Baru tiga hari kita melaksanakan pemilihan umum legislatif, hasil quick count menggambarkan tidak ada satu partai pun yang bisa hidup sendiri di " Gedung Putih" Indonesia. sehingga untuk bisa menikmati segala kemewahan duniawi di istana negara semua partai yang lolos parliamentary treshold harus mencari teman. alias dalam istilah politiknya "koalisi". berbagai intrik telah mulai disusun, skenario-skenario dibuat oleh orang yang haus kekuasaan. yang merasa hebat, yang merasa suaranya lebih banyak dibandingkan yang lain mulai menaikkan nilai tawar. loby-loby  dilakukan kesemua arah . mirip pasukan pemanah di medan perburuan. sekali busur ditarik 3 anak panah melesat terserah yang mana yang jadi " korban " santapan perutku yang gendut ini.
Para elit politik ini sebenarnya sadar penuh bahwa tindakan nya yang haus kekuasaan itu mencederai hati pemilih yang bersusah payah memilih parpol yang sesuai dengan ideologinya, yang bersusah payah habis pulsanya melakukan "googling" mencari pigur yang terbaik sesuai latar belakang ideologinya atas saran iklan di televisi " Bingung mau pilih siapa Ya googling aja " begitu kata iklan mengajak para pemilih yang apatis yang mengharamkan politik agar datang ke TPS menyelamatkan demokrasi. Para elit itupun sadar kalau saat kampanye partainya dan tim-timnya melakukan berbagai cara untuk melenyapkan lawan masing-masing, ada yang negatif campaign, ada yang mengeluarkan isu sentimen mayoritas minoritas, ada yang berbalas puisi. rakyat yang lugu menonton drama-drama itu dengan keluguannya sambil senyum-senyum. ya hitung-hitung hiburan sambil nunggu liga inggris la..kata teman-teman di pos ronda.. sebagian kelompok/umat  menanggapi serius perhelatan ini, apalagi melihat survey-survey jagoannya bakal keok dari senanyan. karena peduli pada sejarah masa lalu kejayaan partai mereka, mereka umumnya terdiri dari tokoh-tokoh tauladan umat yang sebenarnya sudah alergi/muak dengan perilaku elite. tapi karena panggilan nurani, karena yang bakal keok punya sejarah historis dengan mereka. ya mau tidak mau terjun membantu menghabiskan waktu agar kejayaan tempo dulu terulang. mereka terjun tampa pamrih bahu membahu membangunkan umat agar bersatu kembali kerumah umat "dikomplek partai umat"  kendati blok dan jalannya berbeda-beda tapi dalam satu perumahan yang sama ya tidak masalah begitu kata para guru-guru itu.
Para elite itu orang-orang yang sangat pintar, mereka sadar sekali bahwa kerja partai mereka luar bisa berat, banyak pengorbanan untuk mencapai kondisi seperti sekarang, tapi nafsu haus kekuasaan tidak sedikitpun berkurang, kepekaan terhadap perasaan umat sepertinya belum terlihat. yang terlihat mulai dari satu hari setelah pencoblosan mereka mulai menunjukkan " Ke-  Akuannya" . saya yang lebih hebat, partai saya sudah teruji, saya paling pantas jadi RI-1.RI2......saya pemimpinnya...ya begitu kita lihat tingkah mereka. disebuah radio saya mendengar mereka berdiskusi ya,,,seputar siapa jadi RI 1, siapa jadi RI2, kamu ketua DPR, Saya wakilnya, Kamu jadi menteri ini, menteri  itu. saya yang mendengarnya merasa sakit hati sekali, tahukah kalian para elite politik yang sedang mabuk kekuasaan..begitu banyak teman yang mendeklarasikan golput berubah pikiran menjelang pileg atau pada pagi hari pileg hanya karena kasihan karena partai-partaimu mau dikuburkan, tahukah kalian para elite betapa banyak guru-guru, kiayi-kiayi kharismatik yang tidak seksi bagi media tetapi mereka eksis diwilayahnya yang sebenarnya menghindari politik tiba-tiba bangun dengan sisa-sisa kekuatannya mengeluarkan fatwa-fatwa agar masuk ke " Kompleks partaimu" .  semua yang mereka lakukan apa mau kita sia-siakan saja  demi kalimat koalisi " demi bangsa" yang selama 10 tahun telah kalian jalani dan hasilnya kalian Nyaris hanya menjadi cerita bagi cucu-cucumu  begitu kata survey.
kalau melihat rencana koalisi-koalisi yang ada saat ini, saya malah lebih kagum dengan zaman orde baru dalam hal pengelolaan politik, pak harto saja yang banyak dicaci banyak orang lebih cerdas memahami struktur ideologi anak bangsa, betapa kita lihat zaman itu partai di "koalisikan berdasarkan ideologi. kelompok islam bergabung ke PPP, kelompok Nasionalis Ke PDI, dan profesional ke Golkar. kita sama-sama melihat 30 tahun terlepas dari kekurangan yang ada, kita mengakui stabilitas keamanan terjamin kendati mereka berkoalisi di perumahannya "masing-masing". rakyat sekarang sudah pintar , banyak  ahli gesture yang bisa menilai apakah kata " Koalisi Demi kepentingan Bangsa " yang selalu diumbar oleh para pemburu koalisi ini tulus atau hanya lips service untuk menghindari kemarahan rakyat yang merasa dibohongin. wallahualam bisshawwab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H