Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dua Gubernur dengan Dua Kontroversi

6 September 2019   21:40 Diperbarui: 7 September 2019   08:02 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.beritasatu.com/nasional/573155/gubernur-sumut-wisata-halal-bukan-hilangkan-budaya-batak

Menarik mengamati gaya dari dua orang Gubernur yang "khas" ini, yaitu Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, dan Gubernur Maluku, Murad Ismail yang dalam sepekan terakhir menjadi berita yang menuai kontroversi dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai orang nomor satu di Provinsi yang dipimpin.

Gaya yang dipertontonkan oleh keduanya menarik bahkan juga hadir dengan kontroversi baik produktif maupun yang tidak produktif dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi di tengah-tengah masyarakat.

Mereka berdua hampir memiliki latar belakang yang hampir sama. Edy Rahmayadi, sang Gubernur Sumut ini mantan Pangkonstrad. Letnan Jenderal TNI H Edy Rahmayadi adalah seorang purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Darat.

Sedangkan Murad Ismail merupakan Mantan Komandan Korp Brimob Polri. Ia merupakan purnawirawan perwira tinggi Polri yang memiliki jabatan terakhir sebagai Analis Kebijakan Utama Bidang Brigade Mobil Korbrimob Polri.

Dengan latar belakang yang sama dilingkaran TNI dan Polisi maka gaya memimpinnya juga hampir sama. Tampil dengan tegas, suara yang tegas dan keras, terkesan tanpa kompromi dan "seakan siap untuk perang".

Gaya seperti ini sering muncul mendominasi namun sering tanpa "substansi yang bernas". Artinya, penampilan yang diutamakan ketimbang substansi. Atau penampakan dahulu, maka isi baru kemudian. Itu sebabnya, sangat mungkin terjadi misunderstanding ditengah-tengah publik, bahkan bisa bias menjadi mis-leading.

Edy Rahmayadi: Wisata Halal Danau Toba

Kontroversi seorang Edy Rahmayadi bukan saja setelah jadi Gubsu saat ini, tetapi sebelum menjadi orang No.1 di Sumatera Utara, pada saat memimpin PSSI. Tapi kali kontroversi muncul ketika mengemukakan wacana tentang wisata halal di Danau Toba yang disampaikan ke tengah-tengah publik masyarakat di Sumatera Utara.

https://www.beritasatu.com/nasional/573155/gubernur-sumut-wisata-halal-bukan-hilangkan-budaya-batak
https://www.beritasatu.com/nasional/573155/gubernur-sumut-wisata-halal-bukan-hilangkan-budaya-batak
Sudah bisa diduga wacana itu menuai protes dan tentangan dari kalangan masyarakat, khususnya masyarakat Batak, dan terkhusus lagi mereka yang memang hidup di wilayah sekitar Danau Toba. Dan isu ini dikaitkan langsung dengan urusan makan memakan, atau industri restoran yang pasti bertentangan dengan agama tertentu.

Kendati kemudian sang Gubernur memberikan klarifikasi dan penjelasan bahwa bukan itu maksudnya, tetapi wacana itu terlanjur lepas di tengah masyarakat Sumut sehingga menuai kontroversi yang pasti tidak terlalu menguntungkan sang Gubernur. Bahkan menjadi bulan-bulanan yang cenderung berhadap-hadapan antara masyarakat dengan Gubernur.

Dan tentu saja masyarakat merasa bahwa Gubernurnya ini sama sekali tidak memiliki sense yang baik terhadap kondisi masyarakat yang dipimpin sendiri.

Pihak legislatif di Provinsi menilai kalau wacana Gubernur ini tidak didahului dengan kajian yang matang sebelum di lempar ke publik. Dan akibatnya menjadi tidak baik dan kontra produktif dalam kapasitasnya sebagai Gubernur. Detik.com melansir pernyataan dari anggota legislatif DPRD Sumut.

"Pak Gubernur terlalu cepat menyampaikan tanpa dibangun konsepnya berdasarkan kajian. Sehingga membuat polemik ditengah masyarakat. Seolah ketika bicara mengenai wisata halal itu mau mengislamisasi daerah itu. Ini yang memicu ketersinggungan," kata Ikrimah kepada wartawan di Medan, Selasa (3/9/2019

Murad Ismail: Perang ke Menteri Susi

Kalau Gubernur Edy Rahmayadi berhadap-hadapan dengan rakyatnya sendiri, maka Gubernur Maluku, Murad Ismail malah berhadap-hadapan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan RI ini yaitu Susi Pudjiasti. Bahkan siap mengajak perang dengan sang Menteri yang rajin menenggelamkan kapan-kapal pencuri ikan di negeri ini.

Ungkapan sang Gubernur Maluku tentang "Perang dengan Susi" menjadi kontroversi yang menarik diikuti, karena dengan gaya "Brimob"nya menantang habis Susi untuk perang.

Kendati Sang Gubernur menjelaskan bahwa ini hanya "main-main" saja, tetapi sangat efektif untuk meminta perhatian pusat dari Jakarta untuk menyelesaikan masalah yang mereka anggap genting di Maluku

Menteri Susi dengan cara yang jitu menanggapi tantangan perang dari Murad Ismail. Mungkin berkata bahwa "hmm siapa takut ya untuk perang" hehe... Menteri Susi langsung mengirim utusan selevel Dirjen dari KKP untuk menerima tantangan sang Gubernur.

Luar biasa, Murad Ismail berhasil dengan sejumlah point yang harus diperjuangkan oleh Susi Pudjiastuti demi kepentingan dan kemajuan ekonomi rakyat Maluku.

Ada satu poin tuntutan Sang Gubernur dari lima hal yang diajukan, yaitu dijadikan wilayah Provinsi Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional, LIN, yang menjadi "harta karun" bagi kemajuan masyarakat Maluku sendiri.

Gaya Sama, Tetapi Perjuangan Berbeda

Harus diakui bahwa kedua gubernur ini, Maluku dan Sumut mempertontonkan gaya yang menarik dan tegas Tetapi nampak agak berbeda dari substansi. Kalau Edy Rahmayadi malah berhadap-hadapan dengan masyarakatnya sendiri dengan demo yang terus menerus. Sementara Murad Ismail, berjuang demi kepentingan rakyat Maluku yang dianggap selama ini menjadi tambah miskin sebagai akibat dari kebijakan kantor KKP yang dipimpin oleh Susi

Cita-cita besar dari sang Gubernur Maluku agar sebagian besar pengelolaan dan hasil dari laut Maluku yang sangat kaya dengan ikan dan isi lautnya, dikelola untuk sebesar-besarnya bagi kemajuan rakyat Maluku. Seperti melibatkan sumberdaya manusia dari masyarakat Maluku, kemudian juga pembagian hasil laut yang harus lebih signifikan bagi masyarakat Maluku. Pun dalam penganggaran yang lebih signifikan untuk pengelolaan yang lebih optimal.

Kendati sudah ada panduan dalam memimpin suatu daerah, namun kemajuan suatu provinsi dan sejumlah kabupaten dan kota di dalamnya tetap sangat tergantung dari Gaya Kepemimpinan yang dipertontonkan oleh Sang Gubernur sebagai Kepala Daerah di wilayahnya.

Memang sudah bukan jamannya lagi untuk memaksakan kehendak, tetapi bagaimana agar semua potensi sumberdaya yang dimiliki daerah dapat terangkat, terakomodir dan mencapai hasil yang optimal bagi kepentingan masyarakat daerah itu.

Oleh karenanya, maka sensitifitas dari Sang Gubernur untuk mengakomodir semua local wisdom menjadi kekuatan untuk menyatukan semua sumber daya yang dimiliki.

Kasus wacana wisata halal di Danau Toba oleh Gubernur Sumut, sangat tidak wise dan tidak bijak. Sebab walaupun Sang Gubernur tidak mempunyai maksud tidak baik, tetapi rakyat menerima dengan pesan yang berbeda.

Sekarang dituding sebagai hoaks dan sebagainya, tetapi fakta di lapangan memperlihatkan penolakan yang cenderung membelah publik menjadi berhadap-hadapan, dipastikan wacana itu terlalu mentah untuk diwacanakan ditengah publik.

Seorang Gubernur harusnya memiliki filter berlapis sebelum sebuah wacana di lempar ditengah masyarakatnya sendiri. Kalau tidak, maka yang dituai adalah badai. Dan badai itu pasti cenderung merusak daripada membangun !

Memang kedau Gubernur ini menarik untuk terus dicermati !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun