I.
Sebaiknya saat ini, di hari terakhir bulan September dan sebelum memasuki bulan Oktober, seluruh warga negeri ini harus berhenti sejenak menundukkan kepala. Berdoa atas korban-korban jiwa yang sudah berjatuhan selama beberapa hari terakhir ini.
Kita berduka bersama dengan keluarga-keluarga yang ada 33 orang meninggal di Wamena Papua akibat kerusuhan yang terjadi. Kita juga berduka bersama dengan puluhan korban jiwa akibat gempa bumi yang memporakporandakan Ambon pada minggu yang lalu. Dan negeri ini berduka atas jatuhnya korban jiwa dua orang mahasiswa di Kendari sebagai akibat dari demo dan bentrok yang terjadi.
Suhu menjadi sangat tinggi dan panas. Bukan saja karena hujan sudah lama tidak turun di sejumlah kota seperti Jakarta. Tetapi juga karena panasnya suhu politik di negeri ini, yang sedang "memperebutkan" sesuatu "kekuasaan" atau "hak dan kewenangan" dan atau yang lain. Sedemikian kencang sehingga muncul konflik karena saling mengklaim.
Suka atau tidak suka, Senayan menjadi poros panas suhu politik di negeri ini, terutama sejak hak inisitif DPR untuk merevisi UU KPK dan terus berlanjut pada sejumlah RUU yang harusnya ditargetkan disahkan hari ini sebelum Anggota Dewan periode 2014-2019 lengser.
Memang wilayah Senayan, tempat bermukimnya para wakil rakyat menjadi sumber panasnya suhu politik yang lalu menyebar keseluruh pelosok negeri ini. Dan saking panasnya, dia memang "membakar" apa saja yang diterjangnya.
II.
Hari ini diberitakan kalau Presiden Jokowi secara khusus menyampaikan belangsukawa atas meninggal dunia 33 orang warga Wamena di Papua, seperti diberitakan oleh Kompas.com.
Presiden Joko Widodo mengucapkan belasungkawa atas kerusuhan yang menyebabkan 33 orang meninggal dunia di Wamena, Papua. "Saya ucapkan duka mendalam meninggalnya korban di Wamena, 33 meninggal," kata Jokowi di Istana Bogor, Senin (30/9/2019).