Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Infrastruktur Pertanian "Harga Mati", Menuju Kedaulatan Pangan

30 April 2019   20:14 Diperbarui: 30 April 2019   20:17 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4. Penyediaan yang prima terhadap sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, peptisida, obat tanaman dan sebaganya.

5. Pembangunan sentra-sentra pemasaran untuk menyediakan area pemasaran bagi hasil-hasil produk pertanian yang dihasilnya. 

  • Pembangunan sentra pemasaran hasil-hasil pertanian, memiliki keunikan dan persyaratan khusus di setiap wilayah Indonesia. Karena banyak yang dibangun dari kondisi tradisional yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat.

Pemerataan pembangunan kebutuhan infrastruktur diatas akan menjadi persyaratan utama agar para petani sungguh-sungguh menjadi petani yang fokus menggarap lahan yang tersedia dari waktu ke waktu.

Dengan penyediaan infrastruktur yang prima, maka dipastikan hasil pertanian akan meningkat dari waktu ke waktu. Tidak saja karena hasil pertaniannya yang berkualitas, tetapi juga karena petani sendiri menjadi bergairah untuk mengembangkan, berinovasi serta karena market tersedia untuk menampun semua hasil-hasil produksinya.

Inilah yang disebut sebagai mata rantai pemasok atau suplay-chain management, oleh Heizer dalam bukunya Operational Management (2017) disebutnya sistem nilai yang tercipta mulai dari ujung paling awal dari bahan baku, masuk kedalam pabrik, hingga kepada end-user yaitu konsumen yang saling membutuhkan.

Masalnya adalah Petani identik Kemiskinan

Semangat untuk membangun sektor pertanian ini, yang sangat lama terabaikan oleh pemerintahan sebelumnya, tetapi karena sektor pertanian ini selalu dianaktirikan dalam proses pembanunan.

Ada stigma yang sangat kuat selama ini bahwa menjadi petani itu sama dan sebangun alias identik dengan kemiskinan. Petani selalu ditempatkan pada lapisan masyarakat yang tergolong miskin. Bahkan tidak hanya itu, petani yang sering disamakan dengan si miskin, dan tinggalnya di desa pula.

Sehingga kesimpulan yang menempel dengan pertanian adalah menjadi petani yang tinggalnya didesa, kondisinya memelas karena miskin, lalu masa depan tidak jelas dan tidak menjanjikan.

Stigma ini menjadi salah satu faktor penyebab mengapa generasi muda, sebutlah generasi milenial di zaman now ini, tidak tertarik dan menjadi petani dibandingkan dengan sektor jasa dan industri modern lainnya.

Fakta menunjukkan bahwa tahun 2017, angka kemiskinan sebesar 10,12%, setara dengan 26,58 juta penduduk, dan dari jumlah tersebut sebanyak 16,31 juta penduduk miskin ada dipedesaan. Sementara itu, sisanya sebanyak 10,27 juta ada di kota (BPS, 2017).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun