Mohon tunggu...
Yusman Syah
Yusman Syah Mohon Tunggu... -

Menulis adalah berbicara, namun lebih hati-hati dan terstruktur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menghalalkan Segala Cara, Mencarakan Segala yang Halal

22 Mei 2009   16:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:07 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perhatian Indonesia saat ini sedang bersama-sama tertuju ke sebuah acara unik, kreatif dan unik. Entah apa yang terpikir di benak Mega-Pro beserta tim kampanye memilih Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang sebagai lokasi deklarasi pasangan Mega-Pro. Tim kampanye mengatakan bahwa pemilihan TPA Bantargebang merupakan simbol mendekatkan diri kepada rakyat. Selain itu TPA Bantargebang disimbolkan sebagai ekonomi kerakyatan karena Tempat Pembuangan Sampah memiliki potensi besar sebagai penggerak perekonomian rakyat kecil. Kabarnya, diundang pula 'wong cilik' dari berbagai elemen seperti buruh, petani dan nelayan untuk memperkuat simbol-simbol yang hendak dicitrakan oleh pasangan ini.

Banyak tanggapan dari khalayak ramai tentang pemilihan TPA Bantargebang sebagai lokasi deklarasi, tentu saja jika dibandingkan dengan deklarasi pasangan JK-Win di Monumen Proklamasi dan SBY-Budiono di Sabuga Bandung. Saya tidak ingin mengulas bagaimana mereka merakit citra, sebab ulasan serupa sudah dibahas di tulisan lain. Namun yang unik adalah ironisme yang sangat kontras, njomplang, senjang antara Prabowo yang memiliki kekayaan 1,7 Triliyun plus rumah mewah di puncak bukit versus TPA Bantargebang. Analogi statistiknya, kedua fakta ini seperti data pencilan yang terpisah jauh yang berbeda sangat signifikan dengan selang kepercayaan 99% (halah, kok jadi merembet ke statistik...!).

Tidak mengherankan jika timbul pertanyaan besar tentang ketulusan mereka mendekati wong cilik. Kok mau maunya mengadakan acara di tempat sampah, padahal bau nya busuk menyengat. Ini sangat tidak wajar dan TPA bukan tempat sering mereka kunjungi. Kesannya, demi meraih tujuan -sebagai presiden dan wakil presiden-, apapun caranya tidak ada yang tak mungkin dilakukan. Meskipun demikian saya yakin tempat acaranya pasti sudah dirapikan sehingga baunya tidak terlalu busuk, atau bahkan sama sekali tidak berbau. Pasalnya diantaranya hadir juga banyak pejabat, pimpinan parpol dan pengusaha.

Ada lagi, masih ingatkah kita akan iklan Wiranto yang makan nasi aking ? iklan yang sempat membuat saya mengerutkan dahi. Logika waras saya mengatakan kok mau-maunya Pak Wiranto makan nasi aking, padahal rasanya tidak enak sama sekali. Sekali lagi, demi meraih tujuan, apapun caranya tidak ada yang tak mungkin dilakukan. Sementara JK blusukan ke pasar-pasar, bercampur dengan peluh pengunjung pasar dan para pedagang dengan memakai blangkon (ini yang saya cukup geli melihatnya, maaf), jadi bintang iklan gratis (atau mengiklankan diri gratis ?) dengan Mbah Marijan dan sebagainya. Tidak kalah dengan rival-rivalnya, SBY juga turun ke daerah-daerah menemui konstituennya sambil menebar janji ini itu, tentu saja jika dia terpilih.

Untungnya sejauh ini sepertinya upaya para pasangan Capres-Cawapres ini masih dalam batas wajar. Namanya juga kampanye, ya "Mencarakan segala yang halal", asal jangan "Menghalalkan segala cara".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun