Jadilah "Golput" pada Pilkada 2024 ! Â
Oleh Yusep KF *
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 semakin mendekat, dan masyarakat Indonesia kembali dihadapkan pada pilihan penting: siapa yang akan memimpin daerah mereka untuk lima tahun ke depan. Namun, di tengah euforia demokrasi ini, terdapat satu fenomena yang sering kali menjadi perbincangan hangat, yakni golongan putih atau yang biasa disebut "golput". Dalam artikel ini, kita akan membahas golput bukan sebagai bentuk apatisme, melainkan sebagai pilihan yang sadar, rasional, dan mulia---sebuah refleksi dari karakter ksatria sejati yang membela kebenaran dan memiliki keberanian moral.
Sejarah Golput: Dari Apatisme Menuju Kesadaran
Golput, akronim dari "golongan putih," pertama kali dikenal di Indonesia pada Pemilu 1971. Istilah ini merujuk pada sekelompok masyarakat yang memilih untuk tidak memberikan suara dalam pemilihan umum sebagai bentuk protes terhadap situasi politik yang ada. Pada masa itu, golput sering kali diasosiasikan dengan apatisme, kekecewaan terhadap politik, dan ketidakpercayaan terhadap proses pemilihan yang dianggap tidak demokratis.
Namun, seiring berjalannya waktu, golput telah berevolusi dari sekadar protes politik menjadi sebuah gerakan moral yang lebih dalam. Kini, golput tidak lagi hanya tentang menolak memilih, tetapi tentang memilih untuk tidak terlibat dalam permainan politik yang kotor, yang sering kali hanya mementingkan kekuasaan tanpa memperhatikan kepentingan rakyat. Golput menjadi simbol dari mereka yang berani menentang arus, yang memilih untuk tidak terlibat dalam praktik politik yang tidak etis dan tidak bermoral.
Dalam budaya Indonesia, ksatria sejati adalah mereka yang berani membela kebenaran, memiliki integritas, dan tidak mudah tergoda oleh kekuasaan atau uang. Mereka adalah pahlawan yang tidak hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang banyak. Konsep golput yang kita bahas dalam artikel ini adalah cerminan dari nilai-nilai ksatria tersebut.
Golput bukanlah tindakan pasif, melainkan sebuah pernyataan sikap. Ini adalah pilihan untuk menjadi bagian dari golongan putih---golongan yang murni dan tak tercemar oleh politik uang, manipulasi, dan kepentingan sesaat. Seperti halnya ksatria dalam cerita silat yang selalu membela kebenaran meskipun harus melawan kekuatan yang lebih besar, golput adalah tindakan keberanian untuk berdiri di sisi yang benar, meskipun itu berarti menentang arus mayoritas.
 Rasionalitas dalam Memilih: Pilar Demokrasi yang Sehat
Dalam demokrasi yang ideal, setiap pemilih seharusnya menggunakan hak pilihnya dengan pertimbangan yang matang, bukan berdasarkan dorongan emosional, tekanan sosial, atau iming-iming materi. Pemilih yang rasional adalah mereka yang mampu menilai calon pemimpin secara objektif, melihat rekam jejak, visi, dan misi yang ditawarkan, serta mempertimbangkan dampak dari pilihannya terhadap masa depan daerah.
Golput dalam konteks ini adalah seruan untuk menjadi pemilih yang rasional. Pemilih yang rasional tidak akan mudah terpengaruh oleh politik uang atau janji-janji manis yang sering kali kosong. Mereka akan memilih berdasarkan penilaian yang matang, mengutamakan kepentingan jangka panjang, dan menolak terlibat dalam pemilihan jika tidak ada calon yang memenuhi standar moral dan etika yang tinggi.