Mohon tunggu...
Yurisqi Mukdisari
Yurisqi Mukdisari Mohon Tunggu... Ilmuwan - ENFJ-T

Branding myself become what you think right now, but writting never lies.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasih Lani

18 Agustus 2019   14:11 Diperbarui: 18 Agustus 2019   14:26 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Memangnya saya sakit apa dok?"

Dokter hanya tersenyum

Lani benar-benar tidak mengerti

"Apa sih dok ? tolong jangan begitu, kemarin dokter bilang umur ku tidak panjang, dokter bilang aku sekarat, sekarang dokter hanya tersenyum"

Lani masih ingat ketika ia tersadar di rumah sakit, terbaring dikasur dan merasakan sekujur tubuhnya kaku. Seorang dokter mendatanginya, menyenterkan cahaya silau ke matanya, mengecek suhu tubuhnya, kemudian menyuntikan sesuatu pada lengannya.

Sakit... sungguh sakit rasanya

Sekarang seorang dokter lain mendatanginya, hanya tersenyum dan menulis sesuatu di kertasnya tanpa berkata apa-apa

Lani sungguh takut akan disuntik lagi, tiap disuntik rasanya sakit sekali. Ia akan meraung dikasur merasakan rambutnya seperti dicabuti satu persatu. Jangankan untuk berteriak, bernapas saja rasanya sudah tidak sanggup.

"Dok apa aku akan mati? Dok tolong aku masih ingin hidup dok, anak ku masih bayi, masih butuh asi dok, tolong jawab "

Sinting dokter ini hanya tersenyum

"tidak apa kok bu Lani, kami sedang melakukan pemeriksaan lebih lanjut, mohon bersabar ya bu jika hasilnya sudah ada ibu akan dikabari"

Dokter seperti sedang menyiapkan obat suntik, Lani justru semakin gelisah membayangkan sakitnya pasca suntikan seperti kemarin itu

"Dok tolong jangan disuntik dok, sakit sekali sesudahnya, tolong dok jangan!!!"

***

Hari ini sungguh aneh, tidak ada yang yang datang ke kamar Lani, tidak dokter, tidak suster, tidak petugas bersih-bersih. Pelan-pelan Lani mencoba meraih gagang pintu, membukanya, terdengar suara pintu reyot sangat nyaring mulai terbuka. Lani melihat-lihat lorong rumah sakit tetapi tidak ada tanda-tanda hadirnya orang. Perlahan Lani menyusuri lorong demi lorong.

Bangunan rumah sakit ini sangat terkesan gaya kolonialnya, tiang-tiang tinggi nan kokoh menunjang tiap sudutnya. Daun pintu teramat lebar dan megah seolah setiap pasiennya adalah raksasa. Lani tidak ingat pernah melihat kemegahan rumah sakit ini. Aneh pikirnya, Lani bahkan tidak ingat bagaimana ia masuk rumah sakit. Pikirannya mulai melayang mencari berkas-berkas ingatan yang tak kunjung Ia temukan.

"Apa mungkin aku pingsan dirumah" celetuk Lani, tapi ah sudahlah dia harus tau dimana semua orang yang biasa membantunya. Lani merasa sehat, Ia ingin pulang.

Jika diingat mengapa ya Lani ingin terus pulang.

"ah anakku!!!"

Lani ingat bayinya yang senantiasa Ia beri asi. Jika Lani disini bagaimana dengan bayinya. Tidak mungkin Lani meninggalkannya. Mulai terpikir apakah Ia kecelakaan? Apakah Ia terjatuh dijalan? Apakah keluarganya tahu? Tunggu dulu!

Lani tidak memiliki siapapun disini, suaminya Herman telah meninggalkannya. Lebih tepatnya Lani yang mengiklaskan Herman pada si pemandu karaoke itu.

Sudahlah biar, daripada hidup bersama tapi tersiksa lahir dan batin. Hanya bayinyalah yang selalu Ia pikirkan. Tanggung jawab untuk membesarkan anaknya seorang diri, agar bayinya kelak menjadi orang yang baik, jangan seperti Herman.

Lani terus menyusuri lorong, hingga ia mendapati sebuah taman pada bagian gedung yang lain. Sepertinya memang lorong-lorong ini sambung menyambung. Jika tempat Lani dirawat berada di gedung tertutup begitu sampai di gedung sebelah justru terbuka dengan taman pada bagian tengahnya. Kamar-kamar menghadap ketengah sehingga siapapun dapat memandang taman dari jendela. Meskipun begitu tamannya seolah kurang terawat. Rumputnya liar dan mulai meninggi, seperti terlewat dibersihkan satu atau dua minggu. Terdapat kursi-kursi taman juga lampu dengan tiang. Memangnya siapa yang akan menikmati taman dimalam hari pikirnya.

Ketika tanpa sadar Lani duduk dikursi taman, Ia mulai merasakan seperti ada yang mengamatinya. Lani mulai menerawang kesekelilingnya tetapi tidak ada siapapun. Pintu-pintu kamar tertutup rapat. Sepertinya sunyi sekali apakah pasien-pasien disini tidak ada. Aneh sekali apakah bangunan ini memang tidak terpakai pikirnya. Semakin lama hawa keberadaan orang lain semakin terasa, namun hawa aneh itu justru membuat Lani enggan untuk melihat ke kanan dan ke kiri. Sunyi dan sendiri seperti ini mulai membuat Lani gelisah. Pikiran-pikiran menyeramkan mulai terbayang dan bulu kuduknya pun mulai berdiri. Segera Lani kembali kearah sebelumnya Ia datang, namun tiba-tiba Ia melihat gerakan dari balik tiang diujung lorong. Seorang wanita berbaju hitam dengan rambut sebahu berlari kemudian membuka pintu kamar paling ujung dan cepat-cepat menutupnya hingga terdengar suara brakkk!

Lani sesaat bingung apakah Ia harus menuju kamar itu atau tidak. Hawa tidak enak mulai terasa pada tengkuknya. Tetapi wanita itu adalah satu-satunya yang ada disini selain dirinya. Lani harus menemui wanita itu. Setidaknya agar tidak merasa sendiri. Lani penasaran.

Perlahan Lani mulai melangkah menuju kamar paling ujung tersebut. Lebih mudah karena Lani berdiri di taman yang berada di tengah bangunan. Mula-mula Lani mengintip pada jendela disamping pintu. Kacanya tidak terlalu terang seperti model kaca film tua. Jika kita mendekatkan pandangan lebih dekat barulah terlihat apa yang ada dibalik jendela. Itupun kurang jelas mungkin karena faktor jendela yang kusam berdebu. Samar-samar Lani melihat terdapat meja yang ada di balik jendela. Sepertinya memang sengaja ditempatkan menempel menghadap jendela. Kemudian terdapat tempat tidur kayu dengan kasur yang dibungkus kain putih rumah sakit. Namun sepertinya kamarnya masih luas antara terdapat meja lain atau adanya kasur lain disebelahnya, yah seperti kamar yang ditempati Lani. Samar-samar sepertinya ada wanita itu duduk dikasur kedua namun karena tak jelas terlihat dan wanita itu menghadap ke dinding, Lani pun megetuk pintu. 

Tak ada jawaban sama-sekali meski sudah diulang beberapa kali. Lani kembali mengintip melalui jendela. Anehnya wanita tadi tidak ada di kasur. Apa mungkin dia berdiri dibalik pintu atau di bagian yang tak terlihat. Apa wanita itu tidak mau menemuinya?

"Hallo... permisi"

"Halo... mbak maaf saya Lani dirawat di sini juga"

"Mbak boleh saya masuk?"

Namun masih juga tidak ada jawaban. Lani yang penasaran mencoba memegang gagang pintu. Ternyata pintunya tidak terkunci. Dengan mudah Lani dapat membukanya, meskipun begitu Lani enggan mendorong pintunya. Pikirannya kembali berpikir apa baik membuka kamar begitu saja. Ah tapi kan ini rumah sakit bukan kamar pribadi sudah sewajarnya kan perawat dokter bahkan orang yang membesuk masuk. Aneh juga kalau pintunya terkunci atau harus ketuk pintu kalau masuk celoteh Lani.

Perlahan Lani membuka pintu. Kini jelas terlihat terdapat dua tempat tidur dan dua buah meja. Satu meja menghadap jendela dan satunya lagi berada menghadap dinding sehingga simetris.

"tunggu dulu"

Tiba-tiba Lani menyadari sesuatu yang aneh.

Tidak ini tidak mungkin.

Jantungnya terasa berdegup kencang. Ia menyadari hanya dirinya seorang diri disana. Jelas-jelas tadi Lani melihat sosok wanita masuk, dan di jendela pun terlihat wanita itu duduk di sini, di kasur!

 Ah tenang Lani, mungin dia ada di kamar mandi. Pasti kamar ini ada kamar mandinya. Lanipun melihat sekeliling. Tidak ada pintu lain selain pintu masuk tadi.

Lani benar-benar ketakutan hingga ingin berlari. Namun kakinya lemas seperti tak bertenaga. Sekuat tenaga Ia akhinya mampu membalik badan dan berjalan menuju pintu.

Rasanya pintu yang tadi begitu dekat terasa semakin jauh dan jauh saja.

Pintu ayoo pintu aku harus keluar dari kamar ini, aneh kenapa kakiku tidak mau digerakkan.

Dengan tangannya sendiri Lani mengangkat kakinya, menyeretnya untuk maju. Mula-mula kaki kanan, kemudian kaki kirinya. Tangannya mulai gemetaran, keringatnnya mulai terlihat pada dahinya. Hingga akhirnya Lani sampai ke pintu dan berhasil keluar. Badannya sudah gemetar seutuhnya. Kepalanya mulai berdenyut dan keringat menetes dari lehernya. Di depan pintu Lani mulai mengatur napasnya. Jempol kakinya yang kaku terasa bisa di gerakkan.

Ayo Lani .. ayo apa sih yang terjadi. Lani merasa tak kuat beranjak lagi. Ia bahkan tidak sanggup menutup pintu dibelakangnya.

sayup terdengar suara tangisan seorang wanita

"hmm...hmmm.. hmm"

Posisinya yang mengebelakangi pintu membuatnya hanya bisa menoleh ke kanan. Begitu pandangannya bertemu jendela. Seorang wanita menatapnya tajam, matanya melotot, dan berteriak"

"PERGI!"

Lanipun tak sadarkan diri.

***

"Tolooooong!!!"

Teriak Lani bagaikan bangun dari mimpi buruk

Lani berteriak namun Ia pun sadar posisinya yang sudah diatas kasur, di kamarnya sendiri.

Terlihat perawat sangat kaget mendengar teriakannya.  Perawat itu membawa nampan berisi makanan.

Seseorang ber jas dokter yang baru Ia lihat sedang menulis sesuatu pada bukunya.

"Tolong sus, ada seorang wanita, aku, sendiri, tidak ada orang, aneh, menghilang, kaku"

Aneh kata-kata Lani tidak bisa tersusun dengan baik. Apa yang ada dikepalanya tidak dapat Lani keluarkan menjadi kalimat yang dapat dicerna. 

"ahkh, aku, keapa, haaa, us, haakh"

Lani ingin menangis sejadi-jadinya. Ia sangat takut, terlebih lelah, sekarang Ia bahkan tidak dapat berbicara. Apakah ada yang menutup mulutnya agar tidak dapat menyampaikan ketakutannya.

Tidak ada yang aneh di rumah sakit ini. Lani harus pergi. Ia ingin pulang. Pasti wanita itu setan.

Tapi sejak itu Lani tak berani keluar kamar, tidak lagi-lagi Ia ke gedung sebelah.

.........................................................

Hari ini Lani dapat teman sekamar. Setelah beberapa hari sendiran, membuat keributan, dan selalu memaksa pulang. Tidak ada yang mendengarkannya. Dokter bahkan tidak memberi tahu Lani apa yang salah pada kesehatannya.

Lani memang berada di kamar dengan kapasitas 2 orang. Seorang perempuan muda. Usianya tidak lebih dari 30 tahunan. Wanita itu didorong dengan kursi roda dan dibopong ke kasurnya, terlihat lemah sekali. Pandangan matanya kosong. Lani sempat bertatap mata dengannya. Namun meski wanita itu menatapnya seperti tidak ada jalan pikirnya. Tanpa ekspresi, tanpa arti apa-apa.

Suster memasang infus pada lengannya. Jarum mulai dimasukkan namun tidak ada pergerakan sama sekali. Kalau aku sih meringis, pikir Lani. Suster seperti membisikan sesuatu ke telinga wanita itu dan mengusap kepalanya. Menyingkirkan rambutnya yang terurai dan menutup dahi. Dokter Kemudian terlihat menghampiri. Mengecek detak jantungnya, dan melihat pergerakan matanya. Meskipun sudah diberikan stimulasi-stimulasi wanita itu tetap diam. Selesai mengecek hal-hal umum lainnya semua meninggalkan Lani berdua. Sebelum itu Lani melihat dokter menyuntikan sesuatu. Kemudian wanita itu memejamkan matanya. Lani melihat, ingin bertanya namun sungkan. Sudahlah nanti juga bisa, dia pasti lemas sekali, wajahnya pucat, dan mulai tak sadarkan diri. Bertanya pada suster dan dokter pun Ia sedang muak, mengingat ketidakjelasan ini. Lani ingin pulang, Ia merasa sehat. Ditengah pikiran-pikiran gundahnya Lani pun kembali tidur.

Sudah lama sekali Lani tidak bermimpi. Ia merasa seperti terbang, diawang-awang. Ia seperti merasakan sentuhan-sentuhan halus bagai kapas disekitarnya. Lembut membawanya terus menikmati sensasi terbang. Pikirannya menjadi tenang dan senang. Ia merasa seperti anak kecil yang tidur di tumpukan kapas, Lani terus tersenyum, bahkan sesekali tertawa karena rasa geli yang timbul ketika benda-benda halus itu menyentuh pipinya. Lani bagaikan anak lima tahun, Ia sudah lupa beban hidupnya. Semua terlupakan. Hanya indah dan menyenangkan.

***

Sore itu hujan lebat sekali, sesekali petir menggelegar. Hawa dingin sangat terasa. Angin mengibarkan kain-kain jendela.

Lani melihat wanita itu sesekali memandang keluar jendela. Terkadang tanpa sengaja, terlihat tetesan air mata yang buru-buru diseka.

Pernah suatu ketika mereka beradu pandang, refleks Lani tersenyum dan ingin menyapa

Ada apa? Sakit apa? Kenapa?

Tapi wanita itu barang sedetikpun langsung memalingkan wajah, menunduk, membuang muka.

Pernah Lani memberanikan diri menyapa, wanita itu malah diam seribu bahasa.

Akhh entahlah, semua ini membingungkan Semua yang ada dirumah sakit ini aneh. Dokternya, susternya, siapapun. Lani ingin kabur tapi mengingat kejadian wanita di gedung sebelah membuat la takut. Kamarnya adalah yang paling aman.

Lani sudah sering meminta pulang pada dokter. Kadang hingga histeris dan beradu mulut. Mereka selau saja, sabar... sabar... sabar. Dokter bilang Lani masih sakit. Berbahaya jika pulang apalagi bertemu anaknya. Tapi Lani masih harus diperiksa dan dipastikan. Kata-kata sabar dan tunggu sudah  jadi makanan sehari-hari.

Segala obat harus Ia minum setiap hari. Setiap pagi dokter pasti datang, dan menyuntikkan sesuatu. Semakin lama Ia semakin terbiasa dengan sakitnya. Dokter bilang suntikan menyakitkan itu karena membunuh penyakit di tubuhnya. Jika masih sakit artinya masih ada penyakitnya.

Setan lah ini semua. Apa yang terjadi. Mana sekamar sama orang bisu pula.

Pernah payudara Lani sakit sekali. Sepertinya asi sudah menumpuk. Sudah berapa lama susunya tak dikeluarkan pikirnya. Rasanya sungguh tidak nyaman. Kadang bajunya basah. Rasa sakitnya bahkan menjalar linu hingga ke punggung dan leher.

"Haduuh suus, tolonglah saya butuh pompa ni"

Suster hanya menatapnya aneh

"Lah kok bengong sih, tidak sopan amat sih sakit ini sus"

"Maaf bu Lani, saya tadi lagi melamun"

"Haduh kerja kok melamun, saya pinjam pompa dong"

"Iya bu, nanti di cari dulu ya"

Hingga siang rasanya makin parah, tidak hanya nyeri, meriangpun mulai menyerang.

Suster kok belum antar-antar pompa juga sih. Haduuh

Hari-hari Lani diisi denga memaki dan mencela. Mungkin dokter dan suster bahkan sudah tak peduli lagi padanya.

***

Tengah malam itu kejadian aneh terjadi lagi, kali ini di kamar Lani. Wanita teman sekamarnya tiba-tiba tidak berada dikasurnya. Sontak Ia melihat sekeliling kamarnya. Wanita itu tidak ada.  Ah mungkin di kamar mandi. Padahal kan dia pakai cateter. Lani sering menyaksikan bahkan tadi pagi suster mengosongkan isinya. Pintu kamar mandi memang selalu tertutup jadi Lani tidak tahu apa ada orang atau tidak.

Lama Lani menunggu tapi tidak keluar juga, pintu tetap tertutup, tidak ada suara di dalam. Tapi kan tidak mungkin kalau dia keluar kamar atau dipindahlan Lani tidak sadar. Sebelum tidur Ia masih lihat wanita itu.  Sayup sayup sepertinya terdengar tangisan.

Benar dari kamar mandi.

Apa yang terjadi?

Buru-buru Lani turun dari tempat tidurnya. Lani memastikan sekali lagi dengan menempelkan cuping telingannya pada pintu. Benar saja suara tangisan lebih kencang terdengar. Sedih sekali, tangisan yang perempuan yang menyesakkan dada.

Lani pun mengetuk pintu

"Mbak ada apa?"

"Mbak tidak apa-apa?"

Tangisan tetap berlanjut

"Mbak saya Lani teman sekamar mbak"

Tangisan itu berhenti.

Lanipun bingung

"Mba boleh saya masuk?"

"Tidak Lani, kamu harus pergi, tempatmu bukan disini"

Lanipun kaget, apa maksudnya?

"Kenapa mbak? Apa maksudnya? Apa semua baik-baik saja?"

Hening

Lani sangat bingung, takut wanita itu jatuh pingsan, apa jangan-jangan bunuh diri

Lanipun membuka pintu

Hal itu terjadi lagi

Tidak ada orang didalam

Lani buru-buru membalikkan badan, menutup pintu, sebelum kakinya lemas.

Betapa kagetnya Ia melihat teman sekamarnya sedang tidur di kasurnya.

Tidak, aku yakin tadi dia tidak ada!

Dengan langkah seribu

Lani menuju tempat tidurnya, menarik selimut, memejamkan mata.

Ia berharap setan pun tidak tahu Ia sadar.

Semakin hari Lani sering merasakan dan dihantui hal-hal menyeramkan lainnya.

Rumah sakit ini aneh dan menyeramkan. Lani dapat merasakan ada sesuatu yang buruk disini.

Ia mulai berpikir apa jangan-jangan Ia memang tidak sakit. Ia akan dijual, atau organnya akan diambil. Jangan-jangan Ia diculik. Apa ini tempat pembantaian?

Semua memeperingatkannya untuk pergi.

Lani harus pergi ya harus!

Ia sudah merencanakan segalanya. Malam ini ketika suster meninggalkannya Ia akan pergi.

***

Pagi itu suster datang, membawanya keluar kamar.

Anehnya Lani seperti antara bangun dan tidur.

Lani dibius.

Badannya kaku, tapi otaknya sadar.

Tempat tidurnya didorong menuju mobil.

Perjalanan penuh guncangan, panjang, sunyi, dan dingin.

Lani meneteskan air mata. Ia belum sempat kabur.

Padahal malam ini Ia akan bebas, pulang mencari anaknya, membawanya pergi sejauh mungkin.

Tapi jika Ia tahu kali ini akan mati. Lani berdoa semoga anaknya akan baik-baik saja.

Semoga anaknya dibawa ke panti saja. Jangan diberikan pada Herman. Membayangkan istri baru herman mengurus Kasih bayinya. Lani sangat takut dan kasihan. Jangan ya tuhan jangan. Tolonglah Kasih ya Tuhan.

Samar-samar terlihat Lani sudah sampai.

Yang dilihat sungguhlah aneh.

Apakah Ia disurga?

***

"Selamat pagi bu"

"Pagi dok"

"Bagaimana perasaan ibu hari ini?"

"Lumayan dok, sudah lebih baik, semoga saya cepat pulang dari sini"

"Iya Aamiin, jika dilihat hasil cek darahnya bagus, saya akan berikan obat suntik saja supaya lebih cepat responnya"

"Haduh dok pelan-pelan ya, by the way dok wanita itu kemana ya?"

"Oh Meilani, sudah dipindah kan, semoga lebih baik sekarang"

Dokter memang tidak bilang apa-apa tapi aku tau dia menerawang sesuatu

Wanita itu tidak pernah berbicara, sering aku saksikan Ia menangis. Pernah Ia tidak mau makan obat hingga dokter selalu menyuntik obatnya. Wanita itu selalu histeris. Pernah Ia mememinta pompa ASI, padahal tidak setetespun keluar dari payudaranya.

Jiwaku yang penasaran pernah bertanya-tanya pada suster-suster

Katanya sih keracunan

Awalnya tidak ada yang mau memberi tahu, tapi aku terus penasaran

Tapi setelah berhasil sembuh dari gejala Typus aku akhirnya membaca berita dirumah

"Meilani Sunendar, seorang ibu yang tega membunuh bayinya dan mencoba bunuh diri karena depresi atas perselingkuhan suaminya. Lilitan ekonomi dan kesulitan mencari pekerjaan karena merawat Kasih, bayi malangnya. Depresi membuat ASInya tidak berproduksi, bayinya kelaparan, tak sanggup membeli susu formula Meilani gelap mata. Keluarganya sudah lama tidak mengakuinya sebagai anak, karena tidak setuju atas pernikahannya. Setelah menjalani pengobatan dan rangkaian pemeriksaan, Meilani dipastikan mengalami gangguan jiwa dan dipindahkan untuk menjalani pengobatan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun