BERBICARA mengenai musik rock di tanah air, mau tidak mau, kita harus membicarakan Ucok AKA Harahap. Kala itu, AKA yang merupakan kependekan dari Apotek Kaliasin di Kota Surabaya merupakan band pendobrak. Mengapa saya katakan pendobrak? Karena AKA-lah panggung showbiz jadi seru. Penuh sensasi.
Dulu AKA lebih suka disebut menyebut dirinya sebagai grup underground. AKA yang terdiri dari Ucok Harahap, Soenata Tanjung, Arthur Kaunang, Sjech Abidin merupakan grup rock kebanggaan Surabaya, mengingat saat itu jarang, bahkan belum ada musik sejenis. Jadi, tidak salah jika kemudian masyarakat mengapresiasi kemunculannya.
AKA bisa disebut grup legendaris yang tidak aktif seperti God Bless. Cuma, AKA menjadi besar bukan karena kualitas musiknya. AKA tidak menjadikan musisi-musisi pintar. Musik AKA sebenarnya biasa-biasa saja jika dibandingkan dengan God Bless. Tapi AKA memang lebih dulu lahir daripada God Bless. Grup yang dimotori oleh Achmad Albar itu muncul belakangan, setelah Iyek--panggilan akrab Achmad Albar--pulang dari Belanda.
Meski AKA lebih dulu ada, mereka bisa akur. Bahkan, Ucok dan Iyek pernah membuat duo yang diberi nama Duo Kribo dengan hit Aku Ingin Jadi Superstar. Duo itu sempat populer sebentar karena Duo Kribo difilmkan dan menjadi sound track film produksi Intercine Film setelah zaman keemasan AKA pudar. AKA runtuh saat ditinggal pergi Ucok ke Jakarta yang melarikan Farida.
AKA demikian menonjol karena pertunjukan atraktif seorang Ucok Harahap, bukan teknik bermusiknya. AKA lebih menonjolkan aksi teatrikal, bukan sebuah petunjukkan musik yang bisa dinikmati. Nonton AKA sama saya dengan nonton Ucok dengan tingkah polahnya yang nyentrik. Ucok paling dominan di panggung.
Atraksi Ucok membuat orang terkagum-kagum karena dia demikian berani mengambil risiko. Seperti bergelantungan di atas tiang gantungan. Dia bisa kayang. Ucok pernah makan ayam yang masih hidup. Ucok sering kali mempertontonkan hal-hal aneh. Inilah yang dinikmati penonton kala itu. Bukan musik atau lagu-lagu AKA.
Memang, ada albumnya yang lumayan meledak dan jadi hit macam Crazy Joe atauBadai Bulan Desember. Namun, karena kekuatan AKA ada pada Ucok,AKA menjadi besar dan grup paling sensasional di Indonesia. AKA sangat dikagumi penonton karena ulah Ucok yang dianggap penganut black magic. Ucok sering atraksi membawa peti mati ke panggung. Ucok juga pernah berlari-lari mengitari tembok Taman Ismail Marzuki (TIM) hingga membuat dia terjatuh dan pingsan cukup lama.
Keberanian yang cenderung nekat itulah yang membuatnya terkenal. Ucok benar-benar musisi gila dan eksentrik. Ucok juga sangat dikagumi para groupies Makanya, tidak salah jika di sekelilingnya banyak wanita cantik yang rela dikencaninya. Mungkin saja mereka itu bangga bisa dekat dengan Ucok yang dianggap superstar.
Yang paling saya ingat, Ucok sering tampil dengan pantat megal-megol dan seronok di atas panggung. Dia menirukan gaya orang bersetubuh di atas panggung dengan iringan lagu blues seperti Sex Machine. Kalau zaman sekarang, seperti penyanyi dangdut begitulah. Tidak hanya itu. Ucok juga sering tampil porno. Adegan gerakan seksual kerap dimunculkan setiap kali pertunjukannya. Mungkin inilah yang membuat Ucok digilai penonton dan penggemarnya, khususnya groupies yang tidak paham musik.
Namun, justru karena ulah porno itulah, pertunjukannya kerap dipermasalahkan aparat. Tapi yang namanya Ucok tetaplah Ucok. Dia tetap nekat. Dia emoh mengubah penampilannya. Saya pernah dibuat kecewa berat dengan sikap gila Ucok itu. Ketika saya ajak show, dia saya sodori surat pernyataan yang diminta pihak berwenang agar show-nya bisa berlangsung. Isinya tidak boleh melakukan atraksi porno di atas panggung. Dia menolak.
