Mohon tunggu...
Hefri Oktoyoki
Hefri Oktoyoki Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Air Terjun Semelako (telun nga'ai), Perpaduan Pesona Alam dan Kearifan Lokal

7 Maret 2017   10:29 Diperbarui: 7 Maret 2017   20:00 1738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komunitas Pecinta Air Terjun Lebong | Doc. Pribadi

Satu dekade terakhir ini, orientasi wisata baik wisatawan asing maupun lokal cenderung beralih dari wisata buatan menuju wisata alam,terlebih wisata alam yang bersifat petualangan. Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Marc Berman dari Universitas Michigan Amerika Serikat pada 2009,setidaknya ada 5 (lima) alasan orang-orang beralih ke wisata alam yaitu:  Alam Menyegarkan Otak, alam membuang stres, alam mampu menyegarkan tubuh, alam menawarkan petualangan, menikmati alam adalah kesempatan langka. 

Berbicara wisata alam, para pakar menyebut Indonesia dalam hal kelimpahan potensi wisata alam berada pada posisi ”golden resources”. Dan melimpah pula dalam hal ekowisata budaya yang terdapat dalam ruang kehidupan 400-an suku besar di Indonesia.  

Salah satu daerah dengan kelimpahan potensi wisata alam bersifat petualangan adalah Kabupaten Lebong. Menurut Oka Tria (ketua komunitas pecintaair terjun lebong), banyak orang tidak tahu bahwa Lebong memiliki 500-an air terjun. Salah satunya adalah Air terjun Semelako yang merupakan destinasi wisata yang memenuhi aspek-aspek seperti disebut di atas (pesona alam, budaya,petualangan) sehingga menarik untuk diangkat.

Air Terjun Semelako terletak di Desa Semelako Kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu.Desa Semelako termasuk dusun tertua di Kabupaten Lebong. Suku Rejang adalah suku mayoritas di wilayah ini. Dalam bahasa Rejang air terjun semelako disebut  Telun Nga’ai. Menurut Afif Ahda, salah satu anggota komunitas pecinta air terjun Lebong bahwa air tejun Semelako adalah salah satu yang paling menakjubkan. Air terjun ini selain menyuguhkan pesona alam yang benar benar asri, kita juga disungguhkan pesona kearifan lokal masyarakatnya. Perpaduan pesona alam dan kearifan lokal inilah yang membuat kami merekomendasikan wisatawan untuk datang ke sini.

Rumah Adat SukuRejang/Umeak Potong Jang | Doc. Pribadi
Rumah Adat SukuRejang/Umeak Potong Jang | Doc. Pribadi
                                                                                                            

EksotismeAlam dan Kearifan Masyarakat dalam Menjaganya

Perjalanan dari pinggir Desa menuju ke air terjun membutuhkan waktu sekitas 1,5 jam. Banyak hal yang kita temui disepanjang perjalanan. Kita suguhkan sungai-sungai yang begitu indah. Riak-riak air sungai memberikan nuansa keasrian alam tersendiri. Sungainya juga jernih dan airnyapun layak untuk diminum. Bebatuan di sungai tersebut menambah keindahan sungai itu. Tidak jarang pengunjung nyebur (mandiberenang) di sungai tersebut, karena airnya segar dan tidak terlalu dalam. 

Kejernihan dan keasrian sungai tersebut tidak terlepas dari kearifan lokal suku Rejang yang selalu menjaga sungai. Menurut nenek moyang orang rejang, sungai merupakan sumber kehidupan bagi mereka, sehingga dari dulu sungai benar-benar mereka jaga. Terdapat pula jembatan-jembatan gantung  yang mengguncang adrenalin ketika kita melewatinya. Ini memberikan sensasi tersendiri dalam menikmati perjalanan. Bagi yang hobi memancing, kita bisa melakukannya di sungai tersebut. Menurut penduduk setempat banyak terdapat ikan di sungai-sungai ituPenduduk lokal seringkali memancing ikan dan langsung membakar ikan di sepanjang sungai tersebut. Menurut mereka, bakar ikan dari hasil tangkapan sendiri memberi kenikmatan berbeda dibanding ikan bakar yang dibeli di pasar.

Sensasi PetualanganMenyusuri Sungai | Doc. Pribadi
Sensasi PetualanganMenyusuri Sungai | Doc. Pribadi
Sepanjang perjalanan kita juga bisa menikmati udara segar khas hutan-hutan (imbo) yang masih alami. Berada di sini dengan udara yang segar dan sejuk jelas sangat menyehatkan dan menyegarkan tubuh. Sangat jauh berbeda dari suasana di kota yang dipenuhi polusi. Masih bertahannya hutan-hutan alami tersebut tidak terlepas adanya kearifan lokal masyarakat suku Rejang dalam menjaga hutan mereka. Kearifan lokal dalam pengelolaan hutan itu diwujudkan dalam bentuk larangan-larangan seperti:
  • Tidak boleh menebang pohon sembarangan
  • Tidak boleh menebang pohon di bantaran atau dipinggir sungai
  • Tidak boleh membuka imbo yang terdapat mata air
  • Tidak boleh membuka imbo di lahan-lahan yang curam
  • Tidak boleh membuka imbo di dekat air terjun
  • Tidak boleh menebang pohon di hulu sungai

Imbo Lem/Hutan Larangan | Doc. Pribadi
Imbo Lem/Hutan Larangan | Doc. Pribadi
                                                                                                                          

Kita sepertinya perlu belajar dari orang Rejang. Kehidupan mereka sangat dekat dengan hutan. hutan (imbo) bagi masyarakat suku Rejang adalah sumber kehidupan baik secara ekonomi, sosial, budaya dan ekologi. Dalam mengelola hutan, leluhur suku Rejang mengenal pembagian hutan, misalnya imbo lem (hutan belantara/hutan larangan), imbo cadang (hutan cadangan), imbo bujang (hutan yang sudah pernah dikelola dan saat ini ditinggalkan), tebo (hutan curam). Pembagian hutan inilah yang memungkinkan hutan milik suku rejang menjadi lebih terjaga. Kearifan lokal suku rejang inilah yang membuat generasi muda saat ini masih bisa menikmati udara segar dan sejuknya berada di hutan. Suasana alam seperti ini tentu mampu mengobati kerinduan oarang-orang kota untuk menghirup udara segar nan bebas polusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun