Mohon tunggu...
Yusmar Yusuf
Yusmar Yusuf Mohon Tunggu... Dosen - Budayawan

Guru Besar Kajian Melayu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

SITAR, BUNYI DAN RAVI SHANKAR

18 April 2013   21:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:59 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di jemarinya, sitar tampil jelita di pucuk dunia. Alat musik, bagi India ialah medium mencerah jiwa. Alat menuju Tuhan, merayu Tuhan. Berada antara magis dan profane. Ketika dia tergeletak dan tanpa bunyi, dia sedang menjalani peran profane. Namun, ketika alat itu berbunyi, bersiut dan menyalak, dia menjalani fase magis, lalu memanjat langit. Tradisi India menempatkan segala perkakas musik dalam bilik tinggi, ranggi dan wangi peradaban. Dia seakan tak tersentuh, tapi menyentuh. Dia wujud dari copy realitas tinggi yang bersemayam di langit sana, yang menyuling sejumlah bunyi dengan segala sifat dan watak. Setiap bunyi memberi efek gerak, warna, garis dan bingkai. Bebunyian ialah saluran realitas tertinggi, sekaligus elan vital. Di sini bunyi menyalin sejumlah “kemiripan misteri”, yang membuai seseorang sehingga mengalami tahap eskatologis dalam bingkai serba déjà vu.

Dan jemari Shankar menyentak segi dan sudut dunia. Dengan alat tergolong misterius bagi tradisi musik barat, Shankar datang dengan sejumlah bunyi misteri. Bunyi itu menghadirkan sesuatu yang jauh dan ihwal terdekat. Sesuatu yang dekat, seakan menjauh. Rupanya dekat dan jauh hanya berputar pada satu sumbu bunyi. Sumbu itu menjadi titik-titik bunyi yang berangkai-rangkai siang malam, subuh senja, saban detik. Bunyi yang dihajat menjinakkan yang sayup dan meliarkan yang dekat; demi sebuah pencarian sejati dan zat yang Maha.Bebunyian agung itu bergelombang dan menghangat jiwa yang merindu, renjana yang haus, ruhani yang gersang aduhai, atas segala Aduhai di arasy tinggi. Selonsong bunyi yang keluar dari sitar Shankar ialah kumpulan ‘daku’ bebunyian primordial, yang tersimpan dalam laci bebunyi pada “perjanjian pertama” penciptaan (perjanjian primordial).

Ravi Shankar, maestro sitar India, menghabis dan mengikir ujung-ujung usia bersama sang isteri Sukanya di Encinitas, Amerika Serikat. Dia ayah Norah Jones, penyanyi yang pernah menerima Grammy Award. Puteri keduanya Anoushka, juga memilih jalan hidup sang bapa, juga masuk nominee Grammy Award 2013, walau kalah dari sang ayah pada sebuah majelis anugerah di Los Angeles dua bulan lalu. “Saya bangga kalah dari ayah”, ujar Anoushka. Pada Grammy Award tahun ini, Shankar diberi anugerah tunda Lifetime Achievement Award (pengabdi sepanjang hayat), juga Best World Music Album bertajuk “The Living Room Session Part 1”. Pada lembar yang lain, Anoushka masuk nominasi dengan album bertajuk “Traveller”. Anoushka berkata, pada peristiwa Grammy Award kali ini (11/2-2013), tepat jatuh bulan kedua mangkatnya sang maestro.

Shankar mengusung lalu menjulang musik India ke dunia, tampil dalam pergelaran rock Woodstock 1967. Mempopuler sitar dan mendapat pengakuan dunia lewat pertemanannya dengan GeorgeHarrison, gitaris The Beatles. Juga membuat lagu tema sejumlah film antara lain trilogi APU karya Satyajit Ray (1951-1955), dan Ghandikarya Rihard Attenborough (1982). Harrison bersaksi bahwa Shankar membentuk musik dunia. Dia juga pernah bekerjasama dengan pemain biola Yehudi Menuhin, juga pemain saksofon jazz John Coltrane.

Dalam sebuah wawancara Rolling Stone, Shankar begitu terkejut melihat Jimi Hendrix, membakar gitar di atas panggung. “Hal itu terlalu mengejutkan saya. Dalam budaya kami, alat musik amat dihormati”, ujar Shankar pilu. Shankar menyentuh sisi magis dan misteriusnya bunyi dan alat music. Alat music itu adalah alat yang menyalur bunyi. Bunyi sudah tersedia di atas sana. Namun dia memerlukan saluran, kanal, media, perkakas. Maka jemputlah bunyi agar dia terhidang sekaligus menghidang hal-ihwal kepada kehidupan. Menjemput sesuatu yang tinggi, terutama yang memang berada di ketinggian, memerlukan tertib dan pakem. Memerlukan akhlak dasar dan etika terpuncak. Sesuatu yang tinggi dan mulia, tak mudah untuk diajak turun, kalau bukan karena alasan-alasan bijak dan maslahat. Demi alasan memberi kemakmuran kepada segala makluk di alam rendah, untuk diajak berkongsi dan bersemenda dengan ketinggian.

Shankar mengingat kita tentang cara menjemput dan dijemput. Ini adalah jalan spiritual. Sesuatu yang bernilai, tidak saja berada di ketinggian, tetapi juga berada di ujung dan pinggir tebing. Dia tak mudah diajak untuk ke tengah atau bertengah-tengah. Berada di pusat gemuruh dan keriangan. Sesuatu yang bernilai dan “me-ratna-mahnikam” selalu tersimpan di lapis terdalam, tersembunyi, tidak mengumumkan diri di tengah pikuk. Berkat akhlak dan etika itu pulalah, Shankar mampu menjemput dan menyakinkan sejumlah bebunyi misteri dan kemudian dihidangkan kepada “jamaah” penyerbuk dunia, di benua pikuk bernama Amerika dan Eropa. Dari dua benua inilah segala “penabalan” akan diamini dunia. Dari dua tanah jazirah inilah manusia mengumumkan dirinya di atas pucuk nan tinggi dan bergema ke segala penjuru. Kejuangan dan kepantasan akhlak inilah yang menjadikan Shankar memperoleh anugerah atau penghargaan sipil tertinggi di India tahun 1999; Bharat Ratna @ Mustika India.

Shankar tak hanya meninggalkan India dan sitarnya. Tapi juga meninggalkan keping-keping bunyi. Kepingan ini hasil galian dan rayuan dia dalam sebuah lorongan ‘pembujukan’ maha panjang dan maha dalam. Dia meninggalkan Amerika, meninggalkan kita dan meninggalkan dunia untuk selamanya. Bebunyian itu menjadi penanda tentang cara “membujuk” dan “merayu” Zat di atas sana. Segala jalan spiritual, akan selalu menyusun dan merindukan bebunyi, walau dalam selonsong bunyi tanpa nada, terkadang datar, memelas, meriba dan bahkan diselang-seli oleh sentakan dan auman menghiba. Shankar kembali menyatu dengan bunyi, dalam gemerincing bunyi di alam sana. Di atas pembaringan, dikelilingi anggota keluarga yang “mencinta” bunyi, Shankar terbang bersama bunyi dan berpucuk di awan bunyi. Genap di usia 92 tahun selepas menjalani operasi di La Jolla, California dekat San Diego, pada Desember tahun silam, Shankar terbang melayang, bersatu dengan kerajaan bunyi. Dan kita meng-copy bunyi itu secara cicilan, walau tanpa “bujuk” dan “rayuan”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun