Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kinerja Karyawan Tak Terukur, Membahayakan Perusahaan

23 Juni 2019   21:14 Diperbarui: 25 Juni 2019   08:29 1765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kinerja yang tidak terukur atau tidak bisa diukur sama saja bohong dan akan mencelakakan bahkan membahayakan masa depan sebuah perusahaan atau organisasi. Dan karenanya, maka kesuksesan sebuah perusahaan sangat ditentukan dari kemampuan manajemen untuk mengontrol kinerja secara terus menerus tanpa henti.

Kegagalan banyak organisasi, baik perusahaan maupun non perusahaan disebabkan oleh ketidakmampuan manajemen mengelola kinerja karyawan yang dimiliki maupun kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Kalaupun perusahaannya tetap berjalan, akan tetapi dipastikan hasilnya tidak optimal sesuai dengan yang diharapkan. Atau harapannya tercapai, tetapi sesungguhnya bisa lebih tinggi lagi capaian yang diraih, jikalau implementasi manajemen kinerja terkontrol dengan ketat.

Bertemu dan berbicara dengan banyak manajer tingkat menengah dalam banyak perusahaan, di beberapa departemen atau bagian, terkesan merasa bahwa mereka tidak mempunyai ukuran kinerja bagi karyawan yang dipimpin. Terutama departemen yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi maupun penjualan produk seperti bagian produksi atau bagian penjualan.

Dan karenanya maka mereka juga merasa tidak menjadi tuntutan secara manajerial untuk berurusan dengan manajemen kinerja itu.

Dan di sinilah persoalannya menjadi mulai rumit. Yaitu ketika manajer sendiri merasa karyawan nya tidak memiliki ukuran kinerja sehingga tidak bisa diukur kinerjanya. Betulkah tidak memiliki ukuran kinerja bagi karyawan?

Jawabannya, harusnya tidak demikian. Setiap orang yang bekerja dalam perusahaan atau dalam organisasi apapun harus memiliki ukuran kinerja, patokan capaian, standar performa yang harus dicapai. Dan dengan demikian dalam ukuran itulah kinerja karyawan itu di kelola. Bukan suka-suaknya si karyawan ataupun sesuka hatinya si Manajer.

Nah, kalau karyawan tidak memiliki ukuran kinerja, bagaimana harus dievaluasi pencapaiannya? Dan kalau tidak ada ukuran kinerjanya bagaimana seorang karyawan bisa dipromosikan atau dikembangkan, atau malah diberikan sanksi misalnya karena capaiannya itu tidak terpenuhi.

Situasi ini seharusnya tidak boleh terjadi, dan tentu tidak boleh dibiarkan terus berjalan. Harus dikendalikan, dan harus diambil tindakan manajerial untuk mengembalikan kepada rel manajerial yang benar. Bila tidak maka hanya akan membuat operasional perusahaan semakin jauh dari tujuan yang hendak dicapai. Dan kalau keadaan itu dibiarkan terus menerus niscaya perusahaan atau organisasi apapun dia hanya akan menemui ajalnya, dan bangkrut.

Kinerja itu Kunci Pengikat Operasional Perusahaan

Kinerja yang merupakan terjemahan dari kata performance merupakan aspek kunci yang mengikat seluruh aktivitas bisnis dan operasional perusahaan itu sendiri. Mulai dari level top manajemen hingga pada level operasional bahkan untuk semua karyawan pada semua level.

Artinya, seluruh aktivitas perusahaan harus diarahkan pada tujuan yang akan diwujudkan dicapai dalam satu tahun buku atau tahun anggaran yang dijalankan. Semua departemen, divisi, bahkan unit bisnis apapun yang ada dalam struktur perusahaan harus mengarahkan pada upaya mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Dan pada akhirnya, semua orang yang ada di dalam perusahaan, yang dibayar untuk bekerja bagi perusahaan, harus mengarahkan seluruh aktivitas pada perwujudan tujuan perusahaan.

Dan mau ditegaskan kembali, bahwa semua dan seluruh aktivitas, program dan kegiatan yang tidak mengarah pada pencapaian tujuan, apalagi menghalangi perwujudan tujuan harus dihentikan, dikendalikan, dikurangi karena hanya akan merugikan perusahaan.

Dari sisi anggaran pun demikian, setiap unit rupiah yang akan dikeluarkan oleh perusahaan, harus terukur untuk memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan perusahaan. Pengeluaran yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pencapaian tujuan perusahaan, harus di hindari karena itu namanya pemborosan, inefficiency.

Terminologi kinerja menjadi sangat sentral dalam mengendalikan operasional sebuah organisasi, dan dengan demikian maka kinerja yang terukur akan menjadi pedoman bagi manajemen, bagi setiap orang untuk tetap mengontrol apakah semuanya sudah mengarah pada tujuan yang hendak di capai atau malahan sudah menyimpang jauh dari track yang di gariskan. Kalaupun sudah mengarah, berarti arahnya sudah benar, on the track, tetapi di lihat dari kuantitas belum tentu sesuai target. Dan karenanya semua operasi harus di kontrol, di dorong dan difasilitasi bagi semua aktivitas.

Pada tataran ini, harus ditegaskan ulang bahwa tidak boleh ada seorangpun karyawan dalam sebuah perusahaan yang tidak memahami tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan. Dan karenanya setiap karyawan harus memiliki ukuran yang jelas bagi kontribusi pencapaian tujuan perusahaan. Dan itulah yang disebut dengan kinerja karyawan.

Kinerja, kemudian dipahami sebagai isu yang menyatukan seluruh aktivitas operasi, seluruh sumberdaya yang dimiliki perusahaan dan karenanya semua hambatan akan mudah di hadapi  ketika mengganggu jalannya pencapaian tujuan itu.

Level Tujuan dan Kinerja

Kinerja sebagai indikator dari pencapaian tujuan perusahaan yang mengikat semua operasi bisnis hari demi hari, memiliki level atau tingkatan yang berbeda namun saling terkait dalam implementasi manajemen yang dikerjakan dengan benar.

Jenjang atau level tujuan yang hendak dicapai itu tergantung dari struktur organisasi yang dimiliki. Dipastikan untuk setiap perusahaan atau organisasi berbeda-beda jenjangnya. Bagi perusahaan yang besar, pasti jenjangnya lebih tinggi dan tentu cenderung kompleks, ketimbang perusahaan yang kecil karena strukturnya cenderung sederhana.

Prof Wibowo dalam bukunya Manajemen Kinerja (2015) mencatat bahwa secara umum jenjang tujuan suatu perusahaan paling tidak ada 5 (lima) level yaitu :

  1. Level satu, Corporate level. Tujuan yang berhubungan langsung dengan visi dan misi perusahaan untuk jangka panjang.
  2. Level dua, Senior management level. Menetapkan secara konkrit kontribusi dari manajemen senior bagi mewujudkan tujuan perusahaan.
  3. Level tiga, Business unit function, atau departemen level. Menetapkan apa yang menjadi kontribusi setiap departemen bagi perwujudan tujuan perusahaan visi dan misi.
  4. Level empat, Team level. Tujuan yang merupakan akuntabilitas tim dan kontribusi yang diharapkan.
  5. Level lima, Individual level. Tujuan pada jenjang ini menentukan akuntabilitas perilaku, hasil utama, atau tugas pokok yang mencerminkan  pekerjaan utama setiap individu karyawan  dan harus fokus pada  hasil yang ditetapkan dan diharapkan oleh perusahaan, baik kontribusi pada tim kerja, departemen, atau level organisasi secara umum.

Rumusan tentang tujuan perusahaan pada setiap level menjadi statement yang harus dipedomani oleh setiap orang dalam bekerja hari demi hari, dan menetapkan apa yang menjadi sasaran yang harus terukur secara kuantitatif dengan time frame yang tegas, dan sumberdaya yang tersedia.

Di dalam upaya untuk menentukan sasaran-sasaran yang hendak dicapai, harus tergambar atau tercermin 5 aspek kunci berikut ini, yaitu :

  1. The performers, orang yang menjalankan atau melaksanakan kinerja
  2. The action of performance, tindakan atau pekerjaan  untuk mencapai kinerja
  3. A time element, menunjukkan kapan waktu yang tersedia untuk menyelesaikannya.
  4. The evaluation method, cara menilai bagaimana hasil pekerjaan dicapai
  5. The place, menunjuk pada tempat dimana melaksanakan pekerjaan atau kinerja.

Dengan demikian nampak bahwa sasaran-sasaran yang dirumuskan sebagai patokan pencapaian kinerja harus betul-betul spesifik dalam merumuskan, dan tidak boleh menimbulkan multi-tafsir adanya.

Untuk memahami secara komprehensif tentang sasaran yang baik dan benar, sudah umum dikenal yang biasanya menggunakan formulasi yang disebut SMART, yang merupakan singkatan dari :

  • S, Specific, dinyatakan  dengan jelas, spesifik dan mudah dipahami
  • M, Measurable, dapat diukur dan di kuantifikasi
  • A, Attainable, menantang tetapi bisa di jangkau dengan baik
  • R, Result oriented, fokus pada hasil yang ingin dicapai
  • T, Time bound, dalam batas waktu yang ditentukan dapat dilacak, dimonitor kemajuannya terhadap sasaran untuk dapat di koreksi.

Formula SMART menjadi sebuah obat mujarab bagi setiap karyawan untuk mengelola kinerja yang menjadi bagiannya setiap hari. Dan dengan demikian, tidak ada keraguan bagi siapa saja yang di beri tanggung jawab sesuai dengan deskripsi jabatan maupun tupokasi yang sudah dirumuskan baginya.

Mengelola kinerja menjadi menarik dan juga menantang. Karena sesungguhnya setiap orang tidak bisa berjalan sendiri dalam bekerja, tetapi harus dan sekali lagi harus dalam konteks keterkaitan dengan karyawan lainnya. Baik bagi level yang sama maupun pada level di bawah maupun di atas.

Dengan demikian, integrasi dari semua kinerja masing-masing akan menjadi agenda pengelolaan setiap hari oleh simpul-simpul manajemen yang ada dalam perusahaan.

Sebagai contoh, seorang Manajer Pemasaran harus mengelola kinerja bersama dengan semua orang karyawan yang menjadi bawahannya, tetapi juga bekerjasama dengan Manajer level yang lebih tinggi, dan manajer pada level yang sama.

Dalam kerangka itulah di mengerti bahwa kinerja atau performa menjadi pengikat bagi semua orang dalam sebuah perusahaan atau organisasi di dalam melakukan kegiatan atau operasi bisnis dari hari ke hari, sepanjang tahun.

Kinerja Harus Terukur

The man behind the gun, begitu sebuah pameo klasik yang sangat universal untuk menjelaskan pentingnya manusia atau karyawan dalam sebuah perusahaan. 

Karyawan tidak bisa lagi dianggap hanya sebagai faktor produksi seperti bahan baku, material, mesin atau lainnya. Tetapi karyawan adalah tokoh vital yang menentukan kemajuan dan keberhasilan perusahaan atau organisasi apa saja.

Karyawan tidak saja hanya memiliki tenaga, tetapi juga pengetahuan, skill, pengalaman, nilai, etos kerja dan lainnya sehingga ketika dia betul-betul berada di posisi yang tepat dan benar maka semua potensi yang dimiliki bisa tereksploitasi dengan maksimal bagi kemajuan perusahaan.

Karyawan yang baik dan benar adalah yang bekerja dengan sungguh sungguh penuh integritas dan profesional. Dan mereka yang bekerja secara profesional adalah orang-orang yang sangat sadar tentang kinerja, atau performance yang menjadi indikator bagi kemajuan dan kesuksesan mereka. Dan karenanya hanya dengan ukuran ukuran yang jelas, tegas dan tuntas yang bisa menjadi pedoman dalam menunjang profesionalisme yang hebat.

Yupiter Gulo, 23 Juni 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun