Mohon tunggu...
Yusfrian Sneijder Mantong
Yusfrian Sneijder Mantong Mohon Tunggu... Freelancer - Mencoba Menjadi Penulis

dalam pencarian jati diri jodoh dan pekerjaan tetap instagram: @ianmantong

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Belajar dari Drama Korea

13 Mei 2019   14:41 Diperbarui: 13 Mei 2019   14:47 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Drama Korea tidak selalu bercerita tentang kisah cinta romantis, ada beberapa yang ceritanya berlatar belakang sejarah masa lalu. Salah satu drama sejarah itu berjudul Root Of The Throne yang berkisah tentang pemberontakan Jendral Lee Seung Gye dan Jung Do Joen yang seorang aristokrat dan mengakibatkan runtuhnya Dinasti Goryeo dan berdirinya Dinasti Joseon, dan Lee Seung Gye sendiri yang menjadi raja pertamanya.

Saya tidak akan bercerita bagaimana alur cerita dari drama Korea tersebut, disini saya hanya ingin membandingkannya dengan drama televisi Indonesia yang biasa kita sebut "Sinetron" dengan drama Korea. Seharusnya Indonesia harus belajar bagaimana membuat televisi menjadi media hiburan dan juga informatif.

Beberapa orang tidak bisa belajar tentang sejarah hanya melalui buku, mereka biasanya senang dengan cara melihat kejadiannya, itu berarti media televisi bisa jadi jalan keluarnya. Saat saya menonton drama Korea di atas saya akhirnya mulai tertarik untuk belajar bagaimana sejarah bangsa Korea dahulu sebelum mereka terpecah akibat perbedaan ideologi.

Coba bayangkan jika pihak ProductionHouse mau membuat sinetron seperti itu! Soal cerita, Indonesia kaya akan sejarah masa lalu, kisah patriotik Pangeran Diponegoro, perjuangan Tuanku Imam Bonjol memimpin perang Paderi melawan Belanda, atau kisah Raja Gowa sang Ayam Jantan Dari Timur Sultan Hasanuddin.

Yang jadi masalah adalah pemerintah Korea ikut turut memberikan dukungan kepada media dan PH disana, sementara kita sibuk dengan sandiwara politik yang terus terusan terjadi. Sudah seharusnya pemerintah juga harus ambil andil. Sejauh ini dukungan hanya diberikan kepada para pekerja kreatif di industri perfilman layar lebar. Dari beberapa film layar lebar seperti Soekarno dan Kartini sudah menjadi contoh yang baik, akan tetapi jumlah orang yang melihat di layar bioskop tak sebanyak jika orang melihat di televisi.

Saya pernah membayangkan jika suatu saat ada sinetron Indonesia yang bercerita tentang kebesaran Kerajaan Majapahit yang mampu menyatukan Nusantara, dibawah raja Hayam Wuruk dan mahapatih Gajah Mada. Jika ingin yang lebih dramatis kisah cinta Ken Arok kepada Ken Dedes yang merupakan isitri Tunggul Ametung, serta berdirinya Kerajaaan Singasari. Jika dituangkan ke dalam cerita bergerak pasti akan menjadi daya tarik bagi setiap orang yang melihatnya, dan dengan sendirinya kita bisa memperkenalkan kekayaan sejarah masa lalu kita kepada generasi sekarang atau bahkan generasi selanjutnya, dan bisa jadi mereka akan mulai tertarik dengan sejarah bangsanya yang akhir akhir ini seperti mulai terpulakan.

SEJARAH YANG MULAI DILUPAKAN

Saya pernah menyaksikan sebuah acara televisi dimana seorang reporter bertanya kepada beberapa anak sekolahan hingga mahasiswa tentang sejarah. Repoter tersebut bertanya tentang apa itu KNIL dan siapa itu H.R. Rasuna Said. Dan jawaban mereka adalah, lebih dari separuh tak tahu apa itu KNIL bahkan ada yang mengatakan KNIL ada hubungannya dengan PKI. Sementara soal siapa H.R. Rasuna Said sebagian menjawab tidak tahu dan sebagiannya lagi menjawab nama jalan. Ini sudah menjadi pertanda darurat bagi sejarah bangsa kita.

Bung Karno pernah mengatakan dalam pidatonya dengan semboyan JASMERAH "Jangan Sekali Sekali Melupakan Sejarah". Di sekolah pasti mereka belajar tentang sejarah, tapi kenapa mereka tidak tahu tentang hal kecil seperti itu? Apa karena mereka tak mau tau atau mereka sudah bersifat apatis kepada sejarah bangsa mereka sendiri. Padahal ada banyak fakta sejarah yang bisa kita cari tahu jika kita ingin benar benar mau mengetahuinya.

Ambil contoh soal kebiadaban Westerling di Sulawesi Selatan yang melakukan pembantaian terhadap warga sipil yang memakan korban hingga 40 ribu jiwa, meskipun data tentang jumlah korban masih dipertanyakan namun kita bisa mencari tahu keakuratan data yang sebenarnya dengan melalukan penelitian tentang hal tersebut. Jadi dengan sendirinya kita bisa melihat betapa biadabnya seorang Westerling yang bahkan tak pernah dijatuhi hukuman sebagai penjahat perang.

Begitupun soal benteng Rotterdam, pasti banyak diantara kita yang tidak mengatahui kalau benteng tersebut adalah peninggalan Portugis sebelum akhirnya pihak Belanda merubah bentuk dan namanya. Dan banyak lagi yang ingin kita tahu soal kenapa seorang tentara berpangkat Kapten bernama Andi Azis melakukan pemberontakan yang dikenal dengan pemberontakan APRA. Atau apa saja poin poin penting dari isi Perjanjian Bongaya saat Sultan Hasanuddin takluk dalam perang melawan V.O.C.

Kembali ke soal drama Korea, ada beberapa fakta penting dari ketidak mampuan kita menjadi seperti mereka, salah satunya adalah karena media lebih tertarik dengan sesuatu yang konyol dengan gimmick yang memuakkan, sudah seharusnya bangsa ini harus belajar dari drama Korea yang bahkan jumlah episodenya tak sampai ratusan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun