Mohon tunggu...
Yushardani Rohmah
Yushardani Rohmah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

berusaha menjadi lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sejarah SMI dan Wacana Dibentuknya Mata Uang Tunggal Asean

6 Maret 2024   13:47 Diperbarui: 6 Maret 2024   14:03 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem moneter internasional adalah kerangka keuangan yang berlaku di seluruh dunia dan mengatur pembayaran atas transaksi lintas negara. Sistem ini menetapkan bagaimana nilai tukar mata uang asing ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat memengaruhi nilai tukar tersebut. Fungsi yang efisien dari sistem moneter internasional akan memfasilitasi perdagangan internasional, investasi, dan adaptasi terhadap perubahan ekonomi. Sistem keuangan internasional dari sejarahnya telah mengalami begitu banyak perkembangan dan transpormasi dari masa ke masa. Perkembangan ini disebabkan oleh adanya perubahan ekonomi dan politik domestik serta internasional pada masing- masing masa. Berikut adalah sejarah perkembangan sistem moneter Internasional:

1. Sistem Standar Emas( 1876- 1913) 

Sistem standar emas internasional muncul mulai tahun 1870 di Inggris. Pemerintah Inggris menetapkan nilai pounsterling dengan emas. Perkembangan industri yang terjadi di Inggris serta perdagangan dunia yang makin berkembang pada abad 19 menambah kepercayaan dunia terhadap emas. Standar emas berbeda dengan mata uang  edict (fiatmoney). Dalam mata uang  edict, nilai mata uang ditentukan berdasarkan kepercayaan terhadap kemauan pemerintah menjaga integritas menjaga mata uang tersebut. Seringkaliakepercayaan tersebut disalahgunakan. Pemerintah kadang tergoda menerbitan uang baru, akarena biaya produksi penerbitan tersebut adalah 0rupiah.aDengan menggunakan standar emas, nilai mata uang didasarkan pada emas. Pemerintah tidak bisa seenaknya menambah jumlah uang yang beredar, karena suplai uang dibatasi oleh suplai emas.

2. Periode Perang Dunia( 1914- 1994)  

Perang dunia I mengakhiri standar emas klasik. Periode perang dunia secara umum ditandai oleh kekacauan perdagangan dan keuangan internasional. Terjadinya fluktuasi kurs sejak akhir perang sampai tahun 1925( kecuali di Amerika Serikat, yang kembali ke standar emas dalam tahun 1919). Mulai tahun 1925, suatu usaha dilakukan untuk menetapkan kembali standar emas, akan tetapi runtuh tahun 1991 pada waktuDepresi Besar. Kemudian disusul dengan periode persaingan Devaluasi, ketika negara- negara mencoba untuk mengekspor pengangguran mereka( kebijakan mengemis tetangga mereka)

3. Periode Kurs Tetap
Periode ini dimulai dengan perjanjian Bretton Woods.  Perjanjian Bretton Woods memungkinkan negara-negara menetapkan nilai tukar mata uang mereka berdasarkan emas, meskipun tidak wajib mengonversi mata uang mereka menjadi emas. Negara-negara anggota diminta untuk menjaga fluktuasi kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dan berkomitmen untuk mempertahankan nilai tukar tersebut. IMF membantu negara-negara anggotanya dalam memelihara stabilitas mata uang. Setelah periode Bretton Woods, pada tanggal 22 Juli 1944, diadakan Konferensi Bretton Woods yang melibatkan 44 negara. Konferensi ini bertujuan untuk merancang sistem moneter internasional. Dua tahun setelah konferensi tersebut, didirikan IMF dan Bank Dunia untuk mengawasi sistem ini

4. Sistem Kurs Mengambang (1973-sekarang)
Sejak tahun 1973, sistem moneter internasional telah menjadi kombinasi antara kurs tetap dan kurs mengambang. Mata uang seperti Yen, Dolar Kanada, Franc Perancis, dan Swiss mengalami fluktuasi berdasarkan permintaan dan penawaran. Penguasa moneter dari negara-negara ini sering ikut campur tangan di pasar valuta asing untuk mengurangi fluktuasi kurs yang berlebihan. Ketika suatu negara mengalami defisit dalam neraca pembayaran, kurs valuta asing cenderung meningkat.
Sistem moneter internasional telah mengalami pasang surut sejak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke-20. Perubahan dari satu sistem ke sistem lainnya dipengaruhi oleh gejolak ekonomi pada saat itu. Hingga kini, sistem moneter internasional tetap menjadi perhatian semua negara, dan banyak yang berusaha memperbaiki sistem agar lebih optimal. Belum lagi rencana anggota Negara-negara asean untuk merumuskan kebijakan pemberlakuan mata uang bersama yang hanya berlaku tunggal dikawasan asean.

Mata uang tunggal ASEAN merupakan konsep yang mencakup penggunaan mata uang yang sama oleh negara-negara ASEAN dalam bertransaksi internasional dan dalam negara. Mata uang tunggal ASEAN akan memungkinkan negara-negara ASEAN untuk mengintegrasikan ekonomi mereka dan membentuk pasar tunggal di ASEAN. Wacana mata uang tunggal ASEAN ini dapat memberikan manfaat bagi negara-negara ASEAN, seperti integrasi ekonomi yang lebih besar dan peningkatan investasi. Tetapkan mata uang tunggal ASEAN akan membutuhkan kesepahaman bersama semua negara anggota, karena perbedaan sistem politik, ekonomi, dan budaya negara-negara ASEAN

Wacana mata uang tunggal ASEAN dikaji kembali karena konsekuensi Brexit, yang menunjukkan bahwa Uni Eropa (EU) mungkin akan mengalami terganggunya ekonomi sebagai hasil dari mata uang tunggal yang mereka gunakan. ASEAN memiliki tujuan untuk menciptakan pasar tunggal di ASEAN melalui pergerakan barang, investasi, jasa, dan pekerja secara bebas di dalam negara-negara ASEAN. Namun, dengan kondisi ekonomi yang berbeda dan kemungkinan terjadinya krisis ekonomi, membentuk mata uang tunggal ASEAN tidak mudah. Rencana anggota Negara-negara ASEAN untuk merumuskan kebijakan pemberlakuan mata uang bersama yang hanya berlaku tunggal dikawasan ASEAN belum diterapkan karena beberapa faktor seperti perbedaan sistem politik, ekonomi, dan budaya negara-negara ASEAN.

Para ahli menganggap bahwa sebelum mata uang tunggal ASEAN dapat dibentukkan, negara-negara ASEAN harus memperbaiki integrasi ekonomi dan keuangan mereka secara bertahap. Salah satu contoh adalah sub region ASEAN-3 yang terdiri dari Malaysia, Thailand, dan Singapura, atau ASEAN-5 yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Pilipina. Mengingat kondisi ekonomi yang berbeda di ASEAN, proses integrasi ekonomi dan keuangan akan membutuhkan waktu yang lama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun