Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketika Erick Thohir Mendrobrak BUMN

20 November 2019   10:36 Diperbarui: 21 November 2019   20:50 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jika tidak dapat terbuka, tidak dapat dibereskan, tutuplah usaha bisnis perusahaan."

Seminggu terakhir ramai berita "Mendobrak BUMN". Mendobrak dimengerti sebagai usaha dengan tenaga membuka pintu yang tertutup, baik dengan kekuatan tangan, lengan maupun seluruh badan.

Mendobrak secara fisik diperlukan tenaga dan kekuatan. Jika pintu dapat didobrak, akan menjadikan mereka yang menutup dan menghalanginya "terdobrak" maka usaha "pendobrakan" mengejutkan bagi yang di dalam ruangan dalam "zona nyaman".

Dobrak mendobrak BUMN ini menjadi sangat penting dan utama serta mendesak untuk dieksekusi. Maaf, "ini pesan Presiden!". Ini sesuai dengan anjuran Presiden agar kita maju bekerja meninggalkan "zona nyaman", maka perlu tindakan seperti "Mendobrak BUMN".

Dan bukan saja hanya BUMN tetapi juga yang lain, baik unit bisnis maupun unit pelayanan di seantero layanan pemerintahan di republik ini.

Dalam pengertian "Mendobrak BUMN" bukanlah memaksakan agar pintu perusahaan terbuka. Tetapi sesungguhnya yang dimaksud "mendobrak" di sini lebih menekan pada sebagai kekuatan kemauan, political will, dan keahlian professional agar ketidakberesan di dalam beberapa perusahaan BUMN dapat  teratasi.

solopos.com
solopos.com
"Mendobrak BUMN" diperlukan keberanian, karena sudah sejak berpuluh tahun sejumlah perusahaan utama milik negara ini dijadikan usaha terselubung, usaha yang menguntungkan bagi sekelompok orang tertentu demi keuntungan kelompok yang bertahan melalui akal-akalan dan kekuatan tertentu. Dan lebih parah lagi, ini sudah berlangsung puluhan tahun. Sungguh menyedihkan!

Kalau mencermati dengan baik, di dalam ulasan hampir setengah halaman di harian Kompas Kamis 14 November 2019, Paul Sutaryono, Staf Ahli Pusat Studi BUMN, Pengamat Perbankan, Mantan Vice President BNI, mengulas usaha Menteri BUMN yang baru dengan judul "Tantangan Menteri BUMN".

Sangat mencerahkan, karena dalam rubrik "Opini" di harian Kompas tersebut secara cukup detail diungkap sebuah kenyataan keadaan berbagai perusahaan BUMN secara kuantitatif adanya 143 BUMN, mengenai: kontribusi yang meliputi pajak, dividen, dan pembayaran non pajak, yang dianalisis penulis sebagai "rapor yang agak biru". (Dengan arti, sebagian BUMN berprestasi cukup baik)

Namun, dalam sub Bab "Aneka Tantangan Kedepan" disana ditulis mengenai perlunya reformasi birokrasi, antara lain mandat Presiden untuk memangkas eselon 3, 4, dan 5 untuk mengerek efisiensi mempercepat pengambilan putusan dan eksekusi program.

Kemudian isi rubrik opini itu dibeberkan secara rinci "bersih-bersih warisan" 14 (empat belas) BUMN yang merugi, plus berbagai kasus dugaan korupsi yang dilakukan direksi BUMN. Aduh! (seru kesakitan penulis ahli). Belum lagi ulasan ilmiah penulis rubrik itu tentang "Ancaman resesi dan disrupsi".

Maka seruan berbagai pihak usaha Menteri BUMN dalam Kabinet Indonesia Maju "Mendobrak BUMN" disambut positif oleh khalayak yang berharap terjadinya perubahan drastis demi menyelamatkan BUMN yang merugi atau yang dirong-rong mafia kejahatan perampasan hak dan keuntungan nilai ekonomis dari negara dan kepentingan rakyat.

Itu sebabnya bisa dimengerti ketika nama seorang Ahok, mantan Gubernur DKI, dan Hamzah Chandra mantan petinggi KPK menimbulkan reaksi keras yang pro dan kontra untuk menjadi pengendali dalam sejumlah BUMN. Yang pro kehadiran dua tokoh ini menjadi petunjuk keinginan publik agar dobrakan tidak main-main tetapi mendasar dan tuntas.

harianindo.com
harianindo.com
Bagi yang tidak setuju, dicurigia sebagai opini opini yang masih pro pada kondisi BUMN yang lama yang sarat dengan tipu menipu dan manipulasi serta seabreg penyimpangan manajemen yang merugikan negara dan merugikan masyarakat pula.

hot.grid.id
hot.grid.id
Sesungguhnya masalah ketidak beresan beberapa BUMN ini sudah diketahui sejak cukup lama, namun tidak ada sosok yang berani mengambil tindakan. Sekaranglah baru ada seorang pemberani, pemberani mengambil risiko pula, karena dalam membereskan BUMN yang merugi dan terindikasi dikuasai semacam mafia yang membahayakan perekonomian negara, tindakan "ikutan" dari Menteri BUMN yang baru untuk siap menempatkan "orang-orang yang professional tetapi kontroversial" diberi sebutan sebgai "Mendobrak BUMN".

Dalam kajian Ilmu Manajemen Risiko, sudah lama ke empat belas BUMN itu plus satu BUMN sangat dominan dalam bidang energi sesungguhnya masuk dalam kategori "Krisis".

Sebagai warga Indonesia biasa yang berpengalaman dalam makan asam dan garam kehidupan serta ikut menangani manajemen berbagai industri baik Multi National maupun nasional siap untuk berbagi ilmu dan pengalaman agar perusahaan yang terancam jatuh merugi dapat diusahakan mencari solusinya (meskipun sudah ada perusahaan yang diserukan untuk "diamputasi" -- dan memang solusi demikian mungkin adalah terbaik).

Bagi BUMN yang masih "sehat" harus dapat diusahakan tindakan untuk mitigasi risiko secara intehen dengan mengikuti acuan penanganan kepemimpinan yang seharusnya lebih professional dan pembenahan komunikasi efektif. Kedua ilmu bisnis manajemen tersebut menjadi dasar utama agar perusahaan dapat meningkatkan performannya.

YupiterG dan Ludwig Suparmo, 20 November 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun