Mohon tunggu...
Muhammad Yusril
Muhammad Yusril Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa

Suka Fotografi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peradaban Persia: Sistem Pemerintahan dan Keruntuhannya

3 November 2023   08:37 Diperbarui: 3 November 2023   08:46 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perbadaban Persia merupakan Suatu Peradaban penting dalam sejarah dunia yang menarik untuk dipelajari. Persia sendiri merupakan Sebuah negara Timur Tengah yang terletak di Asia Barat Daya. Wilayah Persia kini menjadi negara yang disebut Iran, dimana hingga 1935 wilayah Iran masih dipanggil sebagai Persia. Peradaban Persia merupakan bagian dari peradaban tertua didunia, yakni Mesopotamia. Pasalnya, bangsa Persia adalah salah satu bangsa yang pernah berkuasa di Wilayah Mesopotamia (Aizid, 2018). Bangsa Arya hijrah ke Iran dan mendirikan kekaisaran pertama Iran, yaitu Kekaisaran Media (728-550 SM). Kekaisaran ini telah menjadi simbol pendiri bangsa dan juga kekaisaran Iran, yang disusul dengan Kekaisaran Achaemenid (648--330 SM) yang didirikan oleh Cyrus Agung. Kemudian dilanjutkan dengan kekaisaran Cambyses selama tujuh tahun (531-522 SM) dan kemangkatannya disusul dengan perebutan kuasa dimana akhirnya Darius Agung (522-486 SM) dinyatakan sebagai raja. Kekaisaran iran selanjutnya adalah Parthia (248 SM-224 M). Kekaisaran Sassania dimulai dari tahun 226 M-651 M, pada dinasti Ardashir I, shah pertama Kekaisaran Sassania, mulai membangun kembali ekonomi dan militer Persia. Persia mengalami kekalahan dalam Perang Al-Qdisiyyah yang waktu itu dipimpin oleh khalifah Umar Bin Khatab (632 M) di Hilla, Iraq (Suryani, 2021).

Bangsa Persia pada umumnya hidup nomaden. Mereka tinggal di kemah-kemah, dan berpindah-pinda dari satu tempat ke tempat lainnya demi mencari rerumputan ssegra serta keadaan cuaca yang lebih baik setiap tahun, Hal inilah yang membentuk watak bangsa Persia menjadi keras, individualis, dan terkadang merampok snaka saudaranya yang lebih beradap. Secara fisik bangsa Persia memiliki postur tubuh yang tegap, besar dan tinggi, berambut keriting serta hidung mancung. Warna kulit mereka merupakan perpaduan antara putih Eropa dan kuning langsat Asia. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Persia, yang merupakan Bahasa tertua di dunia, termasuk jika dibandingkan dengan Bahasa Arab (Aizid, 2018).

Sistem pemerintahan Persia dahulu dikenal dengan sebutan Monarki Absolut (Tamar, 2009). Di bawah sistem ini, otoritas tertinggi berada di tangan raja atau penguasa, yang sering disebut sebagai "Syaahansyaa" atau "Raja Raja". Raja merupakan kepala negara dan pemimpin tertinggi dalam hierarki pemerintahan Persia (Rohmah, 2019). Penguasa dianggap memiliki otoritas ilahi atau kekuasaan yang dianugerahkan oleh dewa untuk memimpin bangsa. Kekuasaan raja bersifat absolut, yang berarti keputusan dan perintahnya tidak dapat dipertanyakan. Raja biasanya didampingi oleh dewan penasihat yang terdiri dari para bangsawan terkemuka dan penasihat pilihan raja. Kekaisaran Persia terdiri dari berbagai provinsi atau satrapa yang diperintah oleh seorang satrap. Satrap bertanggung jawab atas administrasi, keamanan, dan pemungutan pajak di wilayahnya sendiri (Mubarok, 2020). Kekuasaan administratif dan militer terbagi antara raja dan satrap. Raja mengendalikan keputusan penting dan kebijakan nasional, sementara satrap bertanggung jawab atas wilayahnya masing-masing. Raja Persia memimpin negara dalam urusan luar negeri, termasuk diplomasi, perjanjian, dan konflik militer. Angkatan bersenjata Persia, yang termasuk pasukan darat dan kavaleri, sangat kuat dan menjadi salah satu kekuatan militer terbesar pada zamannya. Agama memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat Persia, dan raja dianggap sebagai perantara antara dewa dan manusia (Imron, 2015).  

Keruntuhan Kekaisaran Sasaniyah (Persia) terjadi selama masa kepemimpinan Khalifah Umar ibn al-Khattab pada tahun 632 M (Syahreni, 2016). Pada tahun tersebut, pasukan Islam yang dipimpin oleh panglima Muslim seperti Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah melancarkan kampanye militer yang berhasil merebut wilayah-wilayah Persia yang penting. Pada tahun 637 M, pasukan Muslim berhasil merebut kota besar Ktesifon, ibu kota Kekaisaran Sasaniyah. Dengan jatuhnya Ktesifon, kekuasaan Kekaisaran Sasaniyah terus mengalami penurunan, dan wilayah-wilayahnya terus direbut oleh pasukan Pertempuran ini terjadi pada tahun 636 Masehi di daerah Al-Qadisiyyah, Irak, antara pasukan Persia dan pasukan Muslim yang dipimpin oleh panglima besar Muslim, Sa'id ibn Abi Waqqas. 

Pada awal abad ke-7 Masehi, Kekaisaran Sasaniyah di Persia adalah kekaisaran kuat yang menguasai wilayah-wilayah luas di Timur Tengah dan Asia Tengah. Khalifah Abu Bakar, pemimpin Muslim setelah kematian Nabi Muhammad, mengutus Sa'id ibn Abi Waqqas untuk memimpin pasukan Muslim dalam kampanye militer untuk menaklukkan wilayah Persia.  Pasukan Muslim terdiri dari kombinasi dari suku-suku Arab Muslim dan pasukan yang berasal dari berbagai latar belakang etnis dan agama. Pasukan Persia, di bawah komando Jenderal Rostam Farrokhzad, merupakan kekuatan yang kuat dan terlatih, dengan banyak pengalaman dalam pertempuran.  Pertempuran Al-Qadisiyyah dimulai pada musim gugur tahun 636 M. Pasukan Muslim mengadopsi taktik defensif dan memanfaatkan kekuatan infanteri yang lebih adaptif untuk melawan kavaleri berat Persia. Pasukan Muslim juga menggunakan strategi perang gerilya, memanfaatkan medan gurun dan mengganggu jalur pasokan musuh.  Pertempuran Al-Qadisiyyah berlangsung selama berbulan-bulan dan termasuk serangkaian bentrokan sengit antara kedua pihak. Pasukan Muslim terus menerus menahan serangan dari pasukan Persia yang kuat.  Salah satu momen penting dalam pertempuran ini adalah ketika panglima Muslim, Ahnaf ibn Qais, berhasil menembus garis pertahanan Persia dan mengakibatkan kebingungan di barisan musuh (Razali, 2017).  Pada tahap akhir pertempuran, Jenderal Rostam Farrokhzad dari pasukan Persia terbunuh. Kematian ini mengakibatkan kehilangan semangat dan kepemimpinan di pihak Persia.  Pasukan Persia akhirnya mengalami kekalahan telak. Banyak dari mereka melarikan diri atau menyerah kepada pasukan Muslim.

Peradaban Persia adalah salah satu dari peradaban terbesar dalam sejarah manusia. Sistem pemerintahan mereka, kejayaan, dan keruntuhan memberikan wawasan yang berharga tentang kompleksitas sejarah dunia kuno. Memahami warisan mereka tidak hanya memperkaya pengetahuan kita, tetapi juga membantu kita memahami akar dari banyak aspek budaya dan politik masa kini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun