Rangga, dalam film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) adalah seorang pria cool dan misterius, idaman wanita. Dalam urusan cinta, Rangga tentu cermin serta panutan pria2, termasuk saya.
Rangga mampu memainkan emosi wanita untuk mendapatkan cinta dari seorang Cinta. Dia jenius dan tampan, bukan hal sulit tentunya dalam urusan mendapatkan hati wanita.
Untuk urusan cinta2an, maaf saja Ahok, kali ini saya lebih memilih Rangga.Â
Ahok, kau bukanlah Rangga. Ha ha ha
Rangga menjadi seorang pria romantis dalam film AADC karena lawan mainnya adalah Cinta. Seorang wanita cantik, menyejukkan, dan jago bikin puisi. Andai saja lawan main rangga adalah Haji Lulung atau Taufik, tentu jalan cerita filmnya akan bebeda.
Percaya sama saya, Rangga yang pendiam dan romantis akan berubah menjadi pria kasar, seperti Ahok.
Andaikan saja di DPRD Jakarta tanpa Lulung dan Taufik, tapi ada Cinta dan Rangga, tentu dinamika politik pemerintahan DKI akan berbeda. Tak ada perang legislatif dan eksekutif, yang ada hanya kirim-kirim surat cinta.
Rangga beruntung hidup tanpa ada orang2 seperti Lulung dan Taufik disekelilingnya. Keseharian Rangga dikelilingi wanita2 cantik, jadi wajar saja dia menjadi pria puitis.
Beda dengan Ahok, hidupnya payah. Disekelilingnya hanya ada orang seperti Ahmad Dani, Yusril, serta Taufik dan Lulung. Wajar saja hari2 Ahok penuh kemarahan, tidak seperti Rangga.
Oleh karena kesadaran dan kewarasan kita bahwa Lulung, Taufik, Â Yusril, bukanlah Cinta, Alya, Maura, dan Carmen, maka sangat tidak bijaksanalah jika kita menuntut Ahok bisa pendiam seperti Rangga.
Cinta tidaklah ambisius membeli USB hingga miliaran rupiah. Dia hanya berharap surat cinta dan puisi dari Rangga. Mungkin jika Lulung dan Taufik di legislatif hanya berharap puisi dari Ahok. Semua akan berbeda.