Masalah yang dihadapi oleh maskapai penerbangan milik pemerintah Garuda Indonesia terkaitkan dengan ketidakberesan laporan keuangan sehingga Mankeu Sri Mulyani Indrawati harus membekukan izin dari KAP yang mengaudit keuangan PT Garuda Indonesia itu, sesungguhnya merupakan puncak gunung es yang membelit manajemen bisnis BUMN ini selama ini.
Kesalahan fatal laporan keuangan yang berakibat melanggar ketentuan dari Bursa Efek Indonesia sebagai perusahaan yang sudah go publik, sungguh memprihatinkan kita semua. Tidak bisa di pungkiri terjadinya mis management yang akut dalam tubuh Garuda Indonesia ini.
Mis-management yang terjadi bagaikan lingkaran setan tiada berujung, kendati para profesional bergantian menjadi komandan dalam mengelola garuda Indonesia, namun "bau amis" penyimpangan, nyaris tidak pernah sepi.Â
Padahal segala kemudahan, segala support dan sumber daya, seharusnya tidak terlalu sulit bagi perusahaan sebesar garuda untuk memperolehnya agar memiliki daya saing yang kuat.
Pada saat memulai proses go publik, banyak pihak sudah membaca kecenderungan yang tidak sehat pada perusahaan ini. Bahkan kekuatiran itu betul-betul terjadi ketika saham garuda mulai di lepas di pasar, melalui pasar perdana IPO -- Initial Public Offering, tanggapan pasar sangat lemah dan tidak mencapai target.
Pada tanggal 14 Februari 2011, kompas.com memberitakan dengan judul "IPO Garuda Dinilai Telah Gagal", demikian juga sejumlah pemberitaan lainnya yang bernada sama. Suara.com menurunkan judul berita "Mengapa IPO Garuda buntung?".
Citra Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan nasional tercoreng akibat kegagalan pemerintah dalam masa penawaran umum perdana saham atau initial public offering. Selain harus segera dievaluasi, kegagalan ini juga harus menjadi bahan pertimbangan untuk privatisasi badan usaha milik negara lainnya.
Kegagalan awal penawaran saham garuda kepada publik ditunjukkan oleh tidak semua di serap oleh permintaan pasar, atau dengan kata lain undersubscrided. Dengan harga IPO sebesar Rp 750 perlembar dan jumlah saham yang ditawarkan sebanyak 6,335 miliar saham, hanya sekitar 3,327 miliar lembar saham yang diserap pasar.
Sementara sisanya berjumlah sekitar 3,008 miliar saham harus di beli kembali oleh para underwriters, konsorsium penjamin emiten, antara lain yaitu PT Bahana Securities, PT Dana Reksa Sekuritas, dan PT Mandiri Sekuritas, sebagai konsekuensi dari full-commitment untuk mensupport go public dari Garuda Indonesia.
Kurangnya minat investor untuk membeli saham Garuda pada masa IPO, menjadi indikasi kuat kegagalannya untuk memasuki pasar modal. Artinya pasar atau investor memiliki persepsi yang sangat negative terhadap garuda ini  dalam mengelola bisnisnya. Pasar tidak meyakini kalau garuda akan baik manajemennya kedepan.