Kejadian penyerangan terhadap Menkopolhukam Wiranto di Pandeglang sangat memprihatinkan kita semua, seperti percaya dan tidak percaya serangan itu bisa dilakukan karena nampaknya tidak ada tanda-tanda peringatan sebeum kejadian.Â
Kita harus bersyukur tidak ada korban jiwa yang jatuh, kendati Menkopolhukam Wiranto dan Kapolsek Menes Kompol Daryanto dan seorang petugas keamanan terkena tusukan si pelaku. Â
Penyerangan yang sangat singkat ini, menjadi viral di media sosial. Tidak saja foto-foto kejadian itu, tetapi juga video pendek yang sangat jelas memepertontonkan saat-saat penyerangan, hinggga bahkan dibekuknya pelaku sampai ditahan.Â
Dan nyaris semuanya bisa disaksikan oleh publik dimana saja. Lagi-lagi ini menjadi contoh bagaimana media sosial itu sebagai ruang publik yang sangat terbuka bagi siapa saja. Dan karenanya semua penonton bisa berpersepsi, beropini dan ikut ber-buzzer-ria.
Sebagai orang awam dalam urusan keamanan negara dan tokoh politik, saya melihat peristiwa serangan terhadap Wiranto ini sepertinya sebuah kecolongan besar bagi para aparat keamanan, khususnya pihak polisi yang seharusnya menjadi arena tupoksi mereka.Â
Sebagai sebuah kecolongan, harusnya penyerangan ini tidak perlu terjadi, karena bisa dicegah dengan mudah.
Kesimpulan ini bisa dilihat dengan video rekaman peristiwa yang dialami oleh Wiranto itu. Perhatikan bahwa begitu mudahnya si pelaku beraksi dan nyaris tidak ada pengamanan dan pengawalan yang berarti terhadap seorang Menkopolhukam yang butuh pembersihan lingkungan tempat beliau berada selama bertugas disana.
Artinya, sekecil apapun risiko yang mungkin akan terjadi, tidak boleh dibiarkan tanpa kepastian pengamanan di lapangan. Sebab kalau sudah kejadian seperti terhadap Wiranto, maka alasan apapun diberikan tidak ada manfaat dan gunanya.
Seperti sekarang ini, begitu banyak analisis tentang apa dan bagaimana serta mengapa serangan ini dilakukan oleh dua orang suami dan istri yag begitu mudahnya mendekati dan menyerang Sang Menteri.Â
Ini betul-betul sebuah kecolongan yang "memprihatinkan" dan juga "memalukan" bagi pihak aparat keamanan. Satu orang menteri saja tidak bisa di jaga, apalagi kalau jumlahnya banyak.