Mohon tunggu...
Titik Yulianti
Titik Yulianti Mohon Tunggu... -

Asli ngapak

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Pintu Psikopat dan Jam Acrophobia

24 Mei 2014   02:15 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:10 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Barang-barang di rumahku memang ajaib.  Mereka seolah punya pikiran dan kehendak masing-masing. Pintu-pintu di segala penjuru rumah misalnya.  Mereka seolah ingin menonjol dengan keanehannya masing-masing.  Pintu di ruang tamu, hanya bisa dibuka dari dalam.  Kalau kita baru pulang ke rumah dan pintu samping terkunci, otomatis kita harus membunyikan bel agar seseorang membukakan pintu.  Gara-gara pintu tidak bisa dibuka dari luar.

Pintu samping juga seolah berkonspirasi sama pintu depan menuju ruang tamu.  Mereka telah berkomplot untuk membuat orang yang mau masuk ke rumah merasa kerepotan.  Dia tidak bisa ditutup.  Jadi kalau ingin menutupnya harus langsung dikunci.  Kalau tidak dikunci tidak mau menutup soalnya.  Makanya saat kita masuk rumah sendiri berasa kayak tamu, pencet bel dulu.

Pintu kamarku modelnya beda sama pintu yang lain.  Digeser.  Tadinya mau sok-sokan biar seperti rumah ala Jepang.  Tapi baru sebentar rusak.  Sekarang tiap pintu dibuka bunyinya kencang.  Kayak kayu dibanting-banting, jebrat-jebret.  Nah kalau pintu belakang paling bikin males.  Pintunya sadis, sepertinya dia sering nonton film psikopat.  Pegangan pintunya mepet kayu penyangga.  Jadi jari kita sering kejempit di pintu itu.  Sepertinya semua pintu di rumah berlomba-lomba cari perhatian.

Dari semua barang di rumah, jam dinding adalah barang yang paling pengecut.  Jam dinding di ruang tamu tadinya awet banget.  Dari jaman aku kecil sampai lulus kuliah masih sehat.  Tapi setelah aku selesai kuliah, kesehatannya memburuk.  Sering ngadat.  Mungkin sudah udzur.

Jika saja dia bisa ngomong, mungkin jam itu bakal bilang begini, “Tik, uhuk..uhukkk... Kamu sudah besar sekarang.  Sudah sarjana.  Artinya tugasku untuk mengingatkan setiap waktumu sudah selesai sekarang. Uhukkk... Selamat jalan...” Trus mati deh.

Setelah jam dinding itu menemui ajalnya, dia pun digantikan oleh jam dinding lain.  Tapi jam dinding kali ini benar-benar kompetitif.  Tadinya kan dia sudah diset pada jam yang sama seperti jam yang lain.  Tapi saat teman-temannya masih jam 10, dia sudah jam 12.  Banyak penghuni rumah yang marah sama dia.  Kadang kasihan juga sih.  Jam itu kan sudah bekerja sangat keras, jauh lebih gigih dari jam pada umumnya. Tapi para penghuni rumah tidak menghargai usahanya sedikitpun.  Mungkin dia sakit hati karena hasil kerjanya tidak diakui, dan akhirnya memutuskan bunuh diri.  Trus mati deh.  Sebenarnya ada banyak spekulasi tentang kematinannya, tapi saya yakin dia mati bunuh diri.

Usai kematian jam itu, dia tidak langsung dimakamkan.  Hanya ditaruh begitu saja bersama jam pendahulunya.  Kemudian jam dengan motif yang cantikpun menggantikan kedudukannya.  Tapi sekali lagi jam itu berumur pendek.  Dia pun bergabung bersama jam-jam lain yang telah mendahuluinya.  Teronggok di gudang.

Jam di ruang tengah memiliki empati yang tinggi.  Dia pun ikut-ikutan menyusul para sahabatnya menuu kematian.

Hari demi hari berganti, sebuah keajaiban terjadi.  Jam-jam itu kembali hidup.  Jam yang kompetitif, jam yang cantik , dan jam di ruang tengah hidup lagi.  Mereka kembali berdetak, meski tidak bernapas.  Tapi mereka benar-benar hidup.  Aku pun mulai menyelidiki sebenarnya apa yang membuat mereka mati suri.

Berdasarkan investigasi mendalam dan psikotes terhadap ketiga jam itu, aku pun menemukan sebabnya.  Jam-jam itu ternyata mati karena ketakutan.  Mereka takut menggantung di ketinggian pada dinding.  Mereka menderita acrophobia.  Itulah mengapa setelah ditaruh di lantai gudang, mereka kembali berdetak dengan cerah ceria.

Notes: Bagi yang ingin membeli jam dinding, sebaiknya tanyakan dulu pada jam yang akan anda beli.  Apakah dia menderita pobia ketinggian atau tidak.  Jika dia ternyata takut ketinggian tapi anda kadung
suka, sebaiknya jangan menaruh jam itu di dinding.  Taruh saja di lantai. Sekian, salam kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun