Baru saja satu hari Presiden Joko Widodo mengumumkan lokasi Ibu Kota Negara RI di Propinsi Kalimantan Timur, nilai dan harga tanah di wilayah baru ini melonjat diatas 100% dari harga biasanya. Dan fenomena ini dipastikan akan terus terjadi dari waktu ke waktu hingga proses pemindahan Ibu Kota Negara tuntas.
Kejadian ini dilansir melalui bbc.com yang memberitakan mulai bermunculan spekulan tanah sedemikian rupa sehingga harga tanah-tanah meningkat. Kalau sebelum diumukan lokasi baru Ibu Kota RI harga tanah 1 hetar sekitar Rp. 30 juta, maka sekarang sudah ada yanga berani menawar sampai Rp. 70 juta per hetar, atau kenaikkan sekitar 133%. Seperti yang di konfirmasi oleh  Risman Abdul, Camat di Kecamatan Sepaku yang merupakan lokasi Ibu Kota RI yang baru
"Sudah mulai spekulan-spekulan tanah masuk ke sini, takutnya masyarakat diimingi-imingi harga tinggi dan melepas tanah mereka. Akhirnya mereka terpinggirkan," ujar Risman Abdul kepada wartawan Samir di Kabupaten Penajam Paser Utara yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (27/8). "Biasanya harga tanah di sini Rp30 juta per hektar. Sekarang ada yang menawar Rp70 juta per hektar," sambungnya.
Sesungguhnya fenomena spekulan tanah ini sesuatu yang wajar, karena disana ada peluang investasi yang sangat menarik, karena keuntungan yang fantastik. Lihat saja pembenntukan DOB, Kabupaten atau Provinsi misalnya, maka lokasi yang sudah ditetapkan akan menjadi rebutan pada "spekulan tanah", dan bahkan juga investor.
Tidak saja untuk kepentingan spekulasi, beli sekarang kemudian akan menjual kembali kalau harga sudah menaik. Tetapi juga bisa investor yang mau membuka usaha atau bisnis disekitar lokasi yang sangat stretagis. Mulai dari usaha kecil semacam kuliner, convenience good business, rumah kontrakkan, penginapan, bahkan hotel, gedung pertemuan dan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh komunitas yang baru terbentuk.
Nah, kalau  yang akan dibangun di lokasi baru ini adalah Ibu Kota Negara Indonesia, maka pasti akan diserbu oleh para investor, dan juga spekulan tanah. Terutama yang memiliki modal yang besar pasti akan berusaha untuk memanfaatkan momen yang sangat langka itu.
Dari perspektif bisnis, ini sangat baik, dan harus direspon dan dikelola dengan baik dan bijaksana agar tidak menimbulkan kekacauan, apalagi kalau muncul praktek tipu-tipu di kalangan para spekulan.
Kekuatiran pemerintah daerah dan terutama masyarakat penduduk yang ada disana pasti sangat besar. Karena belum ada informasi kepastian hukum apakah tanah mereka yang kebetulan menjadi lokasi Ibu Kota baru akan mendapatkan penggantian atau kompensasi.
Bila kepastian ini tidak atau masih belum ada, maka sangat mungkin masyarakat akan bermain atau dimainkan oleh para spekulan tanah. Sebagai contoh, bayangkan saja, seorang yang memiliki tanah satu hektar misalnya, yang selama ini hanya laku dijual sekitar 30 jutaan rupiah, lalu tiba-tiba ada investor akan berani membayar berkali-kali lipat, maka pasti akan tergoda untuk mempertimbangkan melepaskan lahan miliknya kepada spekulan ketimbang menunggu ketidakpastian dari pemerintah.
Pemindahan lokasi Ibu Kota RI dari DKI Jakarta ke wilayah Kalimantan Timur, sangat menarik dicermati dari berbagai sudut. Terletak pada intersep dua kabupaten yaitu sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian pada wilayah Kabupaten Kutai Kertanegara.
Menarik karena sebagian besar lahan diperuntukkan adalah milik pemerintahan sendiri yang sudah tersedia seluas 180.000 hektar yang semuanya ada di dalam wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Dan untuk tahap pertama hanya dibutuhkan sekitar 3.000 hektar saja.