap harus dilakukan putaran kedua untuk menentukan pasangan pemenang dengan suara terbanyak. Kalau tidak berlaku maka pasangan yang memperoleh suara lebih 50% otomatis jadi pemenang. Tidak perlu ada putaran kedua.

Kevakuman pengaturan tersebut kini menjadi kontoversi yang harus segera diselesaikan, agar Pilpres kali ini berjalan sah dan konstitusional. Saya berpendapat untuk mengatasi kevakuman hukum tersebut, langkah yang paling tepat adalah Presiden menerbitkan Perpu. Perpu mempunyai landasan hukum yang kuat di dalam UUD 1945 dan dapat menciptakan norma hukum untuk mengatasi situasi yang genting dan memaksa.

Saya tidak sependapat kalau kevakuman hukum ini diatasi KPU dengan cara merevisi peraturannya untuk menetapkan syarat pemenang Pilpres. Penentuan siapa pemenang haruslah diatur oleh konstitusi atau undang-undang, bukan diatur oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu. Lagi pula, UU Pilpres tidak memberikan kewenangan atributif kepada KPU untuk mengatur lebih lanjut norma Pasal 159 ayat (1) dan (2) UU Pilpres.

Saya berpendapat, terlalu jauh jika KPU ingin mengatur sendiri masalah tersebut, meski dengan cara mengundang pakar dan timses kedua pasangan. Norma terkait Pilpres adalah problema konstitusi yang melibatkan seluruh rakyat, bukan hanya kepentingan pasangan calon semata.

Rakyat berhak mendapatkan Pesiden yang tepilih adalah Presiden yang sah dan konstitusional, bukan Presiden kontroversial dari segi hukum dan konstitusi. Kalau pasangan Presiden/Wapres dinyatakan terpilih oleh KPU tapi diperdebatkan konstitusionalitasnya, repotlah kita semua sebagai bangsa.

Presiden dapat berkonsultasi dengan DPR, parpol, pasangan calon dan pakar dalam menyiapkan Perpu agar masalah hukum Pilpres ini dapat diatasi. Ada baiknya jika Presiden SBY segera berinisiatif. Posisi beliau kini bagus karena tidak calon lagi, partainya juga tidak punya calon. Dengan demikian, Presiden SBY dapat bertindak sebagai negarawan mengatasi masalah hukum tekait Pilpres kali ini.

Demikian pendapat saya untuk menghindarkan dari kevakuman hukum atas multi tafsirnya maka Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 159 ayat (1) dan (2) UU Pilpres

Salam hormat saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun