Enung... bulan yang kamu minta hanya setengah, mudah-mudahan kamu ikhlas, sebagai gantinya kamu boleh cambuk saya, sekedar marah tidak akan membuat saya luka, jadi murka saja itu memang pantas.
Enung... bulan yang saya kasih semakin tua, tidak cukup untuk menerangi pojok dapur kita yang gelap, jadi berhenti berharap, terus berdoa saja barangkali Tuhan mendengar, ceritakan saja tentang saya yang kurang perkasa.Â
Enung bila dapur sudah tidak terang, gelapkan juga kamar tidur kita, tidak usah kamu sungkan. Saya tahu kamu muak melihat tampang saya, jangan bermesra dengan derita, berpura-pura suka. Jangan temani saya tidur, luapkan emosi adukan saya pada Penguasa bulan.
Malam ini saya masih mengais rembulan, di terjal , di curam, di ujung langit-langit kamar saudagar kaya raya, peluh tidak berhenti mengalir dari mata saya, hidung saya jadi pilek, tenggorokan saya seperti menyempit, eh ternyata saya menangis... maaf, maaf, maaf...
Enung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H