I. Korban Ledakkan Sri Lanka 290 orang
Ditengah kisah pilu, sedih, dan trenyuh dengan jatuhnya sekitar 290 orang korban jiwa dan ratusan luka-luka akibat bom "bunuh diri" di 3 Gereja dan 3 hotel mewah di Sri Lanka, satu persatu informasi terkuat dan terbuka tentang peristiwa yang sungguh dianggap brutal dan biadab ini.
Seakan mengulang peristiwa brutal yang dilakukan oleh Brenton Tarrant dan dengan senjata canggihnya menembak dan menewaskan 49 orang umat yang sedang menjalankan ibadah Jumat di dua Masjid di kota Christchurch, New Zealand, pada Jumat 15 Maret 2019 yang lalu.
Berdasarkan berbagai pemberitaan, 8 kali ledakan bom di 3 buah gereja dan 3 buah hotel mewah di salah satu kota kebanggaan negara pulailu Sri Lanka ini, Kota Kolombo, dan satu gereja yang diledakkan di Kota Negombo. Dikabarkan 6 ledakkan secara serentak terjadi bersamaan dan sisanya 2 kali ledakaan beberapa jam kemudian.
Sesungguhnya, hanya orang-orang yang memiliki pikiran dan paradigma bahkan dogma sempitlah yang mampu melakukan kebiadaban seperti ini, membunuh umat yang sedang melakukan ibadah, ketika Jemaah sedang khusuk berdoa dan berjumpa dengan Tuhan Allahnya.
Membunuh orang yang sedang beribadah, mengikuti misa merupakan perbuatan yang sangat tidak bisa difahami dan diterima dengan akal sehat, sebab umat dan Jemaah yang sedang beribadah sama sekali tidak memiliki senjata melawan aksi radikalisme seperti itu.
Berbagai pemberitaan di media menjadi terang benderang, bahwa sesungguhnya peristiwa yang sangat menyakitkan di pagi Minggu Paskah 21 April 2019 ini sudah diinformasikan sebelumnya kepada Dewan Keamanan negara di Sri Lanka, melalui Memo yang dikirimkan oleh  Dinas Intelijen Asing tepat sekitar 10 hari sebelum peristiwa beradarh itu menjadi kenyataan pahik bagi umat manusia diseluruh duni.
Tentu sangat disesalkan karena memo dari laporan intelijen asing itu nampak tidak diresponse atau difollowup secara serius oleh pihak Dewan Keamanan yang sebenarnya sangat bertangguyngjawab atas pencegahan aksi brutal di minggu paskah tersebut.
Rasanya semakin miris membayangkan korban yang berjatuhan, bahkan anak-anak dan wanita-wanita yang lemahpun menjadi korban ledakkan bom tersebut, karena memo laporan intelijen asing itu juga sudah beredar ke sejumlah kementerian. Artinya sudah ada peringatan akan terjadinya serangan.
Terlepas dari apapun alasannya mengapa tidak direspons laporan intelijen  asing itu, atau ada konflik dan masalah intern didalam kepemimpinan pemerintahan dan negara, harusnya laporan intelijen itu menjadi urutan prioritas utama untuk tanggapi dan diantisipasi sebelum semunya menjadi hancur berkeping-keping.