Mohon tunggu...
yusra Safitri
yusra Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

yusra Safitri, lahir di Meulaboh, aceh barat. Sedang menempuh pendidikan di STAIN Teungku Dirundeng, meulaboh dan senang membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori-teori Komunikasi Massa

30 September 2024   12:40 Diperbarui: 30 September 2024   12:48 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

1. Teori Perubahan Sikap
          Memberikan penjelasan bagaimana sikap seseorang terbentuk dan bagaimana sikap itu dapat berubah melalui proses komunikasi dan teori ini berfokus pada bagaimana orang dipengaruhi oleh pesan yang disampaikan oleh sumber tertentu (komunikator) dan bagaimana elemen-elemen dalam komunikasi tersebut dapat menyebabkan perubahan sikap.

         Teori perubahan sikap ini antara lain menyatakan bahwa seseorang akan mengalami ketidak nyamanan didalam dirinya(mental discomfort) bila ia dihadapkan pada informasi baru atau informasi yang bertentangan dengan keyakinannya. Contohnya Seseorang yang yakin bahwa makan daging baik untuk kesehatan tiba-tiba membaca artikel ilmiah yang menyatakan bahwa terlalu banyak makan daging merah berisiko meningkatkan penyakit jantung. Informasi ini menimbulkan ketidaknyamanan karena bertentangan dengan keyakinannya.

2. Teori Spiral Kebisuan 

           Teori spiral kebisuan adalah teori yang dimana orang-orang yang percaya bahwa pendapat mereka mengenai berbagai isu publik merupakan pandangan minoritas cenderung akan menahan diri untuk mengemukakan pandangannya, sedangkan mereka meyakini bahwa pandanganya mewakili mayoritas cenderung untuk mengemukakannya kepada orang lain. Neuman (1983) menyatakan bahwa media lebih memberikan perhatian pada pandangan mayoritas, dan menekan pandangan minoritas. Mereka yang berada di pihak mayoritas akan merasa percaya diri dengan pengaruh dari pandangan mereka dan terdorong untuk menyampaikannya kepada orang lain.

        Mereka yang memiliki pandangan menjadi minoritas biasanya cenderung untuk berhati-hati dalam berbicara atau bahkan diam saja. Hal ini akan memperkuat pandangan publik bahwa pendapat mereka lemah.
Contohnya di sebuah perusahaan, banyak karyawan mendukung kebijakan inklusi untuk karyawan LGBT. Media sering memberitakan kisah sukses perusahaan-perusahaan yang mendukung keragaman ini. Karyawan mungkin merasa bahwa semua rekan kerja mereka setuju dengan pandangan ini, menciptakan persepsi bahwa mendukung hak LGBT adalah norma di perusahaan. Karyawan yang memiliki pandangan berbeda (misalnya, yang lebih konservatif dalam hal ini) mungkin merasa tertekan untuk tidak mengungkapkan pandangan mereka. Mereka khawatir akan menghadapi reaksi negatif, seperti diskriminasi atau pengucilan, sehingga memilih untuk diam meskipun mereka memiliki argumen yang valid.

3. Teori Kognitif Sosial 

        Teori kognitif sosial adalah teori yang menjelaskan proses mental yang bekerja ketika seseorang belajar memahami lingkungan nya secara lebih luas. Teori kognitif sosial memiliki argumentasi bahwa manusia meniru perilaku yang dilihatnya,dan proses peniruan ini terjadi melalui 2 cara, yaitu imitasi dan indentifikasi.

        Imitasi adalah peniruan secara langsung dari perilaku yang diamati, misalnya Seorang anak menyaksikan ibunya menyiapkan makanan sehat dan memberinya perhatian khusus pada cara memasak dan penyajian. Anak tersebut kemudian mencoba untuk meniru tindakan ibunya di dapur dengan mengajak teman-temannya memasak makanan sehat saat bermain. Dalam hal ini, anak belajar dengan mengamati perilaku ibunya dan menirunya.

        Indentifikasi adalah perilaku meniru yang bersifat khusus yang mana pengamat tidak meniru secara persis sama apa yang dilihatnya, namun membuatnya menjadi lebih umum dengan memiliki tanggapan yang berhubungan. contohnya Seorang remaja yang mengagumi seorang penyanyi pop terkenal mungkin mulai meniru cara berpakaian, gaya rambut, dan bahkan cara berbicaranya. Remaja tersebut merasa terhubung dengan penyanyi itu karena musiknya mencerminkan pengalaman dan emosi yang sama dalam hal ini, remaja tersebut melakukan identifikasi dengan idola musiknya, dan proses ini memengaruhi cara berpikir dan perilakunya.

          

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun