Ada banyak pakar komunikasi di media sosial. Entah kenapa, tak banyak yang memahami bahwa strategi Jokowi itu bukanlah strategi pencitraan sebagaimana yang diajarkan dalam kelas-kelas kuliah. Kampanyenya berbiaya murah. Ia tak perlu membayar mahal semua televisi untuk mengiklankan dirinya, sebagaimana Prabowo, ARB, dan Wiranto. Ia juga tidak memaksimalkan media luar ruang seperti baliho ataupun pamflet demi memajang gambar dirinya bersama
Pencitraan Jokowi ditopang oleh desas-desus dan opini publik yang setiap saat membicarakan dirinya, terlepas dari segala pro dan kontra. Jika dipikir-pikir, strategi kampanye seperti ini lebih efektif dari miliaran rupiah iklan televisi dan baliho. Desas-desus tentang dirinya, yang justru dihembuskan oleh para lawan politiknya, bisa dikemas menjadi strategi efektif yang semakin mengokohkan namanya. Mereka yang menyerang Jokowi melalui media sosial justru tak sadar bahwa serangan itu ibarat energi yang makin mengokohkan posisinya.
Mereka yang menyerang Jokowi tak juga bisa mengidentifikasi bahwa kekuatan Jokowi adalah bisa menggerakkan banyak media untuk selalu membuat berita tentangnya. Mengapa? Sebab ia tahu apa yang diinginkan oleh media. Meskipun media punya calon presiden sendiri, media selalu butuh berita. Selagi definisi berita adalah sesuatu yang unik, aktual, serta menarik, maka berita tentang Jokowi tak akan pernah sepi.
Jika anda ingin dicitrakan media sebagaimana pria itu, kenalilah apa yang ingin diketahui publik tentang sosok yang anda inginkan. Mereka yang hendak mengalahkan Jokowi, pastilah paham bahwa sosok itu sejatinya punya banyak kelemahan. Tapi sosok itu justru tak hendak menutupi kelemahan. Ia mengakui bahwa banjir di Jakarta belum bisa diselesaikannya. Namun ia berhasil menunjukkan kepada orang banyak bahwa dirinya tidak sedang lari dari masalah. Ia bekerja menyelesaikan banjir, meskipun langkah itu belum juga selesai. Pantas saja jika survei membuktikan bahwa dirinya tidak dianggap sebagai faktor yang menghambat upaya penanganan banjir dan masalah lainnya di Jakarta. Positioning-nya beda dengan pemimpin sebelumnya yang justru dianggap tak melakukan apa-apa.
Nah, bagaimanakah kiat mengalahkan Jokowi? Mengacu pada Sun Tzu, pria itu hanya bisa dikalahkan dengan dua cara.
Pertama, kenali kekuatannya. Sejauh ini, Golkar dan ARB bisa memahami kekuatan itu, makanya mereka tak pernah menyerang Jokowi di media sosial. Mereka paham watak media sosial, sehingga lebih fokus pada hal-hal besar. Hnya saja, Golkar belum menemukan model kampanye efektif yang bsia membuat kandidat mereka unik, sebagaimana Jokowi.
Kedua, kenali kekuatan sendiri, lalu pahami masyarakat. Kata Sun Tzu, "Kita tidak akan bisa menggunakan keuntungan dari alam kecuali bila kita mendapat petunjuk dari penduduk setempat." Makanya, jauh lebih baik jika fokus pada segala kelebihan dan kekuatan sendiri, ketimbang menghabiskan energi untuk menyerang Jokowi, yang justru semakin melambung namanya. Temukan cara yang lebih cerdik untuk mengarahkan energi dan menemukan model kampanye efektif yang bisa berbicara lebih nyaring kepada banyak orang tentang harapan besar untuk negeri yang lebih baik.
Mohon maaf. Saya bukan pendukung Jokowi. Saya hanya mengamati apa yang terjadi di panggung politik kita. Tabik!
Pulau Buton, 21 Maret 2013
BACA JUGA:
Inspirasi Athirah, Ibunda Jusuf Kalla