Ya, sudah. Akhirnya, kontrak itu saya batalkan. Saya pun mengurungkan niat mengelilingkan dia untuk show. Kalau saya paksakan membuat show, pasti akan dilarang aparat. Perizinan pada zaman itu sangat ketat karena masih dikaitkan dengan kamtibmas, sospol, dan kepribadian bangsa. Waktu itu image rock kurang bagus di mata masyarakat karena rawan kerusuhan dan penontonnya suka mabuk.
Pendek kata, Ucok adalah pribadi yang nyentrik. Tapi kita bisa ketawa terus kalau jalan sama Ucok karena banyak korban yang tanpa sadar dikerjain.
Sayalah orang pertama yang mengajaknya keluar dari sarangnya saat bersembunyi dengan Farida di daerah Sawangan, Jakarta. Tempatnya jauh terpencil. Masih hutan belantara waktu itu. Di daerah terpencil itu, saya datang dengan almarhum Deni Sabri. Waktu itu, Ucok tengah praktik menjadi dukun dengan berbagai macam keris dan jimat. Praktik dukun ala Ucok ini mampu mengibuli banyak orang desa di sekitarnya. Dia juga memelihara ikan dengan membuat tambak di rumahnya.
Saya jadi tertawa sendiri jika mengingat-ingat kejadian tahun 1980-an itu. Membicarakan Ucok tidak akan ada habisnya. Dia benar-benar pribadi yang aneh dan nyentrik. Dengan Ucok, saya memang pernah dekat cukup lama di saat saya masih muda banget dan baru jadi promotor rock. Ketika saya masih merintis karir dan belum terlalu terkenal seperti sekarang.
Saking dekatnya, saya pernah membuat reuni AKA dengan mengumpulkan Ucok dan SAS. Kemudian mendirikan Warrock serta memanajeri Ucok & His Gang. Kelompok ini dibentuk Ucok setelah AKA bubar. Tiga temannya--Soenatha, Arthur, dan Sjech--membentuk SAS dan lebih berkibar di blantika musik dibandingkan Ucok yang sendirian. Waktu itu saya berusaha membujuk anak SAS untuk menghidupkan AKA lagi. Tapi Arthur Kaunang menolak.
Kedekatan itulah yang membuat saya juga sering datang ke rumah Ucok di Lawang dan bertemu Farida bersama dua anaknya. Tapi akhirnya saya dengar kalau Farida minggat karena Ucok tidak pernah memberi duit buat hidup kedua anaknya. Ucok lupa dengan istri dan anaknya yang ditinggal di Lawang dan lebih suka hidup jadi pengembara dan menggaet wanita untuk dijadikan istri muda.
Tahun lalu, Farida beberapa kali ke rumahku dan sering bertanya tentang keadaan Ucok. Ya, aku bilang sudah hampir 11 tahun nggak jumpa. Terakhir ketemu pas hadir pada pernikahanku di Surabaya tahun 1998. Farida cerita bahwa kedua anaknya pun nggak mau ketemu Ucok dan sudah melupakan papanya.
Sayang, meski pernah mengenyam zaman keemasan sebagai seniman besar, Ucok tidak berhasil dalam berkeluarga. Bolak-balik kawin cerai. Entah berapa kali saya tidak bisa menghitung. Yang saya dengar, tujuh kali atau mungkin lebih. Hehehe....
Namun, Ucok ini orangnya enak diajak berteman. Ada pengalaman menarik pada 1980-an saat God Bless dan SAS + Ucok akan show di ke Semarang dan Jogja. Dari Surabaya, saya diajak ikutan dengan dibonceng naik motor trailnya yang antik. Bayangkan, jarak yang tidak dekat itu kita tempuh dengan naik motor berdua. Dan di tengah perjalanan kita mampir di rumah gubuk penduduk di tengah hutan untuk istirahat dan tiduran di dipan kayu bakar.
Wah, wah, sebuah pengalaman yang tidak bisa saya lupakan sampai saat ini. (*) Tulisan oleh Log Zhelebour(Promotor Musik Rock) di buku biografi "Ucok AKA Harahap : Antara Rock, Wanita & Keruntuhan" karya Siti Nasyi'ah terbitan Elex Media (Gramedia Groups)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H