Mohon tunggu...
Yusran Darmawan
Yusran Darmawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Tinggal di Pulau Buton. Belajar di Unhas, UI, dan Ohio University. Blog: www.timur-angin.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Rahasia di Balik Kedubes Amerika

3 Juli 2015   12:02 Diperbarui: 3 Juli 2015   12:02 2021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sampul buku karya Stanley Harsha

Di balik tembok kukuh Kedutaan besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, terdapat banyak hal yang mengundang rasa penasaran. Apakah gerangan aktivitas yang ada di sana? Bagaimana perasaan mereka yang berkantor di situ dan setiap saat menghadapi demonstrasi dan kecaman dari sejumlah orang yang mengatasnamakan diri sebagai penganut Islam di Indonesia?

***

Pagi itu, saya datang ke kantor Kedubes AS untuk wawancara visa. Saya melihat tembok kokoh yang tinggi serta kawat berduri di atasnya. Saya lalu ikut antrian banyak orang yang menunggu jadwal untuk diwawancarai. Saat masuk ke dalam, saya melalui beberapa pintu metal detector. Beberapa orang diminta membuka tas untuk diperiksa apa gerangan isinya. Malah, ada yang diminta melepas sepatu karena mengandung unsur logam.

Pihak kedutaan terlihat sangat hati-hati saat memeriksa semua yang masuk ke dalam. Di dalam kedubes, terdapat jalur yang dilalui oleh para pencari Visa. Tapi saya sempat melihat ada banyak ruangan yang aksesnya terbatas. Hanya bagi orang-orang yang memiiki kode akses yang bisa memasukinya.

Sepintas, kantor ini serupa benteng yang dilindungi dengan sangat ketat. Entah apakah mereka yang di kantor ini mengindap paranoid atau ketakutan berlebihan. Saat menunggu antrian, tiba-tiba saja sirine terdengar. Ada suara yang memerintahkan agar semua orang menunduk. Kata seorang kawan, sejak peristiwa hancurnya WTC, pihak kedutaan lebih mengetatkan penjagaan. Pihak kedutaan berhak untuk tidak mengeluarkan visa bagi orang tertentu jika dirasa mencurigakan. Untunglah, saat itu tak terjadi apa-apa.

Pengalaman itu menghadirkan banyak rasa ingin tahu yang yang tumbuh dalam benak. Apakah gerangan aktivitas yang dilaukan pihak kedubes? Saat membayangkan bahwa kantor itu menjadi sasaran demonstrasi dari berbagai ormas Islam, apakah gerangan yang dirasakan oleh mereka yang berkantor di situ? Apakah yang mereka lakukan sebagai representasi dari negara adidaya di tanah yang jauh ini?

Sekian lama saya menyimpan pertanyaan itu. Namun sejak membaca buku yang ditulis Stanley Harsha berjudul Seperti Bulan dan Matahari; Indonesia dalam Catatan Diplomat Amerika (terbitan Kompas 2015), pertanyaan itu sedikit demi sedikit terjawab. Saya mendapatkan begitu banyak pelajaran berharga sekaligus jawaban tentang aktivitas pihak kedubes.

Stanley Harsha adalah diplomat Amerika yang bertugas di Indonesia. Sebelumnya, ia sudah melalangbuana pada berbagai penugasan. Uniknya, Stanley kemudian jatuh cinta pada perempuan asal Indonesia, lalu menikah dan memiliki bebrapa anak. Yang menarik, Stanley berusaha untuk memahami kebudayaan Jawa, berusaha untuk memahami berbagai simbol budaya serta kebiasaan masyarakat Indonesia. Ia belajar dari berbagai pengalaman, lalu memberikan catatan kritis, sekaligus refleksi atas pengalamannya.

Buku ini berisikan banyak topik yang dijalin menjadi satu. Sebagai pengkaji budaya, saya bisa merasakan perjuangan Stanley untuk memahami berbagai benturan budaya. Ia yang lahir dari keluarga Amerika dan dididik untuk selalu rasional dalam melihat sesuatu, tiba-tiba mesti membiasakan diri untuk berinteraksi dalam kebudayaan Jawa yang lebih mengedepankan rasa. Melalui pengalaman itu, ia bisa belajar banyak lalu memosisikan dirinya sebagai seorang yang baru belajar kebudayaan jawa dan kebudayaan masyarakat Indonesia lainnya.

Ia berusaha mencari kesamaan budaya demi memudahkan proses interaksi. Kalaupun ada perbedaan budaya, ia belajar untuk tidak memvonis budaya tersebut. Ia berusaha memahami makna, lalu menerjemahkannya dalam segala laku dan tindakan. Dengan cara ini, ia bisa diterima oleh banyak kalangan di Indonesia. Ia bisa menjalin persahabatan dengan banyak kelompok

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun