PENGALAMAN 'tersesat' di dalam gedung, membuat kami tak ingin terkungkung. Belum tentu ada kesempatan lagi ke Macau, jadi sayang sekali kalau waktu cuma kami habiskan di dalam gedung yang dirancang agar orang lupa dimensi waktu.
"Kita jalan," kata rekan seperjalanan dari Jakarta. Maka, pagi sekali kami turun ke restoran untuk sarapan. Masih pagi, pasti belum terlalu ramai. Tapi begitu tiba di tempat itu, astaga! Sebagian besar tempat duduk telah terisi.
Saya baru sadar belakangan, resor ini disiapkan untuk menerima pengunjung dalam jumlah yang besar. Fasilitas kateringnya saja mampu melayani 15.000 tamu dengan lima menu utama, dari Barat hingga Asia. Perlu waktu untuk menemukan meja yang pas bagi kami berenam.
Hotel ini menyediakan layanan wisata kota, tarifnya bermacam- macam tergantung lama dan jumlah lokasi yang dituju. Kami memilih jalan sendiri, karena setelah dikalkulasi, biayanya lebih murah. Dua taksi, satu di antaranya disopiri perempuan, membawa kami ke titik yang paling ramai dikunjungi.
Kami diturunkan persis di bawah papan penunjuk jalan bertuliskan, Igreja De Santo Antonio, dan Largo De Camoes dalam bahasa China, Portugis, dan Inggris. Sekelompok anak muda berseragam kaus kuning menyambut dengan lagu-lagu rohani, sambil menawarkan cenderamata yang dananya akan digunakan untuk amal.
Dari sini, kami beranjak menyusuri jalan kecil, yang cuma cukup untuk dua mobil berpapasan. Jalan terbuat dari bebatuan, diapit bangunan-bangunan tua yang masih deipertahankan keasilan arsitekturnya.
Papan-papan nama jalan, nama insititusi, petunjuk pada formulir imigrasi, semua masih dalam Bahasa Porto yang disertai terjemahan dalam Bahasa China dan Inggris. Dalam konteks berbeda, saya merasa sedang di Dili, Timor Leste.
Largo de Senado, yang yang kami datangi hari itu, dulunya merupakan pusat pemerintahan. Bangunan-bangunan di kawasan ini masih terawat. Hanya saja, tekanan penduduk telah menyebabkan suasana terasa sesak.
Ia kini menjadi objek wisata utama di Macau. Setiap hari, tempat ini dibanjiri pelancong. Mereka tidak saja ingin melihat sisa peninggalan Portugis, tapi juga berbelanja dan makan di toko-toko dan restoran sekitarnya.
Bangunan peninggalan Portugis yang jadi objek wisata utama Macau adalah Ruins of St Paul, atau reruntuhan gereja Santo Paulus. Ya, ini adalah bagian gereja Santo Paulus yang mulai dibangun pada 1602, dan selesai pada 1637.