Kutipan diatas merupakan ungkapan Presidein Joko Widodo pada tanggal 1 Juni 2017 ketika acara peringatan Hari Lahir Pancaila untuk mengingatkan bangsa Indonesia tentang hakekat negeri ini yang dilahirkan, diperjuangkan, dikawal dan dibangun dalam keberagaman yang dipersatukan oleh nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dan diikat dengan ke Binekaan serta UUD 1945.
Tidak bisa dipungkiri bahwa Jokowi sebagai RI-1 sejak 2014, menyiratkan kegelisahannya tentang Indonesia yang sangat beragam, yang kalau tidak mampu dikelola secara benar, tepat dan cepat maka kemajemukan akan menjadi ancaman bagi eksistensi republik ini sebagai NKRI.
Dalam setiap kesempatan, Jokowi selalu mengingatkan dan menegaskan kemajemukan Indonesia, sedemikian sering sehingga sangat hafal detail dari Sabang - Merauke, dari Miangas sampai ke Rote, sebanyak 1.331 suku bangsa dan sekitar 652 jenis bahasa daerah yang berbeda yang tersebar di sekitar 16.056 pulau-pulau yang ada di wilayah Indonesia.
Mungkin sedikit orang memahami kegelisahan seorang Jokowi dalam mengelola Indonesia yang sangat beragam ini. Belum lagi disparitas kemajuan pembangunan, fasilitas, aksesilibitas yang dianggap tidak adil dan sering menjadi pemicu problema, konflik bahkan pertengkaran diantara masyarakat sesama anak-anak bangsa yang merdeka.
Bila dicermati, sejak menjadi orang nomor satu di Indonesia, Presiden Jokowi terus melakukan berbagai upaya untuk menjawab kegelisahannya tentang keberagaman di Indonesia. Salah satunya adalah diplomasi atau politik pakaian adat suku-suku di Indonesia.
Kebiasaan Jokowi mengenakan pakaian adat yang berbeda terutama setiap bulan Agustus dalam rangkaian perayaan HUT Kemerdekaan RI menjadi simbol pemersatu bangsa ini yang kaya dengan keragaman.Â
Tahun  2021 ini dalam perayaan HUT RI ke 76, Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Suku Baduy ketika berpidato di depan sidang DPR/MPR, dan pakaian adat Suku Lampung saat upacara detik-detik proklamsi kemerdekaan di Istana Negara.Â