Nampaknya, kejadian semacam ini tidak hanya di sepanjang kaki Gunung Semeru, tetapi juga nyaris hampir seluruh wilayah di republik ini.Â
Lihat contoh bencana gelombang tsunami dan gempa bumi di NAD dan Kepulauan Nias, yang siklus terjadinya puluhan bahkan ratusan tahun.Â
Amati bagaimana sikap warga hingga kini terhadap ancaman bencana yang sama ke depan. Sangat mungkin warga berpikir masih lama lagi akan terjadinya!
Sikap dan kesadaran risiko bencana alam dan semacamnya di kalangan warga, menjadi berbeda sekali bila dibandingkan dengan masyarakat Jepang misalnya, yang mengalami goncangan gempa setiap saat.Â
Dampak yang muncul dapat diminalkan karena seluruh pola hidup bahkan budaya hidup mereka telah menyatu dengan ancaman gempa bumi. Dan karenanya, korban jiwa tentu dapat dikendalikan dengan ketat.
Membangun budaya risiko menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk dijadikan gerakan dan menyatu dengan aktifitas pembangunan di segala bidang kehidupan.Â
Kalau tidak, maka hidup akan menjadi kesia-siaan belaka, sebab bukan saja harta benda yang hancur ketika bencana datang, tetapi jiwa akan melayang tiada arti.
Bumi dan planet yang sedang dihuni dan dikelola oleh umat manusia ini dengan segala kemajuan yang dicapai menunjukkan semakin tingginya risiko yang harus dikelola oleh setipa organisasi, perusahaan, pemerintah bahkan oleh setiap individu.
Dan oleh karenanya, harusnya setiap orang memiliki kesadaran, pengetahuan dan bahkan budaya risiko yang semakin meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan dinamika dan kemajuan pembangunan yang dicapai.
Salah satu karater utama yang dimiliki oleh warga negara yang sudah maju adalah kemampuan mengelola risiko yang dihadapi!
Yupiter Gulo, 13 Desember 2021