Sebagai sebuah ideologi, Pancasila itu sudah final. Soekarno sang proklamator dengan rasa bangga mengatakan kepada para pemimpin dunia bahwa pemimpin harus meninggalkan sesuatu untuk bangsanya. "Aku tinggalkan Pancasila untuk negaraku". Itulah yang mempersatukan negeri majemuk ini.
Marhaen dan Marhaeni
Sebagai ideologi bangsa, perumusannya tentu tak semudah yang dibayanhkan. Olah fikir, olah rasa dari seluruh komponen bangsa saat menyatakan Pancasila sebagai bagian dari kemerdekaan Indonesia. Olah rasa dan pikir itu bersambungan erat dengan ketokohan Soekarno sendiri yang memang memiliki kapasitas di atas rata rata orang kebanyakan.
Dalam diskusi peringatan 46 tahun PDIP di Kantor DPP , Diponegor Jakarta  Pusat kemarin (5/01/19). Dr. Ahmad Basarah (Wasekjend PDIP), Ibu Sri Rahayu (Ketua Perlindungan Perempuan) memulai  dengan menarasikan kisah berdirinya Partai Demokrasi Indonesia masa pra kemerdekaan, kemerdekaan dan paska kemerdekaan dengan sangat lugas.Â
Beliau (Basarah) adalah satu satu Doktor yang membuat disertasi mengenai pembelaannya terhadap Bung Karno dari fitnah pelindung komunis dan anti agama.
Hal ini kemudian menelisik banyak orang  untuk lebih belajar lagi mencari literasi Soekarno dan Islam untuk bersama sama meluruskan sejarah.
Ahmad Basarah memulai kisah mengenai sejarah PDIP , dari seorang Soekarno yang juga sebagai pendiri Partai Nasionalis Indonesia  (PNI) yang menjadi partai mayoritas pemenang di Pemilu 1955.Â
Bung Karno punya ideologi sendiri , dikenal dengan marhaenisme. Nama tersebut diambil dari sosok inspiratif dari seorang petani di Jawa Barat  bernama Marhaen, tapatnya di Daerah Bandung Selatan.
Kala itu dialognya dengan Marhaen tentang kepemilikan lahan, alat dan pengeloaan hasil yang tak seimbang menjadikannya paham bahwa hasil jerih payah para petani di negeri ini hanya dinikmati oleh konglomerasi penjajah Belanda bukan oleh pemilik sawahnya sendiri. Â Perlawanan itulah yang menginspirasi Bung Karno untuk menjadikan Marhaen (perjuangan petani) untuk partainya.
Marhaen pun dikembangkan dengan pemahaman Marxis yang dikuasainya sesuai nature bangsa Indonesia yang merdeka dan mandiri. Tidak tergantung kepada siapapun dalam memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya. Persis seorang gambaran Marhaen saat itu kira - kira.
Marhaenisme, yaitu sosio-nasionalisme dan sosio -demokrasi . Marhaenisme adalah azas yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negeri yang di dalam segala halnya  menyelamatkan marhaen. Jadi Marhenisme bisa disimpulkan sebagai cara perjuangan  dan azas yang menghendaki  hilangnya tiap - tiap kapitalisme dan imperialisme.Â