Mohon tunggu...
yupi andaresta
yupi andaresta Mohon Tunggu... Akuntan - Mengkhayal dan Menulis

Orang kecil di simpang jalan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Lelong, Rejeki Melimpah Walau Purnama Membentang

27 Juli 2020   11:10 Diperbarui: 27 Juli 2020   12:48 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lelong, Kota Kendari | Dokpri

Di setiap minggu pagi saya pasti berkunjung ditempat ini. Di lelong, pusat segala jenis ikan ada dsini. Mulai dari jenis ikan teri yang samar hingga ikan tuna yang besar. Pastinya di lelong ini saya bukan hanya mencari ikan untuk di bawa pulang di bakar, tapi juga belajar dan bergaul dengan orang2 yang ada dsitu.

Di sudut lapak sana, saya menyempatkan mampir di sebuah warung kopi yang banyak orang bilang "susunya mattekke" ditemani sajian pisang goreng yang gurih sumringah. Rasa kopi susunya pass dengan sentuhan angin pantai yang tersusupi dengan sedikit aroma ikan segar. Nikmat nian dengan sebatang rokok.

Nenek aji si pemilik warung itu sedikit bercerita tentang pengalamannya berjualan dilelong yang hampir 20 tahun di lakoninya. Dan ternyata nenek aji juga memilki 10 kapal tangkap ikan yang beroprasi di seputar laut tenggara. Hasil tangkapan yang melimpah dengan omset yang ratusan juta tidak membuatnya hengkang dari warung kopinya yang lusuh dan beralih membuka warkop yang hig class di pusat kota. Nenek aji tetap saja sederhana dengan sikapnya yang setiap hari mampu menyeduhkan kopi buat nelayan2 yang ada dsitu.

Tapi nek  "semalam kan bulan purnama, bukankah hasil tangkapan pasti sedikit ?" Tanyaku. "Sedikit banyaknya hasil tangkapan, tetap itu menjadi rejeki yang patut di sukuri. Hasil tangkapan yang sedikit membuat saya tidak harus menaikkan harga yang tinggi untuk meraup rupiah yang banyak. Tapi tidak selamanya di bulan purnama hasil tangkapan sedikit, buktinya hari ini cukup melimpah " Ungkapnya.

Memang betul apa yang diungkapkan oleh nenek aji itu, bahwa sikap dan pikirannnya mencerminkan filosofi yang bijak. Bahwa rejeki memang harus mengalir dan dialirkan, rejeki itu tidak boleh di hambat dengan  harga yang tinggi sementara di banyak rumah2 pasti mengharapakan ketersediaan ikan di meja makannya dengan harga yang murah. Banyak doa2 dari paggandeng dan orang2 dirumah yang berharap kebagian rejeki tiap pagi dari kapal nenek aji yang berlabuh mencari ikan.

Saya tidak sempat berbincang lama dengan nenek aji itu, kerena ikan dikantongan kresekku sudah meronta2 minta pulang untuk di bakar.
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun