Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup yang Seimbang, "There Will be a Rainbow After the Rain"

6 Juli 2018   02:48 Diperbarui: 6 Juli 2018   11:17 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grand Canyon.doc pribadi

Pada umumnya orang lebih banyak, bahkan hampir selalu, pandangannya melihat kebawah dibandingkan melihat keatas. Ini tentu sangat betul, bahwa orang harus selalu melihat bahkan fokus sekali melihat kebawah. Apalagi kalau sedang melakukan perjalanan, harus terus melihat kebawah kalau tidak akan jatuh, kecelakaan atau salah nginjak sesuatu. Pun ketika harus mencarai sesuatu, setiap orang pasti akan selalu melihat kebawah dan bukan keatas.

Apakah ada yang salah bila selalu harus melihat kebawah, harus selalu fokus pandangan mata ke bawah ? Tentu saja tidak ada ada yang keliru, bukan ! Karena memang hakekat kemanusiaan manusia itu, menjalani hidupnya dengan fokus menata dan memandang ke bawah. Sebab disanalah rezeki dan kebutuhan materialnya tersedia. Bukan datangnya dari langit kosong bukan!? Tapi, tunggu dulu. Mungkin saja cara pandang dan fokus melihat kebawah itu tidak sepenuhnya benar !

Dikisahkan suatu waktu seseorang kaya nan dermawan melakukan sesuatu yang aneh. Ketika dia berada dari suatu gedung yang sangat tinggi, lalu kemudian dia menjatuhkan dan menebarkan uang-uang berlembar-lembar. Ada lembaran uang pecahan rp 5 000, ada juga pecahan rp 10 000, bahkan lembaran pecahan rp 20 ribu dan rp 50 ribuan dan juga rp 100an disebarkan dari atas ketinggian gedung itu.

Dan jauh dibawah gedung, dihalamannya orang berduyun-duyun datang dan berlomba mencari dan mengumpulkan lembaran uang jatuh terus menerus dari ketinggian gedung itu. Semua orang sangat sibuk sambil berteriak-teriak berlomba mendapatkan lembaran uang itu.

Peristiwa ini, sungguh menarik dan aneh karena diantara sekian banyak orang yang berlomba mengumpulkan duit yang berterbangan itu,  tidak ada satu orangpun yang melihat keatas ketinggian gedung. Semuanya sibuk melihat kebawah mencari duit dan uang yang terus berjatuhan. Seakan-akan semua orang itu tidak peduli darimana sumber uang ini datang, yang penting terus melihat uangnya dan mendapatkan sebanyak-banyaknya.

Lalu, tiba-tiba situasi berubah dan agak panikan. Tiba-tiba semua orang melihat keatas dengan sangat hati-hati sambil memegang kepala masing-masing. Karena yang berjatuhan bukan lagi lembaran uang dan duit, tetapi batu-batu kerikil yang dijatuhkan oleh si dermawan kaya raya ini. Batu kerikil itu mengenai kepala dan badan orang-orang dibawah sana dan merasakan kesakitan sehingga berusaha mencari sumber batu kerikil itu, serta berusaha menghindarinya.

Sesungguhnya, kisah perilaku orang yang sibuk mengumpulkan uang itu adalah kenyataan hidup setiap orang setiap hari. Mata dan pikiran selalu berfokus hanya kepada duit dan uang saja. Namun sangat jarang bertanya darimana sumber berkat, sumber uang yang didapatkannya itu.

Tidak penting siapa yang memberikan berkat dan karunia baginya. Yang utama mencari dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya untuk ditumpuk agar hidupnya terjamin, bukan saja hanya untuk hari ini tetapi juga untuk besok, besok, minggu depan, bulan depan bahkan tahun-tahun yang datangpun dikumpulkan.

Rasa kekuatiran dan ketakutan berkekuranganlah yang mendorong setiap orang untuk hanya fokus pada berkat dan keuntungan saja. Dan nyaris tidak pernah mencari siapa pemberi dan sumber berkat itu sendiri.

Bayangkan dan amati apa yang terjadi ketika yang datang adalah batu kerikil, batu besar mungkin, mengenai kepala dan badannya. Sangat menyakitkan, dan baru berteriak mencari sumber penyelesaian masalah itu. Manusia baru melihat keatas untuk memohon pertolongan dan bantuan agar masalah yang dihadapi bisa diatasi. Inilah sisi lain dari kehidupan banyak orang saat itu. Ketika ada problem, ada kesulitan hidup maka fokus pandangan dan mata tertuju kepada Tuhan Sang Pemberi kehidupan itu. Baru rajin berdoa kepada Tuhan. Baru rajin beribadah dan membaca firman Tuhan.

Sebuah sikap dan pola hidup yang tidak seimbang. Saat berkat datang semua sibuk tanpa peduli siapa yg memberi berkat itu dan tidak banyak bahkan sedikit sekali yang mampu mengucap syukur. Akan tetapi, saat masalah yang datang, problem terus menekan maka semua akan spontan mencari sumbernya. Semua sibuka mencari Tuhan sebagai penolong. Ini tentu tidak baik dan tidak sehat dalam menjalani kehidupan, karena tidak seimbang. Hidup yang tak seimbang tidak pernah nyaman dan membahagiakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun