[caption id="attachment_316150" align="alignnone" width="565" caption="foto illustrasi (sumber: tribunnews.com)"][/caption]
Putaran kampanye terbuka pemilihan umum legislatif tengah berlangsung. Partai politik (parpol) memanfaatkan momentum ini untuk menyampaikan program unggulan yang akan mereka usung lima tahun kedepan.
Wacana untuk kebangkitan Indonesia menggema di mana-mana. Bangkit bagaimana bisa Indonesia tidak tergantung dengan negara asing atau minimal bisa mengurangi ketergantungan. Indonesia saat ini boleh dikatakan sudah keterlaluan. Apapun kebutuhan Indonesia, semuanya di impor. Sementara petani Indonesia yang tengah berjuang meningkatkan kesejahteraannya dan ingin merdeka di negeri sendiri, seperti sengaja diabaikan. Sebab selama ini mental pejabat dan penguasa kita adalah mental proyek dan komisi. Di balik impor, ada puluhan miliran rupiah yang bisa mereka kantungi.
Masing-masing parpol pada masa kampanye memaparkan program unggulan. Ada parpol dengan program memberikan subsidi untuk rakyat Indonesia sebesar Rp1.000.000 setiap bulannya/kepala keluarga, menyediakan pupuk dan alat pertanian yang semurah-murahnya dengan pemberian subsidi untuk para petani, dan membangun infrastruktur berupa Pelabuhan, irigasi dan jalan-jalan raya di seluruh Indonesia.
Ada juga janji akan menaikkan gaji PNS, TNI, Polri secara bertahap selama 5 tahun, menggratiskan biaya pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi negeri. Juga menyedikan bea siswa ke dalam dan ke luar negeri untuk 100.000 lulusan SLTA di seluruh Indonesia, membangun kembali pertahanan dan keamanan agar menjadi salah satu yang terkuat di Asia untuk melindungi rakyat dan NKRI. Membangun infrastruktur listrik dan air bersih di pedesaan seluruh Indonesia, menciptakan 10.000.000 lapangan kerja baru selama lima tahun serta mendirikan dan meningkatkan fasilitas Puskesmas untuk pelayanan rawat inap gratis di seluruh kecamatan di Indonesia.
Semua program yang ditawarkan fokus bidang ekonomi, infrastruktur dan sumberdaya manusia saja. Sangat jarang, bahkan mungkin tidak ada sama sekali, parpol yang memiliki fokus untuk bidang lingkungan hidup.
Contoh saja Provinsi Riau, yang masih marak dengan bencana kabut asap akibat membakar hutan dan lahan, yang telah menimbulkan kerugian ekonomi sampai Rp10 triliun, meiliputi bidang ekonomi, transportasi, industri pariwisata, dan energi. Begitu data dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB). Tak hanya itu, juga banyak isu lain seperti pembalakan liar di kawasan hutan lindung dan cagar biosfir.
Akan tetapi, entah kenapa, tak ada caleg di Riau yang peduli dan punya program unggulan di bidang lingkungan hidup. Bahkan, caleg lain secara nasional juga jarang yang peduli dengan isu-isu lingkungan.
Program di bidang pendidikan, peningkatan ekonomi, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, perbaikan infrastruktur, menciptakan pemerintahan yang bersih, dan bidang kesehatan, semuanya bagus. Akan tetapi, ada yang lebih penting untuk keberlangsungan hidup hajat warga Indonesia ke depan, yakni masalah lingkungan.
Bayangkan, akibat kabut saja bisa timbulkan kerugian ekonomi sampai Rp10 triliun. Bukan jumlah yang sedikit. Apalagi, ada lebih 58 ribu warga yang terganggu kesehatannya dan puluhan ribu balita terancam kecerdasannya, karena kabut asap berpotensi sebabkan anak-anak idiot. Artinya, masalah lingkungan juga berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Kalau itu dijumlahkan kerugian tentu banyak sekali dan lebih besar daripada PAD sektor lokal.
Kita tak habis pikir, akibat tak ada kepedulian caleg dengan masalah lingkungan, menjadi pemandangan yang jamak di berbagai kabupaten/kota, para caleg memasang tanda gambar di pohon-pohon pelindung di pinggir jalan. Pemasangan dengan memakukan tanda gambar ke pohon, jelas mengganggu pertumbuhan tanaman. Lebih dari itu juga merusak pemandangan dan keindahan lingkungan.
Jangankan masalah lingkungan yang lebih luas, lingkungan di sekitar rumah caleg saja banyak yang tak beres. Got/drainase di depan rumah tempat tinggalnya tersumbat, sampah bertumpuk, dibiarkan begitu saja. Saat terjadi banjir pada musim hujan, bisanya ribut dan menyalahkan pemerintah.
Bagaimana bisa caleg yang kelak akan menjadi wakil rakyat itu peduli dengan persoalan daerah dan persoalan bangsa, dengan lingkungan terkecil di seputar tempat tinggalnya saja, dia tidak peduli.
Kalau demikian kenyataannya, Anda perlu pertimbangkan kembali dukungan yang akan diberikan. Pilihlah caleg yang cerdas; mengerti dan peduli masalah lingkungan.
Yurnaldi, mencatat dari Dumai, Riau, 19 Maret 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H