Mohon tunggu...
Yusep Hendarsyah
Yusep Hendarsyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer, Blogger, Bapak Dua Anak

Si Papi dari Duo KYH, sangat menyukai Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bagaimana Kalau Kita Mati Muda Saja..?

3 Maret 2011   16:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:06 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12991618741208781759

[caption id="attachment_94130" align="alignleft" width="300" caption="karangjunti.wordpress.com"][/caption] Garis finish itu ada di depan bukan berada di belakang. Seorang sunan menerima permintaan calon muridnya yang menginginkan dirinya menjadi guru pembimbing dalam kehidupan. "pegang sajadahku,berdirilah di belakangku kemudian ikuti langkahku dan ingat jangan menengok atau menoleh ke belakang apapun yang akan terjadi". Persyaratan itu disanggupi muridnya.sambil berfikir alangkah mudahnya syarat yang diberikan kanjeng sunan ini. Akhirnya mereka berangkat dari satu tempat ke tempat lainnya.sang murid diawal perjalanan menikmati,menginjak perjalanan berikutnya hatinya resah,fikiran melayang di benaknya bertanya ada apa di belakang,kenapa dia tak boleh melihat dan kalaupun dia melihat toh tak akan berpengaruh apa-apa dan sang sunanpun tak kan tahu. Hatinya terus berfikir sementara langkah sunan semakin cepat. Sampai akhirnya mereka tiba di sebuah masjid. "sepertinya kau ingin mati muda?" tanya sang sunan. "kenapa kanjeng?" . Aku telah melarangmu menoleh ke belakang adalah mengingatkanmu bahwa kau harus melihat kepada masa depanmu. Ketika kau ingin melihat ke belakang dan kau melakukannya adalah seperti kau melihat masa lalumu yang suram dan pastinya masa depan langkahmu akan tersendat-sendat. Sang muridpun tersenyum bahagia mendengar uraian sang sunan. Berdoalah dengan nama Tuhanmu. Ketika kau hidup adakah rasa bahwa kau meminta hidup dan ketika kau mati adakah rasa penyesalan dalam dirimu? lalu kenapa kita berpihak pada kesalahan dan bukan kepada kesalehan berfikir? Ketika tawamu tak lagi bernyawa kemana kau habiskan masa mudamu yang dahulu kau banggakan? Ketika nyanyianmu kini tak begitu indah engkau lupa cacian di masa mudamu menggetarkan yang papa Ketika matamu nanar menahan rasa lelah betapa mata jalangmu membuas tak terkendali di masa produktifmu kemana akan kau cari? bingkai lusuh yang kau sulap menjadi cermin sementara gigi ompongmu tak kuasa menahan beratnya beban hidupmu sendiri. Apakah sebaiknya kita mati muda saja? Inilah perenungan terdalam bagi yang merasa hidup

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun