MESKI sesama orang Sulsel, saya tidak begitu tahu banyak soal kehidupan bapak Jusuf Kalla. Sepintas saya hanya tahu bahwa JK adalah seorang pengusaha sukses, bukan hanya dia, tapi keluarga dekatnya juga adalah 'penguasa' disegala lini bidang usaha.
Belakangan ini saya banyak terlibat dalam diskusi ringan mengenai pak JK. Mulai dari sosoknya sebagai simbol perdamaian, karir usaha, hingga tabiat politiknya terlibat dalam urusan pemerintahan dengan dua kali menempati posisi orang nomor dua di negara ini. Banyak hal yang muncul dalam diskusi ringan tanpa ujung pangkal ini.
Sikap reaktif JK terhadap beberapa isu-isu nasional beberapa waktu terakhir sering menjadi bahan untuk didiskusikan. Mulai dari kasus freport sampai soal isu Pelindo.
Pertama soal preefort, nama JK muncul sebagai orang dibelakang layar yang terlibat 'perang' dengan Luhut Pandjaitan untuk urusan bisnis diperusahaan ini. Argumentasi ini diperkuat dengan munculnya nama Direktur utama freeport Maroef Sjamsoeddin, orang Sulsel, yang merekam percakapan dengan Setya Novanto dan seorang pengusaha lain. Konon, Maroef adalah kaki tangan JK di Freeport Indonesia.
Sikap reaktif JK juga terhadap kasus Pelindo memunculkan anggapan sama dengan freeport, tidak jauh dari urusan kepentingan kelompok bisnisnya. Asumsinya JK terusik dengan orang-orang yang mencoba mengganggu lahannya. Ini tentu saja dikuatkan dengan pernyataan tegas politisi PDIP Masinton yang menyebut JK sebagai biang dari keributan selama ini.
**
Masih ingat dengan Abraham Samad?. Mantan Ketua KPK yang pernah mendapat puja-puji dari masyarakat Indonesia akan keberhasilannya memenjarakan para koruptor kakap, sampai jabatannya diambil paksa sebelum waktunya.
Konon kabarnya kalau apa yang dialami Abraham saat ini dengan kasusnya di kepolisian, tidak lepas dari soal persaingan internal dengan JK sebagai sesama orang Sulsel. Figur Abraham saat itu dipersepsikan bisa mengganggu ketokohan JK yang memiliki keinginan maju di Pilpres. Apalagi dengan isu kalau Abraham akan ikut dalam bursa Pilpres saat itu. Mungkin Abraham dinilai terlau 'rewa', tidak 'mappatabe' kepada seniornya di Sulsel kala itu.
Untuk konteks politik seperti Pilpres, ada semacam dalil tidak tertulis bagi masyarakat Sulsel, 'haram' hukumnya ada dua orang Sulsel ikut bertarung. Mungkin Abraham saat ini sudah menyesal telah berani menempatkan dirinya sebagai saingan JK untuk mendampingi Jokowi saat itu.
*
Namun setidaknya tidak ada seorangpun dari kawan diskusi saya yang tidak mengakui pembangunan pesat di Sulsel ketika JK menempati posisi penting dipemerintahan. Termasuk pengakuan jujur kawan diskusi saya kalau proyek besar di Sulsel itu juga dikerjakan oleh kerabat dan keluarga dekat pak JK, semuanya.