Mohon tunggu...
MN Yusmar
MN Yusmar Mohon Tunggu... pegawai negeri -

bukan penulis\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Indonesia Darurat Moral

19 Februari 2014   09:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:41 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sumber  gambar : http://yusmarmn.blogspot.com/


Ada yang terlupakan saat kita menyaksikan Tri Rismaharini pada Mata Najwa beberapa waktu lalu. Tetapi tidak dengan Prof. JE Sahetapi, beliau sangat ingat ketika ada siswa SD (maaf) bersetubuh (dengan PSK seusia neneknya-pen). “Mana komentar para pejabat di negeri ini?  Mana komentar Presiden?” kata beliau menambahkan.

Negeri ini adalah negara berkembang, belum menjadi negara maju. Belum juga menjadi “negara demokrasi” baru transisi. Karena itu jangan samakan negeri ini dengan negara maju. Begitu ungkap Prof Romli sebelumnya pada ILC  TV-One 18-2-2014.

Saya tersentak saat saat Prof JE Sahetapi menyinggung soal moral di atas. Karena kita memang mengabaikan petikan kecil masalah moral di negeri ini. Kita terlalu fokus dengan hal-hal teknis yang berkaitan dengan hukum sehingga  mengabaikan masalah darurat moral di negeri ini.

Saat seorang ahli hukum membahas hak asasi manusia seorang koruptor ( yang akhirnya diputus bersalah) kita merasakan sangat miris. Apakah yang terpenting? Penegakan hukum atau pemberantasan korupsi. Mungkin jawaban yang paling tepat adalah keduanya.

Korupsi adalah masalah moral. Merampok uang Negara ( uang rakyat ) dengan memanfaatkan wewenangnya sebagai Pejabat Negara. Dan kita sibuk mempermasalahkan teknis pelaksanaan penyidikan/penyelidikan yang ditengarai melanggar hak asasi manusia. Jika terbukti dan diputus seseorang bersalah oleh pengadilan itu tandanya pelaksanaan pemberantasan korupsi efektif. Buat apa dipermasalahkan?

Pendapat lain mengatakan,  korupsi adalah kejahatan ektra-ordinari sehingga harus ditangani secara ekstra-ordinari pula.

Pada Kick Andy, Hakim Agung Artidjo Alkostar, yang memberikan putusan dua belas tahun penjara pada Angelina Sondakh menjawab pertanyaan.  Apakah tidak ada pertimbangan kemanusian saat memutus perkara tersebut karena sang terpidana memiliki anak dibawah lima tahun yang sudah kehilangan ayahnya? Artidjo Alkostar  menjawab : “ ….. oh tidak, hakim itu tidak boleh mempertimbangkan seperti itu. Hakim itu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan yang berhubungan dengan perbuatannya dia. Hak asasi itu … dalam hal ini victim (korbannya) dalam korupsi itu adalah Negara. Negara adalah rakyat.”

Jelas sekali, prioritas adalah rakyat.  Kita harus hadapi semua usaha yang melemahkan  pemberantasan korupsi di negeri ini. Karena korupsi adalah kejahatan moral terbesar yang menjadi induk bencana moral. (¥)


Baca juga  :

http://sosbud.kompasiana.com/2014/02/16/kapan-gunung-kelud-erupsi-lagi--633576.html

http://politik.kompasiana.com/2014/02/13/walikota-surabaya-penakut--633010.html

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